TUMPANG SARI



1. Tumpang sari (intercropping), melakukan penanaman lebih dari tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.ika Anda hanya memiliki lahan yang sempit, jangan takut berharap bisa menuai hasil panen yang besar. Sekarang sudah ada resepnya. Petani di lereng Gunung Merapi membuktikan. Resep manjur itu adalah sistem tanam tumpangsari.

Sistem tanam model tumpangsari bukanlah hal baru bagi petani. Ide dasarnya adalah menanam beberapa jenis tanaman dalam satu lahan. Sistem ini mengurangi pengeluaran petani untuk biaya pengolahan lahan serta meningkatkan hasil panen berlipat ganda. Menurut, Nur Sriyanto, Sekretaris Kelompok Tani Ngudi Rejeki, Desa Sidorejo, Kemalang, Klaten, sistem tanamsari tak jauh beda dengan pengolahan lahan biasa. Namun, petani perlu menjadwal waktu tanam jenis-jenis tanaman yang akan dibudidayakan secara teliti. Sebagai contoh, petani ingin membudidayakan loncang, kol bunga atau kol bulat, sawi, dan cabe. Maka, petani perlu memahami sifat-sifat masing-masing jenis tanaman terlebih dahulu untuk membuat jadwal tanamnya.

"Setelah pengolahan lahan selesai, petani mesti menanam kol bunga dan cabe. Perlakukan dua jenis tanaman ini tidak jauh berbeda. Petani juga bisa juga menanam sawi di sepanjang tepi gulutan. Kol bunga akan bisa dipanen setelah umur dua bulan. Sementara cabe baru bisa dipanen setelah empat bulan. Sambil menunggu panen cabe, petani dalam waktu yang relatif singkat bisa memanen kol bunga dan sawi. Hasil panen kol bunga dan sawi bisa mengembalikan 50 prosen modal yang dikeluarkan petani. Setelah panen kol bunga dan sawi, kol bunga bisa diganti tanaman loncang, sementara sawi akan terus bisa dipanen secara periodikal. Loncang sekitar 2 bulan selanjutnya bisa dipanen," ujarnya.

Sembari menanam loncang, petani mulai melakukan perawatan terhadap tanaman cabe, terutama penanggulangan hama, memberi pupuk tambahan, dan penyiangan. Loncang bisa dipanen setiap saat, perawatannya juga mudah. Budidaya loncang bisa menjadi masukan harian bagi petani.

"Hasil panen jenis tanaman loncang, sawi, kol bunga, kol bulat, petani sudah dapat mengembalikan modal. Bahkan, jika harga tidak anjlog petani bisa mendapat keuntungan," lanjut Nur Sriyanto.

Dengan sistem tanam seperti tanaman cabe bisa dikatakan sebagai keuntungan petani. Berapapun harga cabe, petani tetap untung. Terlebih jika harga cabe sedang bagus, maka petani bisa memperoleh pendapatan yang sangat besar.

Untuk petani lahan kering, pengolahan lahan dilakukan pada bulan Oktober dan November. Pada bulan Desember, saat musim hujan petani mulai melakukan kegiatan tanam. Pada akhir Januari petani sudah bisa panen sawi. Jadi, petani bisa mendapat pemasukan. Pada awal maret petani bisa panen kol bunga, dan locang dan seterusnya.

Hal serupa dikatakan oleh Srijono, warga Desa Tegalmulyo, Kemalang. Ia mencontohkan untuk lahan seluas 1000 M2, untuk pengolahan lahan petani mengeluarkan modal 500 ribu, pupuk kandang 200 ribu, plastik mulsa 400 ribu, bibit 650 ribu, obat-obatan 300 ribu, dan ongkos perawatan 300 ribu, jadi total pengeluaran petani sebesar 2,35 juta. Sementara penghasilan petani dari kol bunga sebesar 1 juta, sawi sebesar 1,2 juta, loncang sebesar 1,8 juta, dan dari cabe sebesar 2,5 juta. Jadi, penghasilan petani sebesar 7,5 juta. Petani juga mendapat tambahan dari sisa-sisa panen yang dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

"Hambatan utama petani adalah angin musiman, naik-turun harga pasaran, dan serangan kera. Idealnya ada komunikasi antara petani, kelompok tani, dan pemerintah untuk mencari jalan keluar yang terbaik," lanjunya. Srijono optimis dalam harga yang anjlog pun dengan sistem tumpangsari petani tidak rugi.

http://paryo.multiply.com/photos/album/13/Pertanian_Tumpangsari


2. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.










3. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
Pemanfaatan lahan tambang belum sepenuhnya dioptimalkan oleh masyarakat Bangka Belitung khususnya dan Indonesia umumnya baik pada sektor pertanian, peternakan, perikanan maupun kawasan taman wisata, edukasi dll. Kalau kita flash back sebelumnya baru dominan hanya berkutik seputar penghijauan lingkungan, rehabilitasi lahan, dan konservasi alam sementara sedikit sekali riset dan aplikasi teknologi kearah ini. Fokus kita tidak lain adalah perubahan ”mindsets” masyarakat dalam pemanfaatan lahan dengan menggunakan teknologi “Drip Irrigation System (DIS)” atau sistem irigasi tetes terutama sektor budidaya tanaman holtikoltura dan buah-buahan (sayuran, padi, jagung, pepaya, tomat, kacang-kacangan, semangka, melon dll.) yang rakus akan air, jika tidak terpenuhi kebutuhan air maka dalam waktu singkat pun dapat menurunkan produktivitas hasil. Alternatifnya tiada lain harus memenuhi suplai air dan mineral secara seimbang dan seefesien mungkin terutama pada musim kering atau kemarau pajang dan semakin berkurangnya kualitas dan kuantitas lahan petanian kita.

Lantas terobosan baru apa yang dapat menjawab kegundahan petani kita dalam memanfaatkan lahan tambang yang manjadi lahan tidur dengan jumlahnya diperkirakan sekitar 10.000 ha tersebut ?. Sistem irigasi adalah salah satu terobosan yang bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi dalam aplikasi dan suplai air yang diletakkan di zona perakaran tanaman holtikultura. Aplikasi teknologi "DIS atau SIT" ini sudah dimanfaatkan sejak lama di negara-negara pertanian modern beriklim tropis dan subtropis seperti India, Brasil, Israel, Cina, Filipina, Thailand dsb dalam teknologi pertanian berskala besar dan modern.
Kata Kunci : Sistem irigasi tetes, Drip irrigation system (DIS), teknologi, holtikultura, lahan pasca tambang.
Usaha pemanfaatan dan pemerdayaan lahan pasca tambang untuk meningkatkan produksi dan value sehingga mampu meningkatkan "income" dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat memang membutuhkan konsep pemikiran yang cemerlang terutama dapat beradaptasi terhadap perkembangan sains, teknologi dan industri masa kini secara kontinu. Sehingga mampu bersaing pada level global bukannya memerdayakan teknologi “kadarluarsa” alias lapuk ditelan zaman sehingga lamban produksi dan hasil minim.
Menurut Sani (2009) semua itu terlontar karena setiap pendatang melihat dari udara sungguh banyak danau-danau di negeri ini, apalagi dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan oleh PT. Timah tahun 2003, jumlah kolong pasca penambangan di Babel sebanyak 887 kolong dengan luas 1.712,65 hektar, yang terdiri dari 544 kolong dengan luas 1.035,51 hektar di Pulau Bangka dan sebanyak 343 kolong dengan luas 677,14 hektar di Pulau Belitung.
Kalau kita aplikasi teknologi pertanian di negara Israel ada 215.000 hektar lahan yang dikhususkan untuk bidang tanaman, 156.000 di antaranya adalah tanaman musim dingin seperti gandum, silage, jerami, kacang-kacangan, dan minyak safflower. 60.000 hektar yang ditanami dengan tanaman musim panas seperti kapas, bunga matahari, kacang buncis, kacang hijau, kacang-kacangan, jagung, kacang tanah dan semangka. Hampir seluruh tanaman kapas dll sekitar 28.570 hektar menggunakan sistem irigasi tetes dengan peralatan buatan Israel sendiri, yaitu serangkaian metode irigasi yang dirancang untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya air yang terbatas (http://library.thinkquest.org).

