AL-FAROIDL


ILMU PEMBAGIAN WARIS

Ilmu artinya pengetahuan, Al-Faroi'dl artinya bagian-bagian tertentu. Jadi Ilmu Al-Faroi'dl secara garis besar merupakan pengetahuan untuk membagikan harta warisan atau Ilmu Pembagian Pusaka.

Merurut Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Nasaie " Belajarlah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah Faro'idl dan ajarkanlah, karena sesungguhnya aku seorang yang akan mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi ada dua orang yang berselisih dan mereka tidak bertemu seseorang yang mengkhabarkan mereka (hukumnya)".

Buku Al-Faro'idl ini berisi cara perhitungan pembagian warisan secara jelas menurut syariat, sangat jelas dan disertai dalil-dalil Al-Quran dan Hadits sehingga sangat mudah untuk dipraktekan walaupun bagi umat Islam yang sama sekali buta akan ilmu pembagian waris ini. Metode perhitungannya berdasarkan logika yang detil tanpa pecahan desimal dan semua perhitungan matematika didalammya sangat sederhana dan hanya menggunakan pecahan biasa.

Contoh-contoh kejadian didalam buku ini juga sangat jelas, bahkan sebagian besar dari contoh-contoh perhitungan tersebut dapat langsung dipergunakan pada kejadian sebenarnya hanya saja berbeda dari jumlah total warisan yang ditinggalkan, tetapi persentasenya tetap sama.

A. Hassan dalam buku ini menjelaskan identitas, nama, ata istilah dari para calon penerima harta warisan (ahli waris) yang pada akhirnya setelah diproses secara syariat akan tersaring siapa yang berhak menerima warisan dan siapa yang tidak berhak (terhijab) dan jumlah persentase dari masing-masing ahli waris. Setelah perhitungan selesai, persentase tersebut dikalikan dengan total warisan yang akan dibagikan (setelah dikurangi hutang, wasiat, biaya pemakaman, dan lain-lain). Di bawah ini adalah mereka yang menjadi calon ahli waris :

Laki-laki yang jadi waris :

  1. Anak laki-laki.
  2. Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya sampai ke bawah.
  3. Bapak/ Ayah.
  4. Kakek/ datuk, yaitu bapak dari bapak dan seterusnya ke atas.
  5. Saudara laki-laki seibu sebapak.
  6. Saudara laki-laki sebapak.
  7. Saudara laki-laki seibu.
  8. Keponkan laki-laki seibu sebapak, yaitu anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak.
  9. Keponakan laki-laki sebapak, yaitu anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
  10. Paman seibu sebapak, yaitu saudara laki-laki seibu sebapak.dari bapak.
  11. Paman sebapak, yaitu saudara laki-laki sebapak dari bapak.
  12. Sepupu laki-laki seibu sebapak, yaitu anak laki-laki dari paman seibu sebapak.
  13. Sepupu laki-laki sebapak, yaitu anak laki-laki dari paman sebapak
  14. Suami.
  15. Laki-laki yang memerdekakan.

Perempuan yang jadi waris :

  1. Anak perempuan.
  2. Cucu perempuan, yaitu anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
  3. Ibu/ Bunda.
  4. Nenek dari sebelah ibu, yaitu ibunya ibu dan seterusnya ke atas.
  5. Nenek dari sebelah bapak, yaitu ibunya bapak dan seterusnya ke atas.
  6. Saudara perempuan seibu sebapak.
  7. Saudara perempuan sebapak.
  8. Saudara perempuan seibu (saudara tiri).
  9. Isteri.
  10. Perempuan yang memerdekakan.

Klasifikasi nama-nama ahli waris tersebut berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dan tidak semua ahli waris tersebut akan mendapatkan warisan...
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Pembagian Waris menurut Islam

MENGETAHUI pokok masalah merupakan suatu keharusan bagi kita yang mengkaji ilmu faraid. Hal ini agar kita dapat mengetahui secara pasti bagian setiap ahli waris, hingga pembagiannya benar-benar adil, tanpa mengurangi atau melebihkan hak masing-masing. Persoalan "pokok masalah" ini di kalangan ulama faraid dikenal dengan istilah at-ta'shil, yang berarti usaha untuk mengetahui pokok masalah. Dalam hal ini, yang perlu diketahui adalah bagaimana dapat memperoleh angka pembagian hak setiap ahli waris tanpa melalui pemecahan yang rumit. Karena itu, para ulama ilmu faraid tidak mau menerima kecuali angka-angka yang jelas dan benar (maksudnya tanpa menyertakan angka-angka pecahan, penj.).

