JASA AS-SHARF [penukaran mata uang]

Definisi Jasa Sharf
Ash-sharf secara bahasa berarti memindah dan mengembalikan. Sedangkan secara istilah fuqaha, definisi ash-sharf adalah jual beli alat bayar (emas, perak dan mata uang) dengan alat bayar sejenis atau beda jenis.
Ulama Syafi’iyyah dan yang lainnya membedakan: bila sejenis (emas dengan emas, perak dengan perak) disebut murathalah dan bila beda jenis (emas dengan perak atau sebaliknya) disebut ash-sharf.

Adapun mata uang dengan mata uang lebih dominan disebut ash-sharf.
Telah dijelaskan di atas bahwa naqd (alat bayar) adalah salah satu bagian dari dua bagian hasil klasifikasi barang-barang jenis riba. Telah dijelaskan pula bahwa bila terjadi jual beli sesama jenis maka harus tamatsul dan taqabudh, dan bila lain jenis harus taqabudh boleh tafadhul.

Yang perlu dipahami adalah bahwa masing-masing mata uang yang beredar di dunia ini adalah jenis tersendiri (rupiah jenis tersendiri, real jenis tersendiri, dst.). Sehingga bila terjadi tukar-menukar uang sejenis haruslah taqabudh dan tamatsul. Misalnya, uang Rp. 100.000,00 ditukar dengan pecahan Rp. 10.000,00, maka nominalnya harus sama. Bila tidak, berarti terjatuh dalam riba fadhl. Selain itu juga harus serah terima di tempat. Bila tidak, berarti terjatuh dalam riba nasi`ah. Bila tidak tamatsul dan tidak taqabudh, berarti terjatuh dalam riba fadhl dan riba nasi`ah sekaligus.

Namun bila mata uangnya berlainan jenis (misal dolar ditukar dengan rupiah), maka harus taqabudh dan boleh tafadhul. Misalnya, 1 dolar bernilai Rp. 10.000,00, bisa ditukar Rp. 9.500,00 atau Rp. 10.500,00, namun harus serah terima di tempat. Wallahu a’lam.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

Definisi al-Qardh [PENGERTIAN]

Definisi al-Qardh
Secara umum pinjaman merupakan pengalihan hak milik harta atas harta. dimana pengalihan tersebut merupakan kaidah dari Qardh.
a.    Pengertian Pinjaman Menurut Bahasa Arab
b.  Qardh secara bahasa, bermakna Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang disodorkan kepada orang yang berhutang disebut Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang. Kemudian kata itu digunakan sebagai bahasa kiasan dalam keseharian yang berarti pinjam meminjam antar sesama. Salah seorang penyair berkata,
“Sesungguhnya orang kaya bersaudara dengan orang kaya, kemudian mereka saling meminjamkan, sedangkan orang miskin tidak memiliki saudara” 

Pengertian Pinjaman Menurut Hukum Syara’
Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh
1.  Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dalam baik hati.
2. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
3. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
4. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.

Hal yang diperbolehkan pada Qardh
Madzhab Hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak meyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur. Tidak diperbolehkan melakukan qardh atas harta yang tidak memiliki kesepadanan, baik yang bernilai seperti binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian yang memiliki perbedaan menyolok, karena tidak mungkin mengembalikan dengan semisalnya.
Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bisa diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta, biji-bijian. 

Hukum Qardh
Hak kepemilikan dalam Qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad – berlaku melalui Qabdh (penyerahan).
Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh, maka ia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan semisalnya meskipun muqridh meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi miliki muqridh. Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan gandum yang telah diutangnya, meskipun Qardh itu berlangsung.
Abu yusuf berkata : muqtaridh tidak memiliki harta yang menjadi objek Qardh selama Qardh itu berlangsung.

Mazhab hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak menyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa dan telur, dan yang diukur, seperti kain bahan. Di perbolehkan juga meng-qardh roti, baik dengan timbangan atau biji.

Mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bias dijualbelikan obyek salam, baik itu ditakar, ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta biji-bijian, karena pada riwayat Abu Rafi’ disebutkan bahwa Rasulullah SAW berutang unta berusia masih muda, padahal untuk bukanlah harta yang ditakar atau ditimbang, dan karena yang menjadi obyek salam dapat di hakmiliki dengan jual beli dan ditentukan dengan pensifatan. Maka bisa menjadi obeyek qardh. Sebagaimana harta yang ditakar dan ditimbang.

Dari sini, menurut jumhur ahli fiqih, diperbolehkan melakukan qardh atas semua benda yang boleh diperjualbelikan kecuali manusia, dan tidak dibenarkan melakukan qardh atas manfaat/jasa, berbeda dengan pendapat Ibnu Taimiyah, seperti membantu memanen sehari dengan imbalan ia akan dibantu memenen sehari, atau menempoati rumah orang lain dengan imbalan orang tersebut menempati rumahnya.

Manfaat al-qardh
·        Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek.
·        Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bankØ syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi social, disamping misi komersial.
·        Adanya misi kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitasmasyarakatkepadabanksyariah.
·        Risiko al-qardh terhitung tinggi karena ia di anggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan.

Pinjaman yang baik
Dilihat dari definisi diatas, maka pinjaman dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya dan pinjaman seorang muslim untuk saudaranya.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah permanen dinilai sebesar nilai historis setelah dikurangi kerugian, apabila ada.Musyarakah menurun dinilai sebesar nilai historis dikurangi bagian pembiayaan bank yang telah dikembalikan mitra dan kerugian. Selisih nilai historis dan nilai wajar bagian pembiayaan yang dikembalikan diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada periode berjalan.Pada saat akad belum jatuh tempo diakhiri dan pengembalian seluruh atau sebagian modal selisih nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba sesuai nisbah yang disepakati atau rugi dengan porsi modal mitra Pada saat akad diakhiri, pembiayaan musyarakah yang belum dikembalikan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.
Laba dan Rugi Pembiayaan Musyarakah :
  • Keuntungan atau pendapatan musyarakah dibagi di antara mitra musyarakah berdasarkan kesepakatan awal sedangkan kerugian musyarakah dibagi diantara mitra musyarakah secara proporsional berdasarkan modal yang disetorkan
  • Laba diakui sebesar bagian bank sesuai nisbah yang disepakati.
  • Rugi diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
  • Apabila musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan:
-          Laba diakui sesuai nisbah yang disepakati, pada periode berjalan
-          Rugi diakui pada periode terjadinya kerugian dan mengurangi pembiayaan musyarakah
  • Apabila musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh modal:
-          Laba diakui sesuai nisbah saat terjadinya
-          Rugi diakui secara proporsional sesuai kontribusi modal dengan mengurangi pembiayaan musyarakah, saat terjadinya

Pembiayaan Mudharabah
Fatwa DSN Syari’ah Nasional NO: 07/DSN-MUI/IV/2000
  1. Pembiayaan untuk usaha yang produktif yang dibiayai sepenuhnya secara tunai oleh pemilik modal;
  2. Jenis dan jangka waktu usaha, pengembalian modal dan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak;
  3. Pemilik modal tidak terlibat dalam pengelolaan usaha namun diperkenankan melakukan pengawasan dan pembinaan;
  4. Pemilik modal menanggung semua kerugian usaha kecuali kerugian karena kelalaian pengelola usaha, kesengajaan, menyimpang dari kesepakatan.
  5. Pada prinsipnya tidak ada jaminan, namun pemilik modal dapat meminta jaminan dari pengelola usaha atau pihak ketiga.
ada prinsipnya, hubungan antara investor dengan mudharib adalah hubungan yang bersifat "gadai" dan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka tidak ada jaminan oleh mudharib kepada investor. Investor tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. Jika investor mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal ini dalam syarat kontrak, maka kontrak mudharabah mereka tidak sah.
Namun, agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, shaibul maal dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

Produk pembiayaan :
  1. Modal kerja
  2. Investasi
  3. Proyek
  4. Ekspor
  5. Surat Berharga
Beberapa Contoh Bagan Aplikasi Mudharabah



»»  baca lanjutannya sob .. ..

MUDHARABAH [landasan syari'ah]

MAKNA DAN LANDASAN SYARIAH
Mudharabah disebut juga Muqarradhah yang berarti bepergian untuk urusan dagang.
Secara muamalah, Al Mudharabah adalah Akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang disepakati sebelumnya.
Ada dua type mudharabah :
         Mudharabah mutlaqah :
Dimana pemilik (shahibul maal) dana memberikan keleluasaan penuh kepada kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)
         Mudharabah Muqayyadah :
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
FITUR TABUNGAN MUDHOROBAH
Menggunakan Akad Mudharobah untuk Tabungan dan Deposito
Menggunakan buku tabungan
Setoran awal minimum berdasarkan kebijakan bank
Setoran berikutnya tidak dibatasi dan waktu penarikan sesuai dengan akad
Bagi hasil dikreditkan pada rekening tabungan setiap akhir bulan
Type tabungan :   - Rekening perorangan
                        - Rekening bersama (dua orang atau lebih)
                        - Rekening organisasi yang tidak berbadan hukum
                        - Rekening perwalian yang dioperasikan orang tua / wali
                        - Rekening yang dijadikan jaminan pembiayaan
Pengakhiran perjanjian tabungan terjadi bila tabungan ditutup
APLIKASI :
Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkanuntuk tujuan kusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban
Deposito Biasa
Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah dikhususkan untuk jenis usaha tertentu





»»  baca lanjutannya sob .. ..

SIMPANAN GIRO WADI'AH

Simpanan merupakan kewajiban bank,dalam sistim perbankan konvensional simpanan merupakan sumber dana yang paling dominan simpanan yang diterima oleh bank harus didukung oleh suatu prosentasi tertentu yang dicadangkan sebagai cadangan likuiditas dalam sistim perbankan syariah simpanan diterima berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah
Al-Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari suatu pihak ke pihak lain, baik individu  maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Sayyid Sabiq) Type Wadiah :
         Wadiah Yad Amanah (kepercayaan),ciri-cirinya :
o   Penerima titipan (Custodian) adalah yang memperoleh kepercayaan (trustee)
o   Harta / modal / barang yang berada dalam titipan  harus dipisahkan
o   Harta dalam titipan tidak dapat digunakan
o   Penerima titipan tidak mempunyai hak untuk memanfaatkan simpanan
o   Penerima titipan  tidak diharuskan mengganti segala resiko kehilangan atau kerusakan  harta yang dititipkan kecuali bila kehilangan atau kerusakan itu karena kelalaian penerima titipan atau bila status titipan telah berubah menjadi Wadiah Yad Dhamanah
         Wadiah Yad Dhamanah (simpanan yang dijamin)
o   Penerima Titipan adalah dipercaya dan penjamin keamanan barang yang dititipkan
o   Harta dalam titipan tidak harus dipisahkan
o   Harta/modal/barang dalam titipan dapat digunakan untuk perdagangan
o   Penerima titipan berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan dalam perdagangan
o   Pemilik harta / modal / barang dapat menarik kembali titipannya sewaktu-waktu
Bank Syariah menggunakan prinsip wadiah yad Dhamanah dalam pengoperasian giro dan tabungan.



Konsep Bonus
Penerima titipan (bank) tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadiah Pemilik harta titipan tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan sebelumnya dapat dianggap riba, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lain Penerima titipan ( bank) atas kehendaknya sendiri dapat memberikan imbalan kepada pemilik harta titipan (pemegang rekening wadiah).




FITUR TABUNGAN WADI’AH
Dalam tabungan Bank syariah mengikuti 2 akad: wadi’ah dan mudharobah
Menggunakan buku atau kartu ATM
Minimum setoran pertama dan saldo minimum yang harus dipertahankan
Tabungan tidak terbatas, dan dapat ditarik sewaktu-waktu
Type Rekening :   - Rekening perseorangan
                                   - Rekening bersama antara beberapa individu
                                   - Perkumpulan/kelompok yang tidak berbadan hukum
                                   - Rekening perwalian, yg dioperasikan orang tua/ wali
                                    atas nama pemegang rekening (yang belum dewasa)
Pembayaran bonus dilakukan dengan mengkredit rekening tabungan.
FITUR TABUNGAN GIRO WADI’AH
Bank Syariah menggunakan akad wadi’ah yad adh-dhamanah untuk rekening giro
Kepada pemegang rekening diberikan buku cek untuk mengoperasikan rekening
Ada minimum setoran awal, dan diperlukan referensi bagi pemegang rekening
Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam dari BI
Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek atau instruksi tertulis lainnya
 Type rekening :
                        - Rekening perorangan
                        - Rekening bersama atau  Rekening kelompok/pekumpulan
                        - Rekening perusahaan (Badan Hukum)




o   Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.
  • Penerima sim­panan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si pe­nyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan keru­sakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kela­laian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
  • Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang ter­sebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).
  • Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.
  • Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak di­larang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa in­sentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan.
  • Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

Interaksi Haramnya Muamalah

Menyimak pagi bersama khasnya aktivitas awalan: sang pedagang dengan lapaknya, sang karyawan dengan berkasnya, mahasiswa dengan makalahnya, pengangguran dengan harapannya, tukang rumput dengan guntingnya, nelayan dengan lautnya, petani dengan musim tanamnya, polantas dengan peluitnya, pengacara dengan kasusunya, dan lain-lain.

Itulah gambaran umum tentang muamalah. Interaksi manusia dengan segala tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keduniaan. Interaksi ini diatur dalam Islam dalam Fiqh Muamalat. Berbeda halnya dengan Fiqh Ibadah, Fiqh Muamalat bersifat lebih fleksibel dan eksploratif. Hukum semua aktifitas itu pada awalnya adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya, inilah kaidah ushul fiqhnya. Fiqh Muamalat pada awalnya mencakup semua aspek permasalahan yang melibatkan interaksi manusia, seperti pendapat Wahbah Zuhaili, hukum muamalah itu terdiri dari hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum acara, perundang-undangan, hukum internasional, hukum ekonomi dan keuangan. Tapi, sekarang Fiqh Muamalat dikenal secara khusus atau lebih sempit mengerucut hanya pada hukum yang terkait dengan harta benda.

Begitu pentingnya mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim tidak pernah terlepas dari kegiatan kebendