Akuntansi Syari'ah adalah SOLUSI perbankan

Akuntansi Syariah sebagai Alternatif dan Solusi
Akuntansi Syariah didasarkan pada filosofi Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadist dan telah berhasil diimplementasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam era kepemimpinannya dan berhasil menciptakan masyarakat sejahtera berbahagia dunia dan akhirat. Perbedaan antara akuntansi Islam dan Konvensional pasti ada karena keduanya memiliki dasar filosofi yang berbeda. Islam memiliki wordview yang dibimbing Allah SWT sedangkan Kapitalis membawa worldview yang didasarkan pada pemikiran manusia yang dikomandoi oleh rasio, nafsu yang biasanya dikendalikan oleh syetan atau bahasa al-Qur’an-nya “thoghut”.


Akuntansi syariah merupakan elemen yang harus dapat mewujudkan system ekonomi Islam yang harus adil, jujur, dan kekayaan tidak menumpuk pada satu pihak saja, tidak merusak alam, akidah dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT. Akuntansi harus bisa menciptakan ekonomi yang adil dan Islam yang rahmatan lil alamin.


Akuntansi Syariah harus menopang dan menfasilitasi berjalannya system ekonomi Islam dan ekonomi Syariah harus dapat menopang dan menciptakan masyarakat islam yang diridloi Allah SWT. Ketiga elemen ini (tentunya banyak lagi elemen lain) harus merupakan suatu integrasi yang saling mendukung dan berjalan secara interaktif, interrelated dan berevolusi menuju system yang lebih baik. Ada prosedur “learning” yang ditopang oleh Research dan Development yang intens dan SDM yang berkualitas (Choudhury, 2000).


Alhasil, Akuntansi Syariah itu ada dan berbeda dari Akuntansi konvensional. Perbedaan keduanya ada yang mendasar dan ada yang hanya dari segi tekniknya. Sehingga nanti bisa saja berbeda tujuan laporan keuangan, prinsipnya dan juga bentuk laporan keuangannya. Bisa berbeda dari pengakuan (recognition), pengukuran (measurenment), penyajian (disclosure) dan sebagainya. Namun untuk sampai pada struktur dan bangun teori yang lengkap masih panjang jalan yang akan dilalui. Tugas kita semua untuk ikut meneliti dan mempelajarinya. Wallau a’lam.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

FIQIH INDONESIA

FIQH, adalah istilah yang lazim sering kita dengar.[1] Karena fiqh sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari karena meliputi : Ibadah ;muamalah;jinayah dan telah banyak mengahasilkan kitab fiqh.[2] Kitab-kitab fiqih ini adlah hasil dari pemikiran seorang mujtahid di suatu kawasan yang merupakan respon mujtahid tersebut di daerah tersebut. Karenanya Kitab Fiqih bukanlah kitab undang-undang yang mesti di taati, ia hanya merupakan konspilasi pendapat ulama tertentu. Sebab “ the earlier jurist used personal opinion ( ra’yu) and, there fore, did not have a determined methodology for deviration of the law.[3] Jadi nilai kebenarannya sangat relatif dan temporer. Kecuali itu, tidak ada laporan yang menyebutkan seorang ulama pun yang mengatakan bahwa pendapatnyalah yang paling benar dan harus di ikuti.

Pada zaman setelah Ulama pengarang kitab wafat, para muridnya mensyarah kitab-kitab guru mereka untuk di adikan referensi utama. Pada gilirannya, kitab-kitab “syarah” ini di jadikan sebagai kitab ‘mutlak” bagi suatau kerajaan.[4] Pada masa inilah mulai terjadi kemandegan pemikiran fiqh, dimana Fiqh menjadi bahan pesanan penguasa. Dan hanya Fiqh yang di restui penguasalah yang boleh berlaku di kerajaan tersebut.Jadi,Fiqh tidak pernah menjadikan “dirinya” sebagai penghambat terwujudnya masyarakat madani, tetapi jestru penguasa yang menjadikan fiqh sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaannya.

Bahkan, ada yang berpendapat bahwa otoritas ulama-lah yang menyebabkan tidak terwujudnya masyarakat madani maka hal ini sangat bertolak belakang dengan sejarah yang memperlihatkan bahwa imam-imam mazhab dalam mempertahankan idealisme mereka harus berhadapan dengan penguaa. Dan anehnya mereka yang katanya mempunyai “otoritas””, jestru ketika berhadapan dengan pengauasa mendapatkan perlakuan yang sangat tidak manusiawi dari pengauasa. Gambaran ini di jelaskan oleh Akbar S. Ahmed sebagai berikut:

Imam Hanifah meninggal di penjara; Imam Malik di lucuti dan di cambuk: Imam Syafi’I tidak luput dari penjara; dan Imam Hanbali di pukul dan di penjarakan. Namun tidak seorangpun dari mereka yang mengalah. Sepanjang hidup mereka dihormati sebagai orang suci dan memberikan pengaruh yang luas , misalnya hampir sejuta orang menghadiri pemakamam Imam hambali di Baghdad. Sekarang ide-ide mereka mendominasi pemikiran intetelektual dari keagamaan jutaan orang, sementara para penyiksa mereka terlupakan dalam buku-buku sejarah,[5]

Dengan demikian, Ulama fiqh selalu menjawab persoalan umat yang diajukan kepada mereka sesuai dengan konteks masyarakt di daerah tersebut. Para ulama (Mujtahid) dalam berijtihad tidak bias melepaskan realitas masyarakat sebagai objek di mana hukum itu di terapkan. Dalam konteks Indonesia, MUI adalah satu institusi yang memberikan fatwa hukum islam. Fatwa-Fatwa MUI ini merupakan respon terhadap pertanyaan dari para peminta fatwa.[6]

Selain MUI, Organisasi keagamaan juga mempunyai dewan yang membidangi hukum islam . Dalam kajian ini, akan di contohkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Yakni NU dan Muhammadiyah. Dalam NU mempunyai Dewan bahtsul Masail al-diniyah . Komisi ini memepunyai tugas sebagai foum pengkajian hukum yang membahas berbagai masalah keagamaan.Keputusan komisi ini berbentuk fatwa, nantinya di harapkan bisa menjadi bimbingan bagi warga NU dalam mengamalkan agama sesuai dengan paham ahlussunnah wal jamaah.

Sedangkan Muhammadiyah, Mempunyai Majelis tarjih yang berfungsi tidak hanya memilih dan menguatkan salah satu pendapat yang ada dalam fiqih, tetapi juga secara khusus mengkaji bebrbaga hukum islam yang dihadapi umat islam, dari Mulai persoalan klasik sampai persoalan kontomporer.[7]

Dengan demikian, peran hukum Islam dalam membangun masyarakat madani cukup signifikan. Persoalan-persoalan kontomporer yang muncul ditengah-tengah masyarakat, selalu membutuhkan jawaban secepat mungkin. Jika respon tidak di berikan , maka tidak akan menutup mayarakat akan membuat hukum islam sendiri.

Pertanyaan yang akan di kemukakan selanjutnya adlah hukum islam bagaimana yang bagaimana yang mesti di berlakukan di Indonesia untuk mencapai masyarakat madani?

Menjawab pertanyaan di atas, tampaknya harus ada pendifinisisan mengenai hukum Islam yang sesuai dengan konteks Indonesia. Ada dua tokoh yang mencoba merumuskan bagaimana hukum islam dalam konteks keindonesiaan dan bersih dari kebudayaan arab, yaitu : Pertama, Hasbi Ash-shiddiqiey yang memeperkenalkan “ fiqh Indonesia”. Ia mendifinisikan “Fiqh Indonesia” sebagai fiqh yang di aplikasikan sejalan dengan karakter Indonesia.[8] Menurut beliau, untuk menuju fiqh islam yang berwawasan keindonesiaan, ada tiga bentuk ijtihad yang perlu di galakkan: (1) Ijtihad dengan mengklasifikasikan hukum-hukum produk ulama mazhab masa lalu. Ini di maksudkan agar dapat di pilih pendapat yang masih cocok untuk di terapkan dalam msyarakat kita:(2) Ijtihad dengan mengklasifikasikan hukum-hukum yang semata-mata di dasarkan pada adat dan kebiasaan dan suasana masyarakat di mana hukum itu berkembang;(3) ijtihad dengan mencari hukum-hukum terhadap masalah kontomporer yang timbul sebagai akibat kmajuan teknologi. Dengan demikian, ide” Fiqh Indonesia” yang di lontarkan oleh hasbi Ash-Shiddieqy adalah mencoba menelurkan hukum islam yang sesuai dengan adat dan perubahan yang berkembang di Indonesia.

Pikiran di atas kemudian di terjemahkan oleh Yudian W. Asmin dengan menyebutkan bahwa ada dua tema besar reformasi Hukum Islam di Indonesia, yaitu: (1) kembali ke al-Qur’an; dan (2) keindonesiaan. Langkah pertama, tegas yudian di tandai dengan langkah-langkah yang bertujuan untuk membersihkan Praktik-praktik umat islam dari pengaruh non-islam:membuka ijtihad yang selama ini di anggap telah tertutup; mengganyang taqlid; memperbolehkan talfiq dengan cara memeperkenalkan studi perbandingan mazhab. Tema kedua, lanjut Yudian ada dua tema besar lagi, yaitu: cita untuk membangun hukum Islam yang berciri khas Indonesia dengan membebaskan budaya Indonesia dari Budaya arab dan menjadikan adap Indonesia sebagai salah satu sumber hukum Islam di Indonesia,; keindonesiaan berorientasi konstitusiaonal yang di motori oleh sarjana umum yang menguasai system hukum Indonesia, akan tetapi kurang mendalami prinsip-prinsip “ kembali pada Al-Qur’an dan sunnah.”.keindonesiaan berorientasi konstitusional yang di motori oleh para sarjana umum yang menguasai sisitem hukum Indonesia, akan tetapi kurang mendalami prinsip-prinsip “kembalipada al-qur’an dan sunnah.”[9]

Kedua, Hazairin Gelar Pangeran Alamsyah yang memperkenalkan” Mazhab Nasional Indonesia”. Mazhab ini di bangun semata-mata lewat upaya pembaharuan terhadap mazhab Syafi’i sesuai dengan kondisi lokal masyarakat Indonesia .[10] hasil pemikirannya dapat kita lihat dalam UU No.7/ 1989 tentang Peradilan Agama dan di sepakatinya kompilasi Hukum Islam. Setidaknya ada tiga hal relevansi pemikirannya dalam UU No. 7/ 1989, yaitu (1) Membuat wewenang pengadilan agama seragam di seluruhindonesia;(2) mensejajarkan seluruh pengadilan agama dalam satu system kesatuan yang semuanya mempunyai wewenang sama atas perkara perkawinan, kewarisan, dan wakaf; dan (3) menghapus perlunya pengukuhan pengadilan negeri atas keputusan yang dihasilkan pengadilan agama.[11]

Demikianlah pemikiran Hasbi ash-Shididieqy dan haairin, dan kedua tokoh ini telah meletakkan dasar-dasar bahwa di perlukannya hukum Islam yang berkepribadian Indonesia dengan membuka kembali pintu Ijtihad.

Dari paparan di atas, Penulis menggagas satu bentuk kajian hukum, yakni fiqh lokal dalm konteks keindonesiaan. Fiqh lokal adalah suatu bentuk pemikiran hukum Islam yang muncul di setiap daerah di Indonesia yang sesuai dengan kondisi dan situasi daerah tersebut sepanjang pemikiran tersebut membawa maslahat. Jika hukum tersebut sejauh pemahaman fiqh tidak membawa maslahat, maka hukum islam tersebut tidak perlu di ikuti. Karena, pemahaman manusia nilai kebenarannya relatif. Jadi, Hukum Islam lebih merupakan hasil dinamika pikiran mujtahid.

Dalam konteks masyarakat madani, perbedaan hukum Islam ‘lokal” tidaklah bertentangan dengan Syariah Islam. Hukum islam yang berkembang dalam intasan sejarah islam misalnya bermacam-macam. Ada hukum Islam Hijaz, Kufah, Syria dan India. Semua hukum islam yang berkembang di daerah tersebut adalah hasil pemikiran ulama daerah setempat yang merupakan jawaban atas persoalan daerah tersebut. Di harapkan ulama Indonesia yang mengerti seluk beluk hukum islam dan paham betul mengenai budaya Indonesia mengeluarkan fatwa-fatwa hukum yang sesuai dengan konteks keindonesiaan dan sesuai dengan Budaya / adat istiadat (Urf ) masyarakat Indonesia.



[1] Mengenai kajian istilah fiqh, Lihat buku Imran Ahsan Khan Nyazee, Theories Of Islamic Law: the methodology of ijtihad, (Islamabad: Islamic reseach Institute press, 1994),20-26

[2] mengenai kajian Kitab Klasik yang berlaku di Indonesia , baca MartinVan Bruinessen, Kitab kuning pesantren dan tarekat ( Bandung:Mizan,1999)

[3] Imran Ahsan Khan Nyazee, Theories Of Islamic Law, 275

[4] Nurchalis Madjid, “Tradisi Syarah dan hasyiyah dalam Fiqh dan Masalah Stagnasi pemikiran Hukum islam, (Jakarta: paramadina, 1995),311-317

[5] Akbar S. Ahmed, membedah Islam,(Bandung: Pustaka, 1997)

[6] H.M. Atho Mudzhar, “Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberasi”(Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1998)

[7] Alwi shihab, “Membendung arus: Respon Gerakan muhammadiyah Terhadap penetrasi Misi Kristen di Indonesia”, (Bandung: mizan, 1988)

[8] Hasbi ash-Shiddieqy, Syariah Islam menjawab tantangan zaman, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

[9] Yudian W Asmin,”Reorientasi Fiqh Indonesia

[10] Ratna lukito, “Pergumulan antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia”

[11] Abdul halim, Hazairin dan pemikirannya tentang pemaharuan hukum kekeluargaan dalam Islam,” jurnal penelitian agama,” No.18 Th.VII januari-april (1998)

»»  baca lanjutannya sob .. ..

ASPEK HUKUM (EKONOMI)

Pengertian Hukum mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan .Para ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari berbagai sudut yang berlainan dan titik beratnya, Contohnya:

1. Menurut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

2. Menurut Utrecht
Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.

3. Menurut Wiryono Kusumo
Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.

Hukum memiliki beberapa unsur, yaitu :
a. Adanya peraturan/ketentuan yang memaksa
b. Berbentuk tertulis maupun tidak tertulis
c. Mengatur kehidupan masyarakat
d. Mempunyai sanksi.

Peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat mempunyai dua bentuk yaitu tertulis dan tidak tertulis. Peraturan yang tertulis sering disebut perundang undangan tertulis atau hukum tertulis dan kebiasan-kebiasaan yang terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Sedang Peraturan yang tidak tertulis sering disebut hukum kebiasaan atau hukum adat.


SUMBER-SUMBER HUKUM

Beberapa pakar secara umum membedakan sumber-sumber hukum yang ada ke dalam (kriteria) sumber hukum materiil dan sumber hukum formal, namun terdapat pula beberapa pakar yang membedakan sumber-sumber hukum dalam kriteria yang lain, seperti :

a. Menurut Edward Jenk , bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa ia sebut dengan istilah “forms of law” yaitu :
1. Statutory
2. Judiciary
3. Literaty

b. Menurut G.W. Keeton , sumber hukum terbagi atas :
1. Binding sources (formal), yang terdiri :
- Custom
- Legislation;
- Judicial precedents.
2. Persuasive sources (materiil), yang terdiri :
- Principles of morality or equity
- Professional opinion.

Ditinjau dari segi bentuknya,hukum dapat dibedakan atas :

1. Hukum tertulis ( statute law, written law )
2. Hukum tak tertulis ( unstatutery law, unwritten law )

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.

Sumber-sumber Hukum Bisnis pada Aspek Hukum dalam Ekonomi
Setidaknya ada empat sumber hukum bisnis pada aspek hukum dalam ekonomi, yaitu perundang-undangan, kontrak perusahaan, yurisprudensi, dan kebiasaan. Berikut masing-masing penjelasannya.
1. 1. Perundang-undangan
Perundang-undangan dalam hal ini meliputi undang-undang peninggalan Hindia Belanda di Indonesia pada masa lampau, namun masih dianggap berlaku dan sah hingga saat ini berdasarkan atas peralihan UUD 1945, misalya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Selain itu juga perundang-undangan yang termaktub mengenai perusahaan di Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang terus dilaksanakan dan dikembangkan hingga saat ini.
1. 2. Kontrak Perusahaan
Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui perdamaian, arbitase, atau pengadilan umum sekali pun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas. Tentunya kontrak perusahaan ini yang akan memberikan pertimbangan tertentu sekaligus secara jelas akan mempengaruhi putusan. Karena secara jelas semua menyangkut kontak dan ketentuannya telah tercantum dalam kontrak tersebut.
1. 3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban. Secara otomatis, yurisprudensi ini akan memberikan jaminan perlindungan atas kepentingan pihak-pihak, terutama bagi mereka yang berusaha di Indonesia.
1. 4. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal. Kebiasaan sebagai sumber hukum dapat diikuti pengusaha tatkala peraturan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban tidak tercantum dalam undang-undang dan perjanjian. Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang di kalangan pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai tujuan sesuai kesepakatan. Kebiasaan yang biasanya dapat menjadi acuan bagi perusahaan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perbuatan yang bersifat perdata.
2. Mengenai hak serta kewajiban yang seharusnya dipenuhi.
3. Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatuhan yang ada.
4. Diterima oleh pihak-pihak secara sukarela karena telah dianggap sebagai hal yang logis dan patuh.
5. Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

FRIES ERMESSEN dan PEMERINTAH

A. Prolog Umum
Birokrasi sebenarnya merupakan instrumen kekuasaan yang didesain oleh penguasa untuk menjalankan keputusan-keputusan politiknya dalam arti formil. Namun dalam praktiknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum.

Begitu luasnya cakupan tugas-tugas administrasi negara dan pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Patut disadari, bahwa problem kekuasaan, dan perihal kewenangan serta fenomena konflik struktural merupakan hal yang sukar untuk dipisahkan satu sama lain, terlebih bila berbicara mengenai tata kelola pemerintahan itu sendiri. Kekuasaan merupakan sumber kewenangan dan konflik merupakan konsekuensi yang ditimbulkan dari pelaksanaan kewenangan yang tidak jelas.

Hal ini sepenuhnya telah lama disadari oleh Weber sebagai bapak reformasi birokrasi, bahwa konflik merupakan konsekuensi dari tuntutan struktur birokratis terhadap adanya otoritas kewenangan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Pemberian dan penggunaan kewenangan secara tidak terkontrol oleh hukum dan pengawasan masyarakat dapat menjerumuskan para penguasa birokrasi dan pejabat pemerintahan kepada perbuatan yang sewenang-wenang.

Hukum Administrasi Negara dapat diartikan sebagai perangkat hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan administrasi negara. Administrasi negara di sini mencakup keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh administrasi negara di dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, baik tugas yang berkaitan dengan layanan masyarakat (public service), pelaksanaan pembangunan, kegiatan perekonomian, peningkatan kesejahteraan, dan lain sebagainya.

Termasuk di sini adalah tugas yang dijalankan oleh administrasi negara untuk melaksanakan berbagai tugas yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan administrasi pemerintahan adalah tatalaksana dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual oleh badan atau pejabat pemerintahan (unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan berdasarkan wewenang diluar kekuasaan legislatif dan yudisiil yang diperoleh melalui atribusi, delegasi dan mandat.

B. Good Governance Principals

Upaya menghindari segala bentuk KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya dan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat, melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela, melaksanakan tugas tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dan perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam prakteknya, secara yuridis mengikat penyelenggara negara untuk dilaksanakan dalam tugas dan fungsinya. Dalam perspektif tata kelola pemerintahan, setiap badan atau pejabat pemerintahan dalam menjalankan tanggung jawabnya wajib melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Asas kepastian hukum menghendaki keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. Asas keseimbangan mewajibkan Badan atau Pejabat Pemerintahan untuk menjaga, menjamin, paling tidak mengupayakan keseimbangan, antara kepentingan antar individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; keseimbangan antar individu dengan masyarakat; antar kepentingan warga negara dan masyarakat asing; antar kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; keseimbangan kepentingan antara pemerintah dengan warga negara; keseimbangan antara generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang termasuk keseimbangan antara manusia dan ekosistemnya. Asas ketidakberpihakan menghendaki badan atau pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.

Asas kecermatan mengandung arti, bahwa suatu keputusan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas pengambilan keputusan sehingga keputusan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum keputusan tersebut diambil atau diucapkan.
Asas tidak menyalahgunakan kewenangan mengharuskan setiap badan atau pejabat pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut.

Asas keterbukaan lebih cenderung pada aspek public service yang baik dan bagaimana masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Asas profesionalitas mengutamakan keahlian yang sesuai dengan tugas dan kode etik yang berlaku bagi badan atau pejabat pemerintahan yang mengeluarkan keputusan pemerintahan yang bersangkutan. Asas kepentingan umum lebih menekankan dimensi kebijakan pemerintah yang berdampak pada kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.

C. Fries Ermessen; Mengapa Perlu?

Salah satu aspek penting yang terkait dengan prinsip akuntabilitas dalam reformasi birokrasi Indoensia saat ini adalah perihal kewenangan diskresi. Sebagaimana diketahui, diskresi ataupun yang lazim dikenal dalam bahasa Jerman sebagai Freies Ermessen merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian wet matigheid van bestuur.

Prinsip ini merupakan unsure exception dari asas legalitas itu sendiri. Diskresi dapat dikatakan sebagai bentuk wewenang Badan atau Pejabat Pemerintahan yang memungkinkan untuk melakukan pilihan-pilihan dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup administrasi atau tata kelola suatu pemerintahan.

Lebih jauh, dalam pasal 1 ayat (5) Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) ditegaskan, diskresi merupakan kewenangan Pejabat Administrasi Pemerintahan yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah dengan memperhatikan batas-batas hukum yang berlaku, asas-asas umum pemerintahan yang baik dan norma-norma yang berkembang di masyarakat. Dengan kata lain Diskresi merupakan keputusan pejabat administrasi pemerintahan yang bersifat khusus, bertanggungjawab dan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik demi

Bertolak dari defenisi diatas, maka badan atau pejabat pemerintahan yang diberikan kewenangan diskresi dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi, dan senantiasa memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dipaparka diatas.

Diantara asas-asas umum pemerintahan yang baik yang paling mendasar adalah larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang. badan atau pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi.

Dengan demikian diskresi muncul karena adanya tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai, tujuan bernegara dari paham negara welfare state adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia-pun merupakan bentuk negara kesejahteraan modern yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Dalam paragraf keempat dari pembukaan UUD 1945 tersebut tergambarkan secara tegas tujuan bernegara yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.

Hal tersebut mengakibatkan pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi negara tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih terjadi kekososngan hukum (rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk adanya keleluasaan bergerak, diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) suatu kebebasan bertindak (pouvoir discretionnaire/freies ermessen).

D. Plus Minus Fries Ermesen

Ada beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan prinsip Freies Ermessen atau kebebasan bertindak oleh pejabat pemerintah yaitu diantaranya; pertama; kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali; kedua; badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas; ketiga; sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan kesejahtraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinmais seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.

Namun begitu, disisi lain kebebasan bertindak okleh apartur pemerintahan yang berwenang sudah tentu juga menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya yang menyimpangi asas legalitas dalam arti yuridis (unsur exception).

Memang harus diakui apabila tidak digunakan secara cermat dan hati-hati maka penerapa asas freis ermessen ini rawan menjadi konflik struktural yang berkepanjangan antara penguasa versus masayarakat. Ada beberapa kerugian yang bisa saja terjadi jika tidak diantisipasi secara baik yakni diantaranya;

pertama; aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat dipertanggujawabkan kepada masyarakat;

kedua; sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin buruk akibat kebijakan yang tidak popoluer dan non-responsif diambil oleh pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenang;

ketiga; sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat sejumlah kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontraproduktif dengan keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnya.

Keempat; aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak pro-masyarakat dan terakhir adalah terjadi krisis kepecayaan publik terhadap penguasa dan menurunya wibawa pemernitah dimata masyarakat sebagai akibat kebijakan-kebijakannya yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat.

E. Tolak Ukur Yang Jelas

Terdapat beberapa parameter dalam hal batasan toleransi bagi Badan atau Pejabat pemerintahan dalam menggunakan asas diskresi ini yaitu; (a) adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri; (b) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya untuk itu; (c) tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral. Bila berbicara mengenai pertanggungjawaban maka diskresi akan terkait dengan permasalahan subyek yang memiliki kewenangan membuat diskresi.

