(management file – Service) – Pemasaran jasa punya
karakteristik yang sangat berbeda dibandingkan dengan pemasaran produk.
Karakteristik-karakteristik utama ini diantaranya "intangibility,
inseparability, variability dan perishability "memunculkan masalah yang unik
dalam pemasaran jasa, sehingga ini nantinya mempengaruhi strategi pemasaran
jasa yang dikembangkan.
Intangibility
Karakteristik jasa yang paling jelas adalah tidak berwujud. Pada produk, kita bisa melihat dan merasakan bentuk dari produk, melihat contoh produk dan menilai kecocokannya. Berbeda dengan jasa, dimana kita harus melewati suatu customer experience terlebih dahulu sebelum mengevaluasi jasa tersebut.
Intangibility ini memunculkan beberapa masalah yakni tidak dapat disimpan sebagai persediaan, dan tidak bisa dengan mudah dikomunikasikan kepada pelanggan. Harga juga jadi masalah, karena ini tergantung pada persepsi tiap orang. Lalu bagaimana mengatasinya?
Dalam jasa, kita mengenal physical evidence, yakni elemen dari 7P marketing mix. Untuk mengatasi intangibility ini, maka kita dapat menggunakan physical evidence, yakni penampilan fisik dari tempat serta pelaku jasa. Misalnya, interior yang menarik dari sebuah restoran, hingga seragam dari pelayannya.
Lalu kesulitan dalam mengkomunikasikan jasa dapat diatasi dengan menciptakan image yang kuat mengenai brand. Jika berhasil menciptakan image kuat, maka orang akan cenderung lebih percaya terhadap pelayanan yang diberikan.
Selain itu, kebijakan pricing juga bisa menjadi salah satu indicator akan kualitas. Biasanya, dengan harga premium tentunya kualitas pelayanan juga lebih tinggi sementara harga yang rendah mengindikasikan kualitas yang belum pasti, atau memang kurangnya pengalaman.
Namun, tangibility dari suatu jasa terutama terletak pada interaksi, tingkat perhatian, dan keramahan dari pemberi jasa kepada pelanggan. Oleh karena itu, sisi membina hubungan yang baik dengan pelanggan menjadi suatu tugas yang penting.
Inseparability
Perusahaan, biasanya memproduksi barang pada satu lokasi pusat, kemudian mengirimnya ke tempat dimana pelanggannya paling banyak. Selain itu, inseparability juga berarti bahwa produksi jasa tidak dapat terpisahkan dengan konsumsinya. Sehingga, dalam kata lain, pelanggan juga ikut terlibat dalam proses produksi suatu jasa. Sehingga, penyedia jasa perlu untuk mengelola proses produksi jasanya dengan baik supaya menghasilkan kualitas dan nilai yang diinginkan.
Selagi pelanggan memberikan pelayanan, jika pada saat itu terdapat pelanggan lain yang ikut menyaksikan, maka otomatis pelanggan tersebut juga terlibat dalam proses produksi, karena itu menjadi suatu shared experience untuknya. Misalnya, jika seorang pelanggan yang sedang menunggu makanannya melihat bahwa pelanggan lain mengkomplain bahwa ia menemukan kecoa dalam makanannya, maka itu akan menjadi pengalaman yang tidak mengenakkan bagi pelanggan lainnya.
Masalah yang timbul dari inseparability menjadikan kita harus mengadopsi berbagai strategi sebagai berikut:
Intangibility
Karakteristik jasa yang paling jelas adalah tidak berwujud. Pada produk, kita bisa melihat dan merasakan bentuk dari produk, melihat contoh produk dan menilai kecocokannya. Berbeda dengan jasa, dimana kita harus melewati suatu customer experience terlebih dahulu sebelum mengevaluasi jasa tersebut.
Intangibility ini memunculkan beberapa masalah yakni tidak dapat disimpan sebagai persediaan, dan tidak bisa dengan mudah dikomunikasikan kepada pelanggan. Harga juga jadi masalah, karena ini tergantung pada persepsi tiap orang. Lalu bagaimana mengatasinya?
Dalam jasa, kita mengenal physical evidence, yakni elemen dari 7P marketing mix. Untuk mengatasi intangibility ini, maka kita dapat menggunakan physical evidence, yakni penampilan fisik dari tempat serta pelaku jasa. Misalnya, interior yang menarik dari sebuah restoran, hingga seragam dari pelayannya.
Lalu kesulitan dalam mengkomunikasikan jasa dapat diatasi dengan menciptakan image yang kuat mengenai brand. Jika berhasil menciptakan image kuat, maka orang akan cenderung lebih percaya terhadap pelayanan yang diberikan.
Selain itu, kebijakan pricing juga bisa menjadi salah satu indicator akan kualitas. Biasanya, dengan harga premium tentunya kualitas pelayanan juga lebih tinggi sementara harga yang rendah mengindikasikan kualitas yang belum pasti, atau memang kurangnya pengalaman.
Namun, tangibility dari suatu jasa terutama terletak pada interaksi, tingkat perhatian, dan keramahan dari pemberi jasa kepada pelanggan. Oleh karena itu, sisi membina hubungan yang baik dengan pelanggan menjadi suatu tugas yang penting.
Inseparability
Perusahaan, biasanya memproduksi barang pada satu lokasi pusat, kemudian mengirimnya ke tempat dimana pelanggannya paling banyak. Selain itu, inseparability juga berarti bahwa produksi jasa tidak dapat terpisahkan dengan konsumsinya. Sehingga, dalam kata lain, pelanggan juga ikut terlibat dalam proses produksi suatu jasa. Sehingga, penyedia jasa perlu untuk mengelola proses produksi jasanya dengan baik supaya menghasilkan kualitas dan nilai yang diinginkan.
Selagi pelanggan memberikan pelayanan, jika pada saat itu terdapat pelanggan lain yang ikut menyaksikan, maka otomatis pelanggan tersebut juga terlibat dalam proses produksi, karena itu menjadi suatu shared experience untuknya. Misalnya, jika seorang pelanggan yang sedang menunggu makanannya melihat bahwa pelanggan lain mengkomplain bahwa ia menemukan kecoa dalam makanannya, maka itu akan menjadi pengalaman yang tidak mengenakkan bagi pelanggan lainnya.
Masalah yang timbul dari inseparability menjadikan kita harus mengadopsi berbagai strategi sebagai berikut:
1) Rekrut dan latih karyawan dengan baik, supaya mereka bisa memberikan pelayanan sesuai dengan yang diharapkan
2) Kembangkan strategi-strategi untuk mengelola pelanggan, misalnya seperti memberlakukan sistem reservasi dan home delivery.
3) Membuka lebih dari satu lokasi, sehingga lebih memperluas basis pelanggan yang ingin menikmati pelayanan Anda.
Dalam menentukan bentuk dari pelayanan maupun kebijakan harga terkait dengan
masalah inseparability, maka terlebih dahulu harus diidentifikasi sejauh mana
level personalisasi yang dibutuhkan pelanggan serta dilakukan perusahaan.
Misalnya, untuk pelanggan preferred banking maka lebih membutuhkan
personalization, dibandingkan dengan nasabah biasa, yang mungkin cukup dengan
menggunakan ATM atau online banking saja.
Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, clan di mana jasa tersebut dihasilkan.
Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa (Bovee, Houston, dan Thin, 1995), yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Pada industri jasa yang bersifat people-based.
komponen manusia yang terlibat jauh lebih banyak daripada jasa yang bersifat equipment-based. Inaplikasinya adalah bahwa basil (outcome) dari operasi jasa yang bersifat people-based cenderung kurang terstandarisasi dan seragam dibandingkan hasil dari jasa yang bersifat equipment-based maupun operasi manufaktur. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk mernilih penyedia jasa. Dalam ha] ini penyedia jasa dapat menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian kualitasnya, yaitu:
Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.
Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa (service- performance process). Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyiapkan suatu cetak biro jasa yang rnenggambarkan peristiwa atau event dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut.
Memantau kepuasan pelanggan melatui sistem saran dan keluhan, survai pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.
Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik dokter gigi akan berlalu/hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.
Kondisi di atas tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan, Tetapi kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman, misalnya permintaan akan jasa transportasi antar kota akan melonjak menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru; permintaan akan jasa-jasa rekreasi dan hiburan meningkat selama musim liburan, dan sebagainya. Oleh karena itu perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya (substitusi dari persediaan jasa) guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap biaya dan pendapatan bila kapasitas ditetapkan terlalu tinggi atau terlampau rendah.
Menurut Stanton, Etzel, dan Walker (1991), ada pengecualian dalam karakteristik perishability clan penyimpanan jasa. Dalam kasus tertentu, jasa bisa disimpan, yaitu dalam bentuk pemesanan (misalnya reservasi tiket pesawat dan kamar hotel), peningkatan permintaan akan suatu jasa pada saat permintaan sepi (misalnya minivacation weekends di hotel-hotel • tertentu), dan penundaan penyampaian jasa (misalnya asuransi). Sebagai contoh, jasa asuransi dibeli oleh pelanggan, kemudian jasa tersebut ditahan oleh perusahaan asuransi sampai saat dibutuhkan oleh pemegang polls atau ahli waris klien yang bersangkutan. Dengan demikian hat ini bisa dianggap sebagai suatu bentuk penyimpanan.
Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, clan di mana jasa tersebut dihasilkan.
Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa (Bovee, Houston, dan Thin, 1995), yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Pada industri jasa yang bersifat people-based.
komponen manusia yang terlibat jauh lebih banyak daripada jasa yang bersifat equipment-based. Inaplikasinya adalah bahwa basil (outcome) dari operasi jasa yang bersifat people-based cenderung kurang terstandarisasi dan seragam dibandingkan hasil dari jasa yang bersifat equipment-based maupun operasi manufaktur. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk mernilih penyedia jasa. Dalam ha] ini penyedia jasa dapat menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian kualitasnya, yaitu:
Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.
Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa (service- performance process). Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyiapkan suatu cetak biro jasa yang rnenggambarkan peristiwa atau event dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut.
Memantau kepuasan pelanggan melatui sistem saran dan keluhan, survai pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.
Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik dokter gigi akan berlalu/hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.
Kondisi di atas tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan, Tetapi kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman, misalnya permintaan akan jasa transportasi antar kota akan melonjak menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru; permintaan akan jasa-jasa rekreasi dan hiburan meningkat selama musim liburan, dan sebagainya. Oleh karena itu perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya (substitusi dari persediaan jasa) guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap biaya dan pendapatan bila kapasitas ditetapkan terlalu tinggi atau terlampau rendah.
Menurut Stanton, Etzel, dan Walker (1991), ada pengecualian dalam karakteristik perishability clan penyimpanan jasa. Dalam kasus tertentu, jasa bisa disimpan, yaitu dalam bentuk pemesanan (misalnya reservasi tiket pesawat dan kamar hotel), peningkatan permintaan akan suatu jasa pada saat permintaan sepi (misalnya minivacation weekends di hotel-hotel • tertentu), dan penundaan penyampaian jasa (misalnya asuransi). Sebagai contoh, jasa asuransi dibeli oleh pelanggan, kemudian jasa tersebut ditahan oleh perusahaan asuransi sampai saat dibutuhkan oleh pemegang polls atau ahli waris klien yang bersangkutan. Dengan demikian hat ini bisa dianggap sebagai suatu bentuk penyimpanan.