Untuk mengetahui pokok masalah, terlebih dahulu perlu kita ketahui siapa-siapa ahli warisnya. Artinya, kita harus mengetahui apakah ahli waris yang ada semuanya hanya termasuk 'ashabah, atau semuanya hanya dari ashhabul furudh, atau gabungan antara 'ashabah dengan ashhabul furudh.

Apabila seluruh ahli waris yang ada semuanya dari 'ashabah, maka pokok masalahnya dihitung per kepala --jika semuanya hanya dari laki-laki. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan lima orang anak laki-laki, maka pokok masalahnya dari lima. Atau seseorang wafat meninggalkan sepuluh saudara kandung laki-laki, maka pokok masalahnya dari sepuluh.

Bila ternyata ahli waris yang ada terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, maka satu anak laki-laki kita hitung dua kepala (hitungan), dan satu wanita satu kepala. Hal ini diambil dari kaidah qur'aniyah: bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan. Pokok masalahnya juga dihitung dari jumlah per kepala.

Misalnya, seseorang wafat dan hanya meninggalkan lima orang anak, dua laki-laki dan tiga perempuan. Maka pokok masalahnya berarti tujuh (7). Contoh lain, bila mayit meninggalkan lima anak perempuan dan tiga anak laki-laki, maka pokok masalahnya sebelas, dan demikian seterusnya.

Kemudian, jika ternyata ahli waris yang ada semuanya dari ashhabul furudh yang sama, berarti itulah pokok masalahnya. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan seorang suami dan saudara kandung perempuan. Maka pokok masalahnya dari dua (2). Sebab, bagian suami setengah (1/2) dan bagian saudara kandung perempuan juga setengah (1/2). Secara umum dapat dikatakan bahwa bila ahli waris semuanya sama --misalnya masing-masing berhak mendapat seperenam (1/6)-- maka pokok masalahnya dari enam (6). Bila semuanya berhak sepertiga (1/3), maka pokok masalahnya dari tiga (3). Bila semuanya seperempat (1/4) atau seperdelapan (1/8), maka pokok masalahnya dari empat atau delapan, begitu seterusnya.

Sedangkan jika para ahli waris yang ditinggalkan pewaris terdiri dari banyak bagian --yakni tidak dari satu jenis, misalnya ada yang berhak setengah, seperenam, dan sebagainya-- kita harus mengalikan dan mencampur antara beberapa kedudukan, yakni antara angka-angka yang mutamatsilah (sama) atau yang mutadaakbilah (saling berpadu), atau yang mutabaayinah (saling berbeda).

Untuk memperjelas masalah ini, baiklah kita simak kaidah yang telah diterapkan oleh para ulama ilmu faraid. Kaidah ini sangat mudah sekaligus mempermudah kita untuk memahami pokok masalah ketika ahli waris terdiri dari berbagai sahib fardh yang mempunyai bagian berbeda-beda.

Para ulama faraid membagi kaidah tersebut menjadi dua bagian:

Pertama: bagian setengah (1/2), seperempat (1/4), dan seperdelapan (1/8).

Kedua: bagian dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

Apabila para ashhabul furudh hanya terdiri dari bagian yang pertama saja (yakni 1/2, 1/4, 1/8), berarti pokok masalahnya dari angka yang paling besar. Misalnya, bila dalam suatu keadaan, ahli warisnya dari sahib fardh setengah (1/2) dan seperempat (1/4), maka pokok masalahnya dari empat (4).

Misal lain, bila dalam suatu keadaan ahli warisnya terdiri dari para sahib fardh setengah (1/2), seperempat (1/4), dan seperdelapan (1/8) --atau hanya seperempat dengan seperdelapan-- maka pokok masalahnya dari delapan (8). Begitu juga bila dalam suatu keadaan ahli warisnya terdiri dari sahib fardh sepertiga (1/3) dengan seperenam (1/6) atau dua per tiga (2/3) dengan seperenam (1/6), maka pokok masalahnya dari enam (6). Sebab angka tiga merupakan bagian dari angka enam. Maka dalam hal ini hendaklah diambil angka penyebut yang terbesar.