Menurut Prof. Muchsan, subyek yang berwenang untuk membuat suatu diskresi adalah administrasi negara dalam pengertian sempit, yaitu eksekutif. Adapun basis argumentasi yuridisnya ialah bahwa pihak eksekutif yang lebih banyak bersentuhan dengan masalah pelayanan publik oleh karena itu diskresi hanya ada dipraktekan dan dikenal dalam tata kelola pemerintahan.

Bentuk-bentuk sederhana dari keputusan administrasi di luar peraturan perundang-undangan yang dapat dilihat dalam contoh kehidupan sehari-hari adalah memo yang dikeluarkan oleh pejabat, pengumuman, surat keputusan (SK) dan sejumlah bentuk lainnya.

Dalam rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) pun memperjelas penyelesaian sengketa yang ditimbulkan oleh diskresi yang sebelumnya belum terakomodir dalam UU PTUN. Mekanisme pertanggungjawaban menurut RUU AP ini adalah mekanisme pertanggungjawaban administrasi terkait dengan keputusan ataupun tindakan yang telah diambil oleh pejabat administrasi pemerintahan.

Menurut RUU AP Pasal 25 ayat (3) dinyatakan; pejabat administrasi pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi.

Sedangkan pertanggungjawaban kepada masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan. Keputusan dan/atau tindakan diskresi pejabat administrasi pemerintahan dapat diuji melalui Upaya Administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara.

Epilog

Disadari atau tidak, fakta emperik menunjukkan, bahwa banyaknya diskresi yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan berpotensi menimbulkan permasalahan hukum dan administratif, sehingga perlu diawasi oleh masyarakat beserta organisasi-organisasi NGO yang concern terhadap good governance. Melihat rawannya potensi kekacauan hukum dan administrasi yang ditimbulkan, maka diskresi harus dapat dipertanggungjawabkan (responsibility) sekaligus dipertanggunggugatkan (accountability).

Oleh karena itu, penggunaan diskresi secara tepat sesuai dengan ketentuaan yang ada, yakni dengan senantiasa bersandar kepada asas-asas umum pemerintahan yang baik tentunya akan membawa manfaat bagi masyarakat. Dalam perspektif ini, perlu ditekankan bahwa seorang pejabat adminisatrasi pemerintahan dituntut harus dapat mempertanggungjawabkan tindakan diskresi yang dibuat olehnya kepada masyarakat tanpa perlu menunggu adanya gugatan secara legalisitik. Mengingat hal tersebut merupakan suatu kewajiban yang sifatnya melekat pada kewenangan yang menjadi dasar akan adanya tindakan diskresi itu sendiri. (*)
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Pengertian Freies Ermessen

Pengertian Freies Ermessen

Sebelum membahas lebih jauh mengenai diskresi, terlebih dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan Freies Ermessenitu sendiri. Banyak pakar hukum yang memberikan definisi asas diskresi, menurut Saut P. Panjaitan, Freies Ermessen(pouvoir discretionnaire, Perancis) ataupun Freies Ermessen (Jerman) merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian wet matigheid van bestuur, jadi merupakan ”kekecualian” dari asas legalitas. Menurut Prof. Benyamin, Freies Ermessen didefinisikan sebagai kebebasan pejabat mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Dengan demikian, menurutnya setiap pejabat publik memiliki kewenangan diskresi. Selanjutnya Gayus T. Lumbuun mendefinisikan Freies Ermessen sebagai berikut:
“Freies Ermessen adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan undang-undang, dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).”
Mengenai definisi tersebut diatas, selanjutnya Gayus T. Lumbuun menjelaskan bahwa secara hukum mungkin orang yang menggunakan asas Freies Ermessentersebut melanggar, tetapi secara azas ia tidak melanggar kepentingan umum dan itu merupkan instant decision (tanpa rencana) dan itu bukan pelanggaran tindak pidana. Sedangkan definisi Freies Ermessenmenurut Sjachran Basah seperti dikutip oleh Patuan Sinaga, adalah:
”…, tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai…, melibatkan administrasi negara di dalam melaksanakan tugas-tugas servis publiknya yang sangat kompleks, luas lingkupnya, dan memasuki semua sektor kehidupan. Dalam hal administrasi negara memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun hukum”.

Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Syachran Basah tersebut, tersimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu Freies Ermessenadalah:
1. Ada karena adanya tugas-tugas public service yang diemban oleh administratur negara;
2. Dalam menjalankan tugas tersebut, para administratur negara diberikan keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan;
3. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun hukum.
Dengan demikian Freies Ermessen muncul karena adanya tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai, tujuan bernegara dari faham negara kesejahteraan adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia-pun merupakan bentuk negara kesejahteraan modern yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Dalam paragraf keempat dari pembukaan UUD 1945 tersebut tergambarkan secara tegas tujuan bernegara yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiaban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.
Hal tersebut mengakibatkan pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi negara tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih ketiadaan peraturan perundang-undangan (rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk adanya keleluasaan bergerak, diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) suatu kebebasan bertindak yang seringkali disebut fries ermessen (Jerman) ataupun pouvoir discretionnaire (Perancis).
2. Batas Toleransi freis ermessen
Kebebasan bertindak sudah tentu akan menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya menyimpangi asas legalitas dalam arti sifat ”pengecualian” jenis ini berpeluang lebih besar untuk menimbulkan kerugian kepada warga masyarakat. Oleh karena itu terhadap Freies Ermessenperlu ditetapkan adanya batas toleransi.
Batasan toleransi dari Freies Ermessenini dapat disimpulkan dari pemahaman yang diberikan oleh Sjahran Basah sebelumnya, yaitu adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri; untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya untuk itu; tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.
Jika kita berbicara mengenai pertanggungjawaban, maka Freies Ermessenakan terkait dengan permasalahan subyek yang memiliki kewenangan membuat diskresi, maka subyek yang berwenang untuk membuat suatu Freies Ermessenadalah administrasi negara dalam pengertian sempit, yaitu eksekutif. Argumentum yang dikedepankan sehubungan dengan hal ini adalah bahwa eksekutiflah yang lebih banyak bersentuhan dengan masalah pelayanan publik oleh karena itu Freies Ermessenhanya ada di lingkungan pemerintahan (eksekutif).
Bentuk-bentuk sederhana dari keputusan administrasi di luar peraturan perundang-undangan yang dapat dilihat dalam contoh kehidupan sehari-hari adalah memo yang dikeluarkan oleh pejabat, pengumuman, surat keputusan (SK), surat penetapan, dan lain-lain.
Menurut Prof. Muchsan, pelaksanaan Freies Ermessenoleh aparat pemerintah (eksekutif) dibatasi oleh 4 (empat) hal, yaitu:
1. Apabila terjadi kekosongan hukum;
2. Adanya kebebasan interprestasi;
3. Adanya delegasi perundang-undangan;
4. Demi pemenuhan kepentingan umum.
Selanjutnya mengenai apakah Freies Ermessenperlu diatur atau dibatasi Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Prof. Bintan R. Saragih berpendapat bahwa Freies Ermessentidak perlu diatur atau dibatasi karena sudah ada pertanggungjawabannya sendiri baik secara moral maupun hukum. Ditambahkan lagi oleh Prof. Bintan R. Saragih, bahwa pengaturan mengenai Freies Ermessenpejabat hanya lazim digunakan pada sistem parlementer, sementara sistem presidensial lebih menggunakan kebiasaan.
Penerapan Asas Freies ErmessenDalam Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara, disamping keputusan pelaksanaan (ececutive dececion atau gebonden beschikking) juga ada yang disebut dengan keputusan bebas (discretionary decision atau Vrije beschikking). Keputusan bebas ini biasa kita kenal dengan istilah asas Freies Ermessenatau freis ermessen. Aparat pemerintah (eksekutif) dalam pelaksanaan fungsinya (struktural maupun fungsional) dapat melakukan suatu tindakan berupa membuat suatu keputusan (beschikking) meskipun hal tersebut belum diatur secara tegas atau bertentangan dengan undang-undang.
Menurut Prof. Muchsan, asas Freies Ermessenharus berlandaskan pada 2 (dua) hal:
1. Landasan Yuridis.
2. Kebijakan.
Kebijakan disini dibagi menjadi dua kategori, pertama kebijakan yang bersifat mutlak (absolut) yang kedua yaitu kebijakan yang bersifat tidak mutlak (relatif), hal ini dapat terjadi karena hukumnya tidak jelas.
Berikut ini penulis memberikan contoh Freies Ermessenpositif yang dilakukan oleh aparat pemerintah:
“Di sebuah perempatan, kondisi jalanan macet, arus dari arah A terlalu padat sementara arah sebaliknya (arus B) lengang. Polisi kemudian memberi instruksi kepada pengendara dari arus A untuk terus berjalan walaupun lampu lalu lintas berwarna merah.”
Jika kita melihat contoh diatas, maka Freies Ermessentetap dapat digunakan dengan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiaban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.
Hal tersebut mengakibatkan pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi negara tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih ketiadaan peraturan perundang-undangan (rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk adanya keleluasaan bergerak, diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) suatu kebebasan bertindak yang seringkali disebut fries ermessen (Jerman) ataupun pouvoir discretionnaire (Perancis).
Kewenangan freies ermessen diberikan oleh pemerintah atas dasar fungsi pemerintah, yaitu untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, dan kewenangan ini merupakan konsekuensi logis dari konsep Negara hukum modern (welfare state). Namun, tentu saja kewenangan ini (freies ermessen) tidak dapat digunakan tanpa batas dan haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk mengoptimalkan pelayanan public
b. Merupakan tindakan aktif dari administrasi Negara
c. Dimungkinkan oleh hokum
d. Atas inisiatif sendiri
e. Bertujuan untuk penyelesaian masalah-masalah penting yang timbul secara mendadak.
f. Dapat dipertanggungjawabkan

Dalam prakteknya, freies ermessen, dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
a) Belum ada peraturan perundangan yang mengatur tentang penyelesaian secara konkrit terhadap suatu masalah tertentu, dimana masalah tersebut harus segera diselesaikan.
b) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya.
c) Adanya delegasi perundang-undangan, yang artinya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri sebuah urusan, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, pemerintah daerah bebas untuk mengelola sumber-sumber keuangan daerah asalkan merupakan sumber yang sah.

Dalam ilmu Hukum Administrasi, freies ermessen ini diberikan hanya kepada pemerintah, dan ketika freies ermessen ini diwujudkan menjadi instrument yuridis yang tertulis, maka jadilah ia sebagai peraturan kebijaksanaan.
Diskresi (freies ermessen) adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan pada pejabat publik yang berwenang berdasarkan pendapat sendiri. Diskresi diperlukan sebagai pelengkap asas legalitas, yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap tindak atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan undang-undang, akan tetapi tidak mungkin bagi undang-undang untuk mengatur segala macam hal dalam praktek kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu diperlukan adanya kebebasan atau diskresi pada pejabat publik dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewajiban yang dibebankan kepadanya.


Pustaka
1. Hardjon, Philipus M, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997.
2. Marbun, SF. ed, Pokok-pokok Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001.
3. Freies ErmessenPejabat Sulit Dicari Batasannya, http://www.hukumonline.com,
4. Gayus T. Lumbuun, Pro Kontra Rencana Pembuatan Peraturan untuk Melindungi Pejabat Publik, http://www.hukumonline.com,.
5. www.google.com,pengertian freiss ermessen,
6.W.Riawan Tjandra, instrument yuridis pemerintah, Hukum Administrasi Negara, UAJ ,Yogyakarta 2008

»»  baca lanjutannya sob .. ..

(freies ermessen) pembuatan mobil nasional

Proyek mobil nasional yang dicanangkan di masa rezim orde baru merupakan contoh nyata terjadinya penyalahgunaan diskresi dalam praktek penyelenggaraan negara. Dengan dalih untuk memajukan industri otomotif di Indonesia agar setaraf dengan negara maju, Soeharto sebagai seorang pejabat publik telah dengan sengaja melakukan pelanggaran beberapa asas hukum yang seharusnya tetap dipedomani, sekalipun kebijakan yang dibuatnya tersebut (jikapun bisa) dikategorikan kedalam suatu bentuk diskresi, yaitu :

Keputusan pemerintah untuk memberikan keistimewan-keistimewaan pembebasan pajak kepada PT. Timor Putra Nasional telah melanggar asas legalitas terhadap Undang-undang perpajakan yang seharusnya dikenakan secara sama pada para pengusaha;

Saat diberlakukannya keputusan pemerintah tersebut, reaksi pasar baik didalam negeri maupun diluar negeri sangat negatif tetapi pemerintah tetap memaksakan kebijakan yang menimbulkan heboh tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan reaksi tidak diterimanya kebijaksanaan pemerintah tersebut oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional maka legitimitas keputusan pemerintah tersebut sangat kurang dan oleh karenanya sangat tidak layak untuk tetap dipertahankan;

Telah dilanggar prinsip-prinsip moralitas atau rasa keadilan masyarakat yang seharusnya senantiasa diperhatikan dan dijunjung tinggi oleh pembuat kebijakan, dengan dalih apapun atau sebodoh apapun masyarakat Indonesia pasti mengetahui bahwa kebijakan yang dibuat oleh Soeharto adalah upaya memperkaya diri sendiri, keluarga atau kroni-kroninya.