Produktivitas air mengacu kepada berapa banyak panen yang diproduksi untuk input air sejumlah tertentu (Ardiansyah, 2009). Secara umum mekanisme aplikasi DIS adalah air dialirkan dari sumber air baik dari aliran pipa secara alami (air pegunungan, perbukiatan) maupun menggunakan mesin pompa kemudian ditampung didalam bak penampungan yang berada didekat lahan. Aliran dari sumber air dialirkan melalui pipa utama (main line atau submain line) yang menggunakan pipa PVC dengan ukuran disesuaikan kebutuhan menuju bak penampungan (tangki air, drum dsb) kemudian baru diteruskan ke pipa lateral (pipa emitter ) yang terbuat dari polyethylene atau pipa PE. Kemudian kontrol debit air dapat secara manual atau secara otomatis untuk pengujian kenerja sistem irigasi sehingga tingkat keseragaman tetesan untuk setiap tanaman
Studi yang dilakukan oleh Rockström et al. (2009 ; Ardiansyah, 2009) membuktikan bahwa pengelolaan green water yang tepat akan menjadi basis baru bagi revolusi hijau. Menurut hasil penelitian Prabowo et al. (2004) pola pengoperasian irigasi tetes (drip) dan curah (sprinkler) merupakan suatu pola pengoperasian irigasi air tanah yang efektif dan efesien digunakan sebagai irigasi konjungtive, yaitu kombinasi antara irigasi permukaan dan air tanah yang dioperasikan secara terpadu.

Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseragaman tersebut antara lain adalah : (1) kondisi filter air, (2) kondisi lubang emitter yang tersumbat oleh tanah, (3) perubahan keofesien gesek pada pipa lateral karena tumbuhnya lumut dsb (Sinar Tani edisi 23-29/8/2006). Pendapat Anderson (1999) bahwa kepala semprot konvensional hanya menyampaikan 55-65 persen dari air ke tanah; sisanya atau menguap keudara terbawa angin melaui transpirasi, evaporasi, evapotranspirasi, tergantung pada kondisi cuaca. Sebaliknya, irigasi tetes adalah sampai dengan 95 persen efisien. Perbedaan dalam meningkatkan efisiensi ketika Anda mempertimbangkan spasi luas penanaman, atau wilayah yang berdekatan dengan pagar atau trotoar. Tak banyak gunanya penyiraman pupuk dan hardscape, khususnya ketika air langka.

METODOLOGI

Dalam perancangan sistem irigasi tetes banyak pertimbangan disain yang harus diperlukan adalah : kondisi iklim, tekstur dan struktur tanah, jenis tanaman, kualitas dan kuantitas sumber air. Tahap pertama adalah melakukan perhitungan kebutuhan air tanaman berdasarkan iklim yang ada. Tahap selanjutnya adalah melakukan seleksi komponen komponen sistem irigasi tetes yang akan dibuat berdasarkan perhitungan kebutuhan air tanaman kemudian dirancang suatu jadwal tanam yang tepat.
Perancangan ini meliputi perancangan layout jaringan perpipaan beserta pompa air, perancangan kalender tanam dan pola tanam, perhitungan kebutuhan air irigasi pada tingkat tanaman (modulus irigasi), perhitungan maksimum internal irigasi, perhitungan maksimum lama penyiraman, perhitungan kebutuhan debit dan daya pompa untuk operasional sistem tersebut. Dalam perhitungan Reference Crop Evapotranspiration (ETO) dengan menggunakan metode Blaney-Criddle. Untuk mengetahui jarak optimal penempatan pompa air untuk tujuan irigasi sistem tetes pada sumur pompa yang satu dengan yang lainnya pada luasan lahan yang sama, digunakan pendekatan persamaan aliran air kedalam sumur dengan kondisi aliran air yang tetap pada aquifer phreatic dan semi-tertekan (ILRI, 1983 ; Tribowo et al. 2008).

Pada prinsipnya untuk teknis budidaya tidak jauh berbeda dengan budidaya dilahan biasanya, hanya saja adanya penambahan sedikit perlakuan terutama pengapuran dan pemupukan dsb. Akan tetapi lahan pasca tambang untuk suhu lebih tinggi, pH rendah rata-rata <5> 90 %, kebutuhan benih disesuaikan, sebelum ditanam benih alangkah baiknya direndam dulu dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/ltr air semalam atau air aquades maksimal 6 jam.
2. Pengolahan lahan, lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan kedalam tanah, kemudian dicangkol dan diolah dengan bajak dengan traktor.
3. Pengapuran, kemudian tanah diolah dengan pemberian kapur memakai Dolomit (CaMg(CO3)2) untuk menaikkan pH tanah sesuai kondisi normal antara 6-7 untuk adaptasi tanaman.

4. Pemupukan, dilakukan sebelum dan sesudah penanaman biasanya seperti pengapuran, kompos, pupuk kandang, Urea, SP-18 (dulu SP-36), KCl dan lainnya. Pupuk makro dan mikro dapat diaplikasi melalui sistem irigasi saat penyiraman tanaman dilakukan pada penyiraman baik pagi maupun sore hari yang disuaikan dengan dosis dan waktu tepat pemupukan (bila dasar butiran dapat dilakukan perendaman agar menjadi cair yang disesuaikan dosis.

5. Teknik Penanaman, penentuan pola tanaman yang bisa diterapkan menurut Kusanggara (2008), yaitu : (1) tumpang sari (intercropping) : dengan melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda), contoh: jagung dan kedelai dsb, (2) tumpang gilir (multple cropping) : dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapatkan keuntungan maksimum, contoh : jagung muda, padi gogo, kedelai dan kacang tanah dll., (3) tanaman bersisipan (relay cropping) : dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda, contoh : jagung disisipkan dengan kacang tanah, (4) tanaman khusus hanya satu jenis saja untuk meningkatkan produksi.

6. Lubang tanam dan cara tanam dsb., ditugal dengan kedalaman 3-5 cm dan jarak tanam disesuaikan dengan tanaman, penyulaman bibit yang gagal tumbuh, penyiangan gulma, pembumbuan, pengairan dan penyiraman dengan sistem irigasi tetes serta pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara alami maupun dengan pestisida.
Pola aplikasi Drip Irrigation System pada tanaman baik dilahan normal maupun pasca tambang bila dilaksanakan secara berlanjut dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan produksi serta efesiensi biaya pupuk, pengolahan tanah, tenaga kerja proses budidaya, dll. Hasil panen yang sama jika diperoleh dengan input air yang lebih sedikit dari biasanya bisa dikatakan meningkatkan produktivitas air. Hal ini dilakukan dengan menginventarisasi dan memanfaatkan lahan bekas tambang secara efektif. Terakhir penigkatan produktivitas air dalam suatu sistem irigasi tetes secara konjungtif pastinya perlu dukungan dan sinergi lintas pengetahuan fisiologi tanaman, agroteknologi dan keteknikan pertanian. Riset mengenai pola ini masih terus dikembangkan. Para peneliti masih terus mencoba mencari skenario-skenario pengelolaan lahan, air dan mengembangkan teknologi- teknologi yang dapat diterapkan di lapangan dengan mudah.

Berikut kita melihat kondisi tanaman holtikultura yang bisa ditanam dilahan pasca tambang setelah banyak melakukan penelitian dan perlakuan untuk mendapatkan hasil dan produktivitas maksimal.

saya posting untuk mahasiswa UNSOED PURWOKERTO Fak.PERTANIAN
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Proses Budidaya Jagung

JAGUNG

PENDAHULUAN
Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan makin berkembangnya usaha peternakan, terutama unggas.sementara itu produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan sehingga kekurangannya dipenuhi dengan jagung impor.

Ditinjau dari sumberdaya yang dimiliki, Indonesia mampu bersawasembada jagung, bahkan mampu menjadi pemasok jagung untuk pasar dunia. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung dapat dilakukan melalui penerapan teknologi dengan pendekatan Pengelolaana Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Jagung.

Dalam pengembangannya PTT tidak menggunakan paket teknologi melainkan dengan pendekatan penerapan teknologi untuk memecahkan masalah usahatani di wilayah tertentu dan bersifat spesifik lokasi dengan bantuan para penyuluh dan petugas pertanian



Tujuan utama penerapan PTT adalah

1. Untuk meningkatkan produksi,
2. Pendapatan petani, dan
3. Menjaga klestarian lingkungan

PTT adalah model atau pendekatan dalam budidaya yang mengutamakan pengelolaan tanaman, lahan, air, dan organisme pengggangu tanaman (OPT) secara terpadu dan bersifat spesifik lokasi

PTT jagung bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas jagung secara berkelanjutan dan meningkatkan efsiensi produksi. Pengembangan PTT d suatu lokasi senantiasa memperhatikan kondisi sumber daya setempat, sehingga teknologi yang diterapkan di suatu lokasi dapat berbeda dengan lokasi lain


Komponen teknologi PTT jagung

1 Komponen teknologi dasar
2 Komponen teknologi pilihan

Penjelasan :

1. Komponen teknologi dasar

Terdapat lima kompoben teknologi yang dapat diterapkan secra bersamaan (compulsory) yang merupakan penciri model PTT jagung yaitu :
a. Varietas unggul baru
b. Benih bermutu
c. Populasi tanaman sekitar 66.600 tanaman/ha
d. Pemupukan N berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan hasil pengamatan terhadap daun dengan menggunakan BWD (bagan warna daun) sedangkan pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah. Bahan organic (pupuk kandang 1,5-2,0 ton/ha
e. Pembuatan saluran drainase (untuk pertanaman pada lahan kering datar pada musism hujan) atau saluran distribusi air (untuk pertanaman pada lahan sawah saat musim kemarau
A. Varietas Unggul

Diantara komponen teknologi produksi jagung, varietas unggul (baik hibrida mapun bersari bebas) mempunyai peranan yang lebih besar dalam peningkatan produktivitas. Selain memberikan hasil yang tinggi, varietas unggul juga berperan dalam pengendalian hama dan penyakit

Varietas unggul jagung yang telah dihasilkan oleh badan litbang pertanian dalam 11 tahun terakhir sbb:
a) Varietas unggul baru jagung komposisi/ bersari bebas adalah Lagaligo, Gumarang, Kresna , Lamuru, Palakka, Sukmaraga, Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1, dan Anoman-1 (putih)
b) Varietas unggul baru jagung hibrida adalah Semar-3, semar-4, semar-5, semar-6, semar-7, semar-8, semar-9, semar-10, bima-1, bima-2, bantimurung, bima-3, bantimurung.


Varietas unggul jagung merupakan salah satu teknologi yang paling mudah diadopsi petani. Penemuan berbagai varietas unggul baru terus berkembang terutama untuk mencari varietas yang memenuhi tingkat produktivitas tinggi, tahan hama penyakit,serta toleran terhadap kekeringan.


B. BENIH BERMUTU

Benih merupakan salah sati faktor penentu dalam usaha meningkatkan produktivitas jagung
Benih bermutu ditentukan oleh faktor genenetik dan faktor fisik.

Faktor genetik benih bermutu dari varietas unggul yaitu produksi tinggi, tahan terhadap hama penyakit tertentu, dan respon terhadap kondisi pertumbuhan, sedangkan faktor fisik yaitu kemurnian tinggi serta daya kecambahtinggi………………………….

Penggunaan benih bermutu akan menghemat jumlah pemakaian benih.

Sebelum ditanam, benih hendaknya diberi perlakuan fungisida terlebih dahulu. Fungisida yang dianjurkan untuk digunakan adalah metalaksil (umumnya berwarna merah) dengan takaran 2 gram/10 ml air.
Cara ini dimaksudkan untuk mencegah perkembangan bulai yang merupakan penyakit utama tanaman jagung. Benih jagung yang dijual dalam kemasan biasanya sudah dicampur dengan metalaksil sehingga tidak perlu lagi diberi perlakuan benih.
C. POPULASI TANAM

Populasi tanaman ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang digunakan. Populasi tanaman yang dianjurkan adalah 66.600 tanaman/ha Untuk mencapai populasi tersebut benih ditanam degan jarak 75x20 satu biji per lubang atau dengan jarak 75x40 cm dua biji per lubang.

Jarak tanam 75x20 cm satu biji/lubang dianjurkan di wilayah yang memiliki cukup tenaga kerja. Jarak tanam 75x 40 m dua biji/lubang dianjurkan di wilayah yang kekurangan TK atau upah kerja mahal.