Akan tetapi, jika dalam suatu keadaan ahli warisnya bercampur antara sahib fardh kelompok pertama (1/2, 1/4, dan 1/8) dengan kelompok kedua (2/3, 1/3, dan 1/6) diperlukan kaidah yang lain untuk mengetahui pokok masalahnya. Kaidah yang dimaksud seperti tersebut di bawah ini:

  1. Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh setengah (1/2) --yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan salah satu dari kelompok kedua, atau semuanya, maka pokok masalahnya dari enam (6).
  2. Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh seperempat (1/4) yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan seluruh kelompok kedua atau salah satunya, maka pokok masalahnya dari dua belas (12).
  3. Apabila dalam suatu keadaan, sahib fardh seperdelapan (1/8) yang merupakan kelompok pertama-- bercampur dengan seluruh kelompok kedua, atau salah satunya, maka pokok masalahnya dari dua puluh empat (24).

Untuk lebih memperjelas kaidah tersebut, perlu saya utarakan beberapa contoh. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara laki-laki seibu, ibu, dan paman kandung. Maka pembagiannya sebagai berikut: suami mendapat setengah (1/2), saudara laki-laki seibu seperenam (1/6), ibu sepertiga (1/3), sedangkan paman sebagai 'ashabah, ia akan mendapat sisa yang ada setelah ashhabul furudh menerima bagian masing-masing. Bila tidak tersisa, maka ia tidak berhak menerima harta waris.

Dari contoh tersebut tampak ada campuran antara kelompok pertama (yakni 1/2) dengan sepertiga (1/3) dan seperenam (1/6), yang merupakan kelompok kedua. Berdasarkan kaidah yang ada, pokok masalah pada contoh tersebut dari enam. Lihat diagram:

Pokok masalah dari enam (6)

Suami setengah (1/2)

3

Saudara laki-laki seibu seperenam (1/6)

1

Ibu sepertiga (1/3)

2

Paman kandung, sebagai 'ashabah

0

Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, dua orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara laki-laki kandung. Maka pembagiannya seperti berikut: bagian istri seperempat (1/4), ibu seperenam (1/6), dua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3), dan saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah.

Pada contoh ini tampak ada campuran antara bagian seperempat (1/4) --yang termasuk kelompok pertama-- dengan seperenam (1/6) dan sepertiga (1/3). Maka berdasarkan kaidah, pokok masalahnya dari dua belas (12). Angka tersebut merupakan hasil perkalian antara empat (yang merupakan bagian istri) dengan tiga (sebagai bagian kedua saudara laki-laki seibu). Tabelnya tampak berikut ini:

Pokok masalah dari dua belas (12)

Istri seperempat (1/4))

3

Ibu seperenam (1/6)

2

Dua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3)

4

Saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah (sisanya)

3

Misal lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, ibu, dan saudara kandung laki-laki. Maka pembagiannya sebagai berikut: istri mendapat seperdelapan (1/8), anak perempuan setengah (1/2), cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat seperenam (1/6) sebagai penyempurna dua per tiga (2/3), dan bagian ibu seperenam (1/6). Sedangkan saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah, karenanya ia mendapat sisa harta waris bila ternyata masih tersisa.

Pada contoh ini tampak ada percampuran antara seperdelapan (1/8) sebagai kelompok pertama dengan seperenam (1/6) sebagai kelompok kedua. Maka berdasarkan kaidah yang ada, pokok masalah pada contoh ini dari dua pulah empat (24). Berikut ini tabelnya:

Pokok masalah dari 24

Bagian istri seperdelapan (1/8)

berarti
3

Bagian anak perempuan setengah (1/2)

berarti
12

Cucu perempuan dari anak laki-laki seperenam (1/6)

berarti
4

Bagian ibu seperenam (1/6)

berarti
4

Saudara kandung laki-laki, sebagai 'ashabah (sisa)


1

Angka dua puluh empat (24) yang dijadikan sebagai pokok masalah timbul sebagai hasil perkalian antara setengah dari enam (yakni 3) dengan delapan (6 : 2 x 8 = 24). Atau setengah dari delapan (yakni empat) kali enam (6), (8 : 2 x 6 = 24). Hal seperti ini disebabkan setengah dari dua angka tersebut (yakni enam dan delapan) ada selisih, karenanya kita ambil setengah dari salah satu angka tadi, kemudian kita kalikan dengan angka yang lain dengan sempurna. Begitulah seterusnya.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

DEFINISI HUKUM WARIS MENURUT ISLAM

Tanpa sengaja ketika suatu hari kami pulang membeli dinner, kami bertemu dengan seseorang yang merupakan tetangga kami yang kebetulan juga seorang pejabat (Kepala Desa) di lingkungan tersebut. Beliau dengan sangat antusias menanyakan kepada kami perihal Hukum Waris Islam, apa dasarnya, siapa saja pihaknya dan bagimana pembagiannya. Sentak kami sangat terkejut, namun hati kecil kami berkata ‘tidak ada salahnya masyarakat menganggap semua Sarjana Hukum pasti paham mengenai hukum’ kami teringat Asas Hukum Acara Perdata (Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970) ‘Hakim dilarang menolak perkara bahkan bila hakim tidak dapat menemukan hukum tertulis maka ia wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat atau mencari dalam Yurisprudensi’ walaupun kami bukan seorang Hakim kami suka bunyi asas itu, sangat mencirikan keadilan, bukankah masyarakat berhak mengetahui apa saja yang merupakan hak dan kewajibannya bahkan tanpa perlu mengeluarkan biaya. Ketika kami menempuh pendidikan Advokat (Mei 2007), hal yang sama pun diajarkan kepada kami ‘Bagian dari kewajiban advokat kepada masyarakat, adalah memberi bantuan jasa hukum yang mana memberi informasi termasuk dalam jasa hukum’ yang dipertegas dalam Kode Etik Advokat Indonesia.

Kami terlalu melebar sepertinya, baiklah kami akan mencoba berbagi berbagai hal yang kami ketahui yang berkaitan dengan Hukum Waris Islam di Indonesia, tentunya yang kami kutip dari berbagai sumber baik Undang-undang maupun kajian-kajian hukum lainnya dengan menyebutkan sumbernya.

Sejarah dan Dasar Hukum Kewarisan Islam

Hukum kewarisan menurut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 yang berkaitan dengan Kompilasi Hukum Islam yang selanjutnya disebut INPRES No. 1/1991 yang berkaitan dengan KHI adalah hukum yang mengatur yang berkaitan dengan pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (Pasal 171 huruf a). Menurut H.A. Mukti Arto, Islam sebagai agama samawi mengajarkan hukum kewarisan, disamping hukum-hukum lainnya, untuk menjadi pedoman bagi umat manusia agar terjamin adanya kerukunan, ketertiban, perlindungan dan ketentraman dalam kehidupan di bawah naungan dan ridho Illahi. Aturan hukum kewarisan Islam diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kesadaran hukumnya sehingga menjadi suatu sistem hukum kewarisan yang sempurna. Selanjutnya H.A. Mukti Arto menjelaskan bahwa sejarah Hukum Kewarisan Islam tidak terlepas dari hukum kewarisan zaman Jahiliyah. Dasar untuk dapat saling mewarisi pada Zaman Jahiliyah adalah:

1. Adanya hubungan nasab/kekerabatan;

2. Adanya pengangkatan anak;

3. Adanya janji setia untuk bersaudara.

Ketiga jenis ahli waris tersebut disyaratkan harus laki-laki dan sudah dewasa. Oleh karena itu, perempuan dan anak-anak tidak dapat menjadi ahli waris. Kemudian pada masa permulaan Isalam di Madinah, Rasulullah SAW. Mempersaudarakan Muhajirin dengan Anshor, persaudaraan karena hijrah ini juga dijadikan dasar untuk saling mewarisi. Dalam perkembangannya, dasar saling mewarisi karena adanya pengangkatan anak, janji setia, dan persaudaraan karena hijrah inipun dihapus. Untuk selanjutnya berlaku hukum kewarisan yang ditetapkan oleh Al Qur’an dan As Sunah sebagai suatu ketentuan yang harus ditaati oleh setiap muslim.

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1989 yang berkaitan dengan Peradilan Agama, dimana kekuasaan Pengadilan Agama untuk memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan sengketa waris dipulihkan kembali, maka kebutuhan terhadap hukum waris yang jelas, rinci, mudah dan pasti serta sesuai dengan tata kehidupan masyarakat Islam Indonesia yang bilateral semakin terasa mendesak. Untuk itu pulalah kemudian dikeluarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang diberlakukan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, tanggal 10 Juni 1991.

Pihak-Pihak Dalam Hukum Waris Islam

Ada beberapa pihak yang terdapat dalam Hukum Waris Islam, diantaranya:

1. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan (Pasal 171 huruf b).

2. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (Pasal 171 huruf c). Selanjutnya, mengenai ahli waris tersebut secara lebih rinci dijelaskan dalam Pasal 172-175. Pasal-pasal tersebut membahas bagaimana seseorang terhalang menjadi ahli waris, Kelompok-kelompok ahli waris, kewajiban dan tanggung jawab ahli waris terhadap pewaris.

Besarnya Bahagian Waris

Sebelum kita membahas besarnya bahagian waris, sebaiknya kita memahami dulu beberapa istilah yang nantinya berhubungan dengan bahagian waris. Istilah-istilah tersebut yaitu:

1. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya (Pasal 171 huruf d).

2. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat (Pasal 171 huruf e).

3. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 171 huruf f).

4. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki (Pasal 171 huruf g).

5. Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan (Pasal 171 huruf h)

6. Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan (Pasal 171 huruf i).

Besarnya bahagian waris islam dalam KHI diatur pada Bab III Pasal 176-191 yang dapat dijabarkan secara garis besar sebagi berikut:

1. Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anask perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan (Pasal 176).

2. Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian (Pasal 177). Maksud pasal ini adalah ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian (Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1994).

3. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian (Pasal 178 (1)). Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersamasama dengan ayah (Pasal 178 (2)).

4. Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagaian (Pasal 179).

5. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian (Pasal 180).

6. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian (Pasal 181).

7. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan (Pasal 182).

8. Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya (Pasal 183).

9. Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannyua, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan Hakim atas usul anggota keluarga (Pasal 184).

10. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173 (Pasal 185 (1)). Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti (Pasal 185 (2)).

11. Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (Pasal 186).

12. Bilamana pewaris meninggalkan warisan harta peninggalan, maka oleh pewaris semasa hidupnya atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas:

Mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang bersangkutan, bila perlu dinilai harganya dengan uang;

Menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan Pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan c (Pasal 187 (1)).

Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak (Pasal 187 (2)).

13. Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan (Pasal 188).

14. Bila warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan (Pasal 189 (1)). Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan cara membayar harganya kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya masing-masing (Pasal 189 (2)).

15. Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya (Pasal 190).

16. Bila pewaris tidak meninggalkanahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan umum (Pasal 191).

Pustaka:

- Drs. H.A. Mukti Arto, S.H, M.Hum, Pembahasan Kompilasi Hukum Islam (Hukum Kewarisan), http://www.badilag.net.

- Prof. Dr. Thahir Azhary, S.H., M.H., Hukum Waris Islam dan Permasalahannya, http://pemantauperadilan.com.

- Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 yang berkaitan dengan Kompilasi Hukum Islam.

- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1994.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Hukum Waris dalam Islam

Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari Syariat Islam yang sumbernya diambil darial-Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW, kemudian para ahli hukum. Islam, khususnya paramujtahid dan fuqoha mentranformasi melalui berbagai formulasi kewarisan sesuai dengan pendapatnya masing-masing.Yang sama pengertiannya dengan dengan waris adalah faroid yang menurut bahasa adalah kadar atau bagian, oleh karena itu hukum waris samadengan hukum faroid.
"Azas-azas Hukum warisdalam Islam" yang bersumber dan pendapat para ulama' dan pakar hukum Islam termasuk yangdiambil dari berbagai Undang-undang yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan hukumwaris Islam seperti Hukum Kewarisan yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. Itahun 1991 tanggal 10 Juni 1991), adanya ketentuan hak opsi yang dipergunakan dalammenyelesaikan pembagian warisan sebagaimana kita jumpai dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama angka 2 alinea keenam, “ sehubungandengan hal tebut, para pihak yang berperkaradapat mempertimbangakanuntuk memilihukumapa yang akan dipergunakan dalam pembagian warisan”dinyatakan dihapus oleh UU No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.Dalam penjelasan pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 dijelaskan bahwa yang dimaksuddengan Waris adalah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuansiapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Mencintai Anak Yatim

Hadist Tentang Mencintai Anak Yatim

Hadist Tentang Mencintai Anak Yatim…..

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اَنَا وَكَافِلُ اْليَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ (رواه البخاري)


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :
خَيْرُ بَيْتٍ فِي اْلمِسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُحْسِنُ عَلَيْهِ – وَ شَرُّ بَيْتٍ فِي اْلمُسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُسَاءُ اِلَيْهِ

(رواه ابن ماجه )

§ Terjemahan Hadist
Hadist Pertama : “Aku (Muhammad SAW) dan pengasuh anak yatim kelak disurga seperti dua jari ini (Rasulullah SAW menunjuk jari telunjuk danjari tengah dan merapatkan keduanya)”. (HR Bukhari)
Hadist Kedua : “Sebaik-baik rumah kaum Muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan seburuk-buruk rumah kaum Muslimin ialah rumah yang didalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlkukan dengan huruk”. (HR Ibnu Majah)

§ Kandungan Hadist
Hadist diatas merupakan janji Rasulullah SAW kepada pengikutnya yang menyayangi dan menyantuni anak yatim.
Anak yatim piatu adalah anak yang ditinggal wafat oleh bapak dan ibunya sejak masih kecil. Dapat kita bayangkan bagaimana menderitanya anak-anak yatim yang tidak lagi berkumpul dengan orang tuanya. Mereka tidak punya tempat bersandar dan tidak mendapatkan kasih sayang.
Secara materi anak yatim pastilah kekurangan. Walaupun almarhum orang tuanya kaya, anak yatim telah kehilangan figure orang dewasa yang mencukupi kebutuhan mereka dan memberikan rasa aman. Selain secara materi, anak yatim juga merasa menderita secara batin. Merekatidak cukup dilimpahi kasih sayang. Oleh karena itu, kita wajib menyantuni mereka agar penderitaan mereka berkurang dan mereka bisa merasakan kasih sayang dari saudara sesame Muslin.
Jika diantara temanmu ada anak yatim, hendaklah kamu berbuat baik padanya. Jika ia membutuhkan bantuan dan kamu bisa membantunya, bantulah ia untuk meringankan bebannya.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

Mencintai Anak Yatim

Hadist Tentang Mencintai Anak Yatim

Hadist Tentang Mencintai Anak Yatim…..

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اَنَا وَكَافِلُ اْليَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ (رواه البخاري)


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :
خَيْرُ بَيْتٍ فِي اْلمِسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُحْسِنُ عَلَيْهِ – وَ شَرُّ بَيْتٍ فِي اْلمُسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُسَاءُ اِلَيْهِ

(رواه ابن ماجه )

§ Terjemahan Hadist
Hadist Pertama : “Aku (Muhammad SAW) dan pengasuh anak yatim kelak disurga seperti dua jari ini (Rasulullah SAW menunjuk jari telunjuk danjari tengah dan merapatkan keduanya)”. (HR Bukhari)
Hadist Kedua : “Sebaik-baik rumah kaum Muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan seburuk-buruk rumah kaum Muslimin ialah rumah yang didalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlkukan dengan huruk”. (HR Ibnu Majah)

§ Kandungan Hadist
Hadist diatas merupakan janji Rasulullah SAW kepada pengikutnya yang menyayangi dan menyantuni anak yatim.
Anak yatim piatu adalah anak yang ditinggal wafat oleh bapak dan ibunya sejak masih kecil. Dapat kita bayangkan bagaimana menderitanya anak-anak yatim yang tidak lagi berkumpul dengan orang tuanya. Mereka tidak punya tempat bersandar dan tidak mendapatkan kasih sayang.
Secara materi anak yatim pastilah kekurangan. Walaupun almarhum orang tuanya kaya, anak yatim telah kehilangan figure orang dewasa yang mencukupi kebutuhan mereka dan memberikan rasa aman. Selain secara materi, anak yatim juga merasa menderita secara batin. Merekatidak cukup dilimpahi kasih sayang. Oleh karena itu, kita wajib menyantuni mereka agar penderitaan mereka berkurang dan mereka bisa merasakan kasih sayang dari saudara sesame Muslin.
Jika diantara temanmu ada anak yatim, hendaklah kamu berbuat baik padanya. Jika ia membutuhkan bantuan dan kamu bisa membantunya, bantulah ia untuk meringankan bebannya.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

Hadist yang berkaitan dengan Kebersihan

Hadits tentang Kebersihan

v Pengertian dan Kedudukan Hadits

· Hadits/Sunnah adalah perkataan maupun perbuatan Rasulullah SAW, atau taqrir (diam/persetujuannya) Rasulullah SAW atas perbuatan sahabat

· Merupakan sumber hukum Islam dan pedoman hidup kedua setelah Al-Qur’an

· Orang yang mencintai Rasulullah SAW tentunya akan mengikuti Hadits/Sunnah Beliau dalam kehidupannya sehari-hari.

v Allah SWT berfirman:

... ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ

“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 222)

v Hadits ke-1

عَنْ أَبِيْ مَالِكْ الْحَارِثِي ابْنِ عَاصِمْ اْلأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ....

“Dari Abu Malik, Al Harits bin Al Asy'ari ra, ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “Suci itu sebagian dari iman....” (HR. Muslim)

Makna Hadits:

Menjaga kesucian/kebersihan bathin/hati maupun lahiriah/badan termasuk bagian dari keimanan kepada Allah SWT.

v Hadits ke-2

عَنْ سَعْدِ ابْنِ اَبِيْ وَقَاصْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

اِنَّ اللهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ نَظِيْفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ كَرِيْمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُوْدَ فَنَظِّفُوْا اَفْنِيَتَكُمْ

“Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqos dari Rasulullah SAW, Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah baik, menyukai kebaikan. Dia Maha Bersih, menyukai kebersihan. Maha Mulia, menyukai kemuliaan. Maha Indah, menyukai keindahan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang Yahudi.” (HR. Tirmidzi)

Makna Hadits:

Dalam hadits ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Allah SWT menyukai kebersihan. Oleh karena itu, jagalah kebersihan dan jangan meniru orang yahudi karena mereka bersikap jorok.

v Hadits ke-3

اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِيْ بِطَرِيْقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكِ فَأَخَذَهُ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَلَهُ

“Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Ketika seorang laki-laki sedang berjalan di jalan, ia menemukan dahan berduri, maka ia mengambilnya (karena mengganggu). Lalu Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya.” (HR. Bukhori)

Makna Hadits:

Dalam hadits ini Rasulullah SAW memerintahkan agar kita menjaga kebersihan termasuk tatkala menemukan duri di jalan, hendaknya mengambil dan membuangnya.

v Hadits ke-4

حدّثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَ عَمْرٌو النّاقِدُ وَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، جَمِيعاً، عَنْ سُفْيَانَ.

قَالَ أَبُو بَكْرٍ: حَدّثَنَا ابْنُ عُيْيَنَةَ عَنِ الزّهْرِيّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النّبِيّ صلى الله عليه وسلم قَالَ:

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ (أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ) الْخِتَانُ، وَالاِسْتِحْدَادُ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ،

وَنَتْفُ الإِبِطِ، وَقَصّ الشّارِبِ.

“Fitrah manusia ada lima yaitu dikhitan (disunat), mencukur rambut kemaluan, memotong kuku (kuku tangan dan kaki), mencabuti bulu ketiak, serta menggunting (merapikan) kumis.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah)

Makna Hadits:

Rasulullah SAW menjelaskan 5 perkara sunnah dalam menjaga kebersihan badan, yaitu: Khitan (sunat), mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, serta menggunting (merapikan) kumis. .

Hadist Kebersihan

Ada sejumlah hadist Rasulullah SAW yang menerangkan tentang betapa pentingnya kebersihan dan perlunya usaha mewujudkan kebersihan antara lain:

§ Kebersihan itu sebagian dari iman (HR Muslim)

§ Agama itu dibangun diatas kebersihan (HR AI-Ghazali)

§ Sesungguhnya Allah itu bersih, Ia cinta kebersihan (HR Turmudzi)

§ Sesungguhnya Islam itu bersih, hendaklah kamu mewujudkan kebersihan karena sesungguhnya tidak akan masuk sorga kecuali orang yang bersih (HR Khatib).Tentang membuang sampah dari jalan Buanglah duri/sampah dari jalan. Sesungguhnya hal demikian itu termasuk dari sidqahmu (sama dengan sidkah) (HR Bukhari).

Tentang membersihkan badan

Bersihkanlah badan. maka Allah akan membersihkan kamu. Maka sesungguhnya tidak ada seorang 'abdi (muslim) yang tidur dalam keadaan bersih/suci kecuali tidur bersamanya, pada rambut-rambutnya, malaikat yang tidak ada henti-hentinya mendoa. Ya Allah ampunilah, abdimu ini karena sesungguhnya ia tidur dalam keadaan suci/bersih. (HR Thabrani, Ibnu Hibban).

Tentang bersih sebelum tidur

Tidak ada seorang Muslim yang tidur dalam keadaan sucit/bersih kemudian ia bangun (shalat malam) memohon kepada. Allah akan kebaikan di dunia dan di akhirat. kecuali Allah memberikannya kepada orang tersebut (HR Abu Dawud). Nabi mewariskan doa untuk selalu bersih Ya Allah bersihkanlah aku dengan salju dan embun dan dengan air yang sejuk (HR Muslim).

Memelihara kebersihan ketika buang hajat Dari Makhul ra. Berkata : Rasulullah SAW telah melarang kencing di dekat pintu masjid (HR Dawud). Dilarang buang air kecil di air yang tidak mengalir. Dari Jubair ra dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi melarang kencing di air yang tidak mengalir. (HR Muslim, Ibn Majah dan Nasai).

Perintah membersihkan air kencing

Dari Anas RA berkata, telah bersabda Rasulullah SAW Bersihkanlah (sesuatu) dari air kencing. Karena umumnya azab kubur karena urusan buang air (HR Daruquthni).

Tentang membersihkan masjid

Dari A'isyah RA berkata : Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kami untuk membangun masjid di tempat-tempat tinggal dan agar selalu dibersihkan serta diberi wangi-wangian.(HR Ahmad, Tirmidzi, lbn Majah dan Abu Dawud).

Membersihkan tangan setelah tidur

Dari Abi Huraerah, Rasul bersabda: Apabila salah seorang di antaramu bangun dari tidur, maka janganlah ia memasukkan tangannya kepada wadah (yang ada makanannya) sebelum ia mencucinya tiga kali. Maka sesungguhnya ia tidak tahu ke mana tangannya itu pada waktu ia tidur(Muttafaqun 'alaihi).

Membersihkan gigi

Dari Ali bin Abi Thalib RA berkata telah bersabda Rasulullah SAW: Kalau seandainya tidak akan merepotkan ummatku, maka aku akan perintahkan kepada mereka membersihkan gigi pada setiap wudhu (HR Thabrani). Dari Abi Huraerah RA 'sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : Seandainya tidak akan merepotkan ummatku, maka aku akan perintahkan kepada mereka untuk membersihkan gigi pada setiap akan shalat. (HR Bukhari dan Muslim).

Ini sebagian kecil dari hadist-hadist Nabi SAW yang mengharuskan umat Islam gemar akan kebersihan dan berusaha mewujudkan kebersihan serta mengajak orang lain agar cinta kebersihan dan berusaha mewujudkan kebersihan. Mari kita lihat lingkungan kita. Sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam membudayakan hidup bersih? Hidup bersih harus menjadi budaya kita, mewujudkan kebersihan menjadi bagian dari ibadah kita. Menyuruh orang lain supaya bersih, mencegah orang lain dari tidak bersih, termasuk amar ma'ruf nahi munkar.

sumber: http://www.icmi.or.id

3.

1. Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang Yahudi. (HR. Tirmidzi)

Penjelasan:
Orang-orang Yahudi suka menumpuk sampah di halaman rumah.

2. Suatu keharusan atas tiap orang muslim mandi dan memakai wewangian serta gosok gigi pada hari Jum'at. (HR. Ahmad)

3. Fitrah manusia ada lima yaitu dikhitan (disunat), mencukur rambut kemaluan, menggunting (merapikan) kumis, memotong kuku (kuku tangan dan kaki) serta mencabuti bulu ketiak. (HR. Bukhari)

4. Sesungguhnya banyak siksa kubur dikarenakan kencing maka bersihkanlah dirimu dari (percikan dan bekas) kencing. (HR. Al Bazzaar dan Ath-Thahawi)

5. Barangsiapa tidur dan tangannya masih berbau atau masih ada bekas makanan dan tidak dicucinya lalu terkena sedikit gangguan penyakit kulit maka janganlah menyalahkan kecuali dirinya sendiri. (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dawud)

6. Malaikat jibril terus-menerus berpesan agar aku menggosok gigi (bersiwak) sehingga aku khawatir gigi-gigiku tanggal dan aku ompong tanpa gigi. (HR. Ath-Thahawi)

7. Wahai Abu Hurairah, potonglah (perpendek) kuku-kukumu. Sesungguhnya setan mengikat (melalui) kuku-kuku yang panjang. (HR. Ahmad)

Penjelasan:
Mengikat dengan sihir, rayuan dan godaan.

8. Janganlah kamu kencing di air yang tidak mengalir kemudian kamu berwudhu dari situ. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

9. Apabila seorang bersenggama dengan isterinya dan hendak mengulangi, hendaklah dia berwudhu lebih dulu agar lebih segar pengulangannya. (HR. Muslim)

10. Siapa yang mengenakan pakaian hendaklah dengan yang bersih. (HR. Ath-Thahawi)

11. Apabila seorang bangun tidur jangan langsung memasukkan tangannya ke dalam ember (bak) air sehingga mencucinya lebih dulu tiga kali. Sesungguhnya dia tidak mengetahui dimana tangannya bermalam atau dimana tangannya melayang. (HR. Abu Dawud)

Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

»»  baca lanjutannya sob .. ..