Lebih lanjut Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa pembuatan keputusan pemerintah yang dibuat oleh pejabat publik terikat kepada 3 (tiga) asas hukum, yaitu :

Asas yuridikitas (rechtsmatigheid), artinya keputusan pemerintah tidak boleh melanggar hukum;

Asas legalitas (wetmatigheid), artinya keputusan pemerintah harus diambil berdasarkan suatu ketentuan perundang-undangan;

Asas diskresi (freies ermessen), artinya pejabat publik tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan tidak ada peraturannya, dan oleh karena itu diberi kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut di atas.

Jika kita merujuk kepada asas-asas suatu pemerintahan yang baik dan bersih (good governance), maka dalam kasus Proyek Mobil Nasional, Soeharto sebagai seorang pejabat publik pada saat itu dinilai telah melakukan penyalahgunaan jabatan dan wewenang atau paling kurang tidak berupaya bagi pencapaian dan pemeliharaan suatu pemerintahan yang baik dan bersih, yaitu dengan ditegakkannya asas-asas :

Orang-orang yang ikut menentukan atau dapat mempengaruhi terjadinya keputusan tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi (vested interest) di dalam keputusan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung;

Jika kita merujuk kepada prinsip ini, maka kebijakan proyek mobil nasional harus batal demi hukum tanpa memeriksa lagi kasusnya, oleh karena bukan hanya vested interest yang telah terjadi disini melainkan hal yang lebih parah,yaitu unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme;

2. Asas Larangan Kesewenang-wenangan, dalam kasus Proyek Mobil Nasional tersebut Soeharto telah melakukan suatu kebijakan tanpa mempertimbangkan semua faktor yang relevan secara lengkap dan wajar, sehingga secara logika tampak atau terasa adanya ketimpangan. Sikap sewenang-wenang tersebut dikategorikan telah terjadi oleh karena ia menolak untuk meninjau kembali keputusannya yang oleh masyarakat yang bersangkutan dianggap tidak wajar. Keputusan tersebut dapat digugat pada pengadilan perdata sebagai perbuatan penguasa yang melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad);

Asas larangan penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir), yaitu Soeharto menyalahgunakan wewenang diskresi yang diberikan kepadanya, oleh karena secara substansi kebijakan diskresi tersebut dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan atau menyimpang dari yang apa-apa yang dimaksudkan oleh undang-undang yaitu memperkaya diri sendiri, keluarga dan kroninya;

Asas larangan melakukan diskriminasi hukum, dalam kasus Proyek Mobil Nasional ini Soeharto dinilai bahwa tidak mampu untuk berpikir, mempertimbangkan segala sesuatunya, dan melakukan evaluasi sedemikian rupa sehingga memperlakukan anggota masyarakat lain (dalam hal ini para pengusaha) secara sama dan sebanding. Dalam penunjukan kepada PT. Timor Putra Nasional yang nota-bene merupakan milik anak dan kroni-kroninya sendiri, maka secara jelas ia telah melakukan tindakan pandang bulu, pilih kasih. Padahal Soeharto sangat mengetahui bahwa tindakan-tindakan seperti ini sangat terlarang, karena merusak tujuan dari hukum obyektif, sehingga pada akhirnya akan merongrong hukum dan wibawa negara dengan timbulnya suatu kesan bahwa negara adalah milik dari rakyat golongan tertentu saja.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

siklus akuntansi [akuntansi pengantar]

SIKLUS AKUNTANSI





jurnal adalah :

Alat untuk mencatat transaksi perusahaan yang dilakukan secara kronologis berdasarkan urut waktu terjadinya ) dengan menunjukan rekening yang harus didebit dan dikredit beserta jumlah rupiahnya masing – masing.

Bentuk jurnal :

Tanggal

Keterangan

Ref

Jumlah

Debit

Kredit






Contoh : sama dengan contoh soal sebelumnya

( persamaan akuntansi )

Jawab : Jurnal untuk perusahaan Jasa Piko

Tanggal

Nama rekening

Ref

Jumlah

Debit

Kredit

1 Maret

2 Maret

3 Maret

5 Maret

6 Maret

9 Maret

12 Maret

14 Maret

16 Maret

19 Maret

21 Maret

24 Maret

25 Maret

26 Maret

27 Maret

27 Maret

28 Maret

30 Maret

30 Maret

31 Maret

31 Maret

31 Maret

Kas

Gedung

Kendaraan

Modal

Perlengkapan

Kas

Peralatan

Utang usaha

Perlengkapan

Utang usaha

Kas

Utang bank

Kas

Pendapatan

Peralatan

Kas

Perlengkapan

Utang usaha

Biaya makan

Kas

Kas

Pendapatan

Biaya listrik, Air & Telp

Kas

Prive

Kas

Utang usaha

Kas

Biaya transportasi

Kas

Utang usaha

Kas

Biaya servis

Kas

Kas

Pendapatan

Utang usaha

Kas

Biaya makan

Kas

Biaya perlengkapan

Perlengkapan

Biaya gaji

Kas

Utang bank

Kas

70.000.000

100.000.000

50.000.000

20.000.000

35.000.000

10.000.000

50.000.000

15.000.000

20.000.000

10.000.000

1.300.000

20.000.000

2.000.000

10.000.000

14.000.000

500.000

21.000.000

250.000

22.000.000

10.000.000

1.500.000

17.500.000

10.000.000

2.000.000

220.000.000

20.000.000

35.000.000

10.000.000

50.000.000

15.000.000

20.000.000

10.000.000

1.300.000

20.000.000

2.000.000

10.000.000

14.000.000

500.000

21.000.000

250.000

22.000.000

10.000.000

1.500.000

17.500.000

10.000.000

2.000.000

Jumlah


512.050.000

512.050.000

POSTING KE BUKU BESAR

Yaitu : Pemindahan ayat jurnal yang telah dibuat dalam buku jurnal ke buku besar

Nama Perkiraan Kode Perkiraan

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit








Soal sama sengan soal diatas ---------------&~~SPECIAL_REMOVE!#~~gt; jurnal umum posting ke buku besar

Nama Perkiraan : Kas Kode Perkiraan : 1.1.1

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

1/3

2/3

6/3

9/3

12/3

16/3

19/3

21/3

24/3

25/3

26/3

27/3

27/3

28/3

30/3

30/3

31/3

31/3

Setoran awal

Pembelian Perlengkapan

Pinjaman bank

Pendapatan

Pembelian Peralatan

Bayar biaya makan

Pendapatan

Bayar biaya L, A & T

Pengambilan u/ pribadi

Pembayaran utang usaha

Bayar biaya transportasi

Bayar utang usaha

Bayar biaya servis

Pendapatan

Pembayaran utang usaha

Bayar biaya makan

Bayar gaji

Bayar utang bank

JU-1

JU-1

JU-1

JU-1

JU-1

JU-1

JU-1

JU-1

JU-1

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

JU-2

70.000.000

50.000.000

15.000.000

20.000.000

22.000.000

20.000.000

20.000.000

1.300.000

2.000.000

10.000.000

14.000.000

500.000

21.000.000

250.000

10.000.000

1.500.000

10.000.000

2.000.000

70.000.000

50.000.000

100.000.000

115.000.000

95.000.000

93.700.000

113.700.000

111.700.000

101.700.000

87.700.000

87.200.000

66.200.000

65.950.000

87.950.000

77.950.000

76.450.000

66.450.000

64.450.000


Nama Perkiraan : Perlengkapan Kode Perkiraan : 1.1.2

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

2/3

5/3

14/3

31/3

Pembelian

Pembelian

Pembelian

Pemakaian perlengkapan

JU-1

JU-1

JU-1

JU-2

20.000.000

10.000.000

10.000.000

17.500.000

20.000.000

30.000.000

40.000.000

22.500.000


Nama Perkiraan : Gedung Kode Perkiraan : 1.2.1

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

1/3

Setoran awal

JU-1

100.000.000


100.000.000


Nama Perkiraan : Kendaraan Kode Perkiraan : 1.2.2

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

1/3

Setoran awal

JU-1

50.000.000


50.000.000


Nama Perkiraan : Peralatan Kode Perkiraan : 1.2.3

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

3/3

12/3

Pembelian

Pembelian

JU-1

JU-1

35.000.000

20.000.000


35.000.000

55.000.000


Nama Perkiraan : Utang usaha Kode Perkiraan : 2.1.1

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

3/3

5/3

14/3

25/3

27/3

30/3

Pembelian peralatan

Pembelian perlengkapan

Pembelian perlengkapan

Pembayaran utang usaha

Pembayaran utang usaha

Pembayaran utang usaha

JU-1

JU-1

JU-1

JU-2

JU-2

JU-2

14.000.000

21.000.000

10.000.000

35.000.000

10.000.000

10.000.000


35.000.000

45.000.000

55.000.000

41.000.000

20.000.000

10.000.000

Nama Perkiraan : Utang bank Kode Perkiraan : 2.2.1

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

6/3

31/3

Penerimaan pinjaman

Pembayaran utang bank

JU-1

JU-2

2.000.000

50.000.00


50.000.000

48.000.000

Nama Perkiraan : Modal Kode Perkiraan : 3.1.1

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

1/3

Setoran awal

JU-1


220.000.000


220.000.000

Nama Perkiraan : Prive Kode Perkiraan : 3.1.2

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

24/3

Pengambilan uang untuk pribadi

JU-2

10.000.000


10.000.000


Nama Perkiraan : Pendapatan Kode Perkiraan : 4.1.1

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

9/3

19/3

28/3

Penerimaan penghasilan

Penerimaan penghasilan

Penerimaan penghasilan

JU-1

JU-1

JU-2


15.000.000

20.000.000

22.000.000


15.000.000

35.000.000

57.000.000

Nama Perkiraan : Biaya makan Kode Perkiraan : 5.1.1

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

16/3

30/3

Makan karyawan

Makan karyawan

JU-1

JU-2

1.300.000

1.500.000


1.300.000

2.800.000


Nama Perkiraan : Biaya L, A & T Kode Perkiraan : 5.1.2

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

21/3

Pembayaran biaya listrik, air & telp.

JU-2

2.000.000


2.000.000


Nama Perkiraan : Biaya transportasi Kode Perkiraan : 5.1.3

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

26/3

Bayar biaya transportasi


500.000


500.000


Nama Perkiraan : Biaya servis Kode Perkiraan : 5.1.4

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

27/3

Servis kendaraan


250.000


250.000


Nama Perkiraan : Biaya perlengkapan Kode Perkiraan : 5.1.5

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

31/3

Pemakaian perlengkapan


17.500.000


17.500.000


Nama Perkiraan : Biaya gaji Kode Perkiraan : 5.1.6

Tgl

Keterangan

Ref

Debit

Kredit

Saldo

Debit

Kredit

31/3

Gaji karyawan


10.000.000


10.000.000


NERACA SALDO

Adalah : Suatu daftar yang berisikan saldo rekening yang terdapat di buku besar

Perusahaan Jasa Piko

Neraca Saldo

Per 31 Maret 2009

Keterangan

Debit

Kredit

Kas

Perlengkapan

Gedung

Kendaraan

Peralatan

Utang Usaha

Utang Bank

Modal

Prive

Pendapatan

Biaya makan

Biaya listrik, Air & Telpon

Biaya transportasi

Biaya servis

Biaya perlengkapan

Biaya gaji

Rp. 64.450.000

22.500.000

100.000.000

50.000.000

55.000.000

10.000.000

2.800.000

2.000.000

500.000

250.000

17.500.000

10.000.000

Rp. 10.000.000

48.000.000

220.000.000

57.000.000

Jumlah

335.000.000

335.000.000

»»  baca lanjutannya sob .. ..