D. PEMUPUKAN

Pemberian pupuk baik organik maupun anorganik pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Pemupukan dengan efisiensi tinggi dapat dicapai dengan penggunaan pupuk secara berimbang. Jumlah pupuk N, P, dan K yang akan diberikan dapat diketahui dari hasil analisis tanah. Penggunaan pupuk dengan takaran dan saat yang tepat merupakan kunci dari efisiensi pemupukan Prinsip utama pemupukan pada tanaman jagung adalah porsi dari pupuk yang diberikan harus seimbang dan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.

Tabel 1. Jenis, dosis, porsi dan waktu pemberian pupuk

Jenis pupuk
Dosis **(kg/ha)
Porsi aplikasi
7-10 hst
28-30 hst
40-45 hst
Urea
300-350
25%
50%
25 % (BWD)
ZA*
50
100%
-

SP-36
100-200
100%
-

KCL
50-200
75%
25%


ZA adalah pupuk nitrogen mengandung sulfur
*hanya diberikan jika dari hasil analisis tanah kekurangab unsure sulfur (S)
** dosis dapat berubah sesuai dengan analisis tanah dan rekomendasi stempat.

Jika menggunakan pupuk majemuk, dosis unsur N, P dan K disetarakan dengan pupuk tunggal
Cara aplikasi : pupuk diletakkan dalam lubang yang dibuat dengan tugal di samping tanaman dengan jarak 5-10 cm dari tanaman dan ditutup dengan tanah

BWD pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati keseimbangan hara pada tanaman terutama N. tahapan pengamatan hara N pada tanaman jagung dengan menggunakan BWD adalah sbb :
1. Pada saat tanaman berumur ± 7 hst, tanaman diberi pupuk N (Urea) bersamaan dengan pupuk SP-36 dan KCL dengan takaran dan porsi pemberian seperti pada tabel 1
2. Pada saat tanaman berumur 28-30 hst, tanaman dipupuk dengan takaran dan porsi pemberian seperti pada tabel 1
3. Pada saat tanaman berumur ± 40-45 hst tergantung pada umur varietas yang ditanam, dilakukan pengamatan hara N melalui daun tanaman dengan menggunakan BWD
4. Daun yang diamati adalah yang telah terbuka sempurna (daun ke 3 dari atas). Pilih 20 tanaman secara acak pada setiap petak pertanaman (±1,0 ha)
5. Pada saat mengamati hara N tanaman, lindungi daun yang akan diamati tingkat kehijauan warnanya dari sinat matahari agar pengamatan tidak terganggu oleh pantulan cahaya.
6. Daun yang akan diamati diletakkan di atas BWD. Bagian daun yang diamati adalah sekitar sepertiga dari ujung daun. Bandingkan warna daun dengan skala warna BWD, kemudian lakukan pencatatan skala warna yang paling sesuai dengan warna daun yang diamati
7. Rata-ratakan nilai warna dari 20 daun yang diamati.
8. Acuan tanmbahan pupuk urea berdasarkan hasil pengamatan menggunakan BWD tertera pada tabel berikut.

Skala warna
Dosis urea (kg/ha)

hibrida
Komposit
< 4,0
150
50
4,0-5,0
100
25
>5,0
50
0

Jika bahan organik (pupuk kandang) direkomendasikan penggunaanya di daerah setempat, pemberiannya dilakukan pada saat tanam sebagai penutup benih pada lubang tanam

Takaran pupuk kandang berkisar antara 25-50 g/lubang tanam atau setara dengan 1,5-3,0 t/ha. Budidaya jagung pada lahan masam memerlukan pupuk kandang berupa kotoran ayam ras atau ayam petelur yang biasanya mengandung kapur yang cukup memadai

5. Pengelolaan Iriagasi

Jagung merupakan tanaman yang rentan terhadap kelebihan ataupun kekurangan air, dan relatif sedikit membutuhkan air dibandingkan tanaman padi

Pada lahan kering, jagung umumnya diusahakan pada saat musim hujan, sehingga peluang terjadinya kelebihan air cukup besar. Agar tanaman tidak kelebihan air pada musim hujan perlu dibuat saluran drainase dalam jumlah yang memadai.
Untuk menekan biaya TK, saluran drainase dibuat bersamaan dengan pembumbunan tanaman.

Pada lahan sawah jagung umumnya ditanam pada akhir musim hujan sehingga tanaman tidak jarang mengalami kekeringan pada musim kemarau. Agar tidak mengalami kekeringan, tanaman perlu mendapat pengairan sebelum menunjukkan gejala kekeringan. Sumber air pengairan dapat berasal dari jaringan irigasi atau sumur.

Pada lahan sawah tadah hujan, pengairan tanaman mutlak diperlukan sehingga perlu diketahui sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk mengairi pertanaman. Alur-alur drainase yang dibuat pada saat pembumbunan tanaman berperan penting dalam pendistribusian air ke areal pertanaman. Pembuatan alur drainase dapat menggunakan cangkul.


2. KOMPONEN TEKNOLOGI PILIHAN

Terdapat tujuh komponen teknologi pilihan yang dapat diterapkan dalam PTT jagung, yaitu :
1. Pengolahan tanah sempurna (OTS) atau tanpa olah tanah (TOT)
2. Tanam dengan 2 biji per lubang
3. Penambahan bahan organik tanah (kompos, pupuk kandang, dan amelioran)
4. Penyiangan dengan herbisida atau secara manual
5. Pengendalian hama dan penyakit secara tepat sesuai OPT sasaran
6. Panen dapat waktu sesuai umur varietas tanaman, dan
7. Pemipilan dan pengeringan sesegera mungkin.

Tanaman jagung akan mati jika tergenangi air karena ada jaringan tertentu yang tidak dimiliki oleh tanaman jagung (tidak memiliki jaringan seperti padi) secara fisiologis. Jagung sudah terbiasa menyerap unsur hara nitrogen dalam kondisi anaerob dalam berbentuk NO2 / NO3. Jika tergenang dalam kondisi anaerob Nitrogen berubah berbentuk amoniak

PADI SRI

A. Penggunaan Kulttivar Unggul Baru

Kultivar padi yang akan ditanam dalam metode SRI adalah kultivar unggul baru yang telah dilepas (dirilis) yang mempunyai ciri-ciri :
ü Daya hasil tinggi
ü berumur genjah
ü Tahan terhadap hama dan penyakit
ü Sesuai keinginan pasar dan petani

B. Penggunaan benih bermutu

Benih yang digunakan hendaknya yang bermutu tinggi, dengan kemurnian dan daya kecambah > 90 %. Benih versertifikat label biru

Dianjurkan untuk melakukan seleksi benih sebelum benih ditanam
a) Perendaman benih di dalam air yang telah dicampur abu/debu atau
b) Perendaman benih di dalam larutan air garam 3 % (1 ons garam dalam 3,5 liter air) atau
c) Perendaman benih di dalam larutan ZA dengan perbandingan 1 kg pupuk ZA untuk 2,7 liter air

Benih yang digunakan adalah benih yang tenggelam dalam larutan.


C. Persemaian
· Bila benih yang diperam sudah berkecambah, dapat disemai pada petak persemaian yang sudah disiapkan
· Persemaian dapat menggunakan besek, kotak, atau nampan plastik. Hal ini akan memudahkan pengamatan dan seleksi bibit di persemaian.
· Penggunaan besek ukuran 15x15 cm, dibutuhkan kurang lebih 420-490 buah per hektar.
· Media persemaian adalah campuran tanah dan pupuk organik (kompos) 1:1. Benih yang ditaburkan jangan terlalu rapat dan ditempatkan di tempat teduh serta di jaga agar tetap lembab hingga umur 7-10 hari.

D. Pengolahan tanah
ü Pengolahan tanah dapat menggunakan traktor atau hewan ternak.
ü Pengolahan tanah sempurna dicirikan dengan perbandingan lumpur dan air 1:1
ü Pengolahan tanah dianjurkan dengan menggunakan bajak singkal hingga kedalaman 20 cm atau lebih dan dilakukan pada saat tanah mulai jernih air dan digenangi selama 5-7 hari
ü Pupuk organik berupa kompos jerami dan kompos pupuk kandang sebanyak 5-10 ton diberikan pada saat pengolahan tanah kedua, yang diharapkan dapat tercampu merata
ü Untuk keserempakan tanam maka waktu yang diperlukan untuk pengolahan tanah mulai dari pembajakan pertama hingga tanam diusahakan tidak lebih dari 7-10 hari (sejalan dengan umur bibit). Bibit yang digunakan bibit muda tunggal.

E. Penanaman bibit muda tunggal
ü Yang dimaksud dengan penanaman bibit muda tunggal adalah bibit padi yang ditanam berumur 7-10 HSS (hari setelah sebar) dengan penanaman tunggal, yaitu satu bibit per lubang tanam
ü Bibit muda akan tumbuh dan berkembang lebih baik, sistem perakaran berkembang lebih intensif, anakan lebih banyak sehingga lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan dengan bibit yang lebih tua.
ü Dalam pengambilan bibit dari persemaian harus dipertahankan dengan tanahnya.
ü Bibit ditanam dengan cara menekan bibit dengan tanahnya sedalam 2-3 cm (ditanam dangkal) dengan arah horizontal seperti huruf “L” tidak didorong vertikal ke dalam tanah.
ü Jarak tanam yang digunakan tergantung kesuburan tanah, bisa 25x25 cm, 30x 30 cm, atau tandur jajar legowo.
ü Tandur jajar legowo yang dianjurkan adalah 2:1
Yang dianjurkan :
50 x 25 x 12,5 cm
50 x 25 x 15 cm
40 x 20 x 15 cm
ü Jumlah populasi tandur jajar legowo 50 x 25 x 12,5 cm adalah 213.000 rumpun per hektar.

F. Pemupukan sesuai organik 5-10 ton/ha

Fungsi pupuk organik
ü Menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, Si
ü Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK). KTK tinggi tanah subur
ü Dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe, dan Mn dapat dikurangi.
ü Fungsi biologis, yaitu sebagai sumber energi dan makanan mikroorganisme tanah, sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang sangat bermanfaat dalam penyediaan hara tanaman.

Penggunaan pupuk buatan
Pupuk nitrogen BWD
Skala 1 : kuning/hijau muda sangat kekurangan nitrogen
Skala 6 : hijau tua/ kelebihan nitrogen

Dengan menggunakan BWD dapat diketahui dapat diketahui tanaman padi harus diberi pupuk N dan jumlah pupuk diberikan. Pupuk N diberikan apabila daun padi ada pada skala dibawah 4.

Manfaat penggunaan BWD
· Menghemat pemberian pupuk N sampai 20 %
· Membantu petani dalam menentukan saat yang tepat memberikan pupuk N
· Mengurangi risiko HPT, kerebahan tanaman, serta pencemaran lingkungan.

G. Pengelolaan air
· Pengelolaan air dalam metode SRI dilakukan dengan penerapan irigasi berselang, yaitu dengan cara menagtur waktu pemerian air dan waktu pengeringan
· Pada sistem irigasi berselang, tanah diusahaakn utnuk mendapat aerasi beberapa kali agar tidak terlalu lama dalam kondisi anaerob, yauitu dengan cara mengartur waktu pengairan dan pengeringan atau drainase.



Cara penerapan irigasi berselang
v Pada saar menanam bibit, kondisi lahan adalah macak-macak.
v Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST.
v Pengeringan petakan sawah dilakukan dengan membiarkan air dalam petakan habis dengan sendirinya dan tanpa diairi, biasanya kering setelah 5-6 hari, bergantung pada cuaca dan tekstur tanah.
v Setelah permukaan tanah memperlihatkan retak-retak selama 2 hari, sawah kembali diairi dengan tinggi 5-10 cm.
v kegiatan selanjutnya sama seperti butir 3 dan 4, smpai tanaman memasuki fase berbunga
v Pada saat anakan maksimum tercapai (lebih kurang umur 45-47 HST), lahan dikeringkan selama 10 hari, biarkan tanah retak dan tanaman menguning.
v Sejak fase keluar bunga hingga 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi dengan air 5 cm.
v Sejak 10 hari sebelum panen hingga saat panen, lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen.

»»  baca lanjutannya sob .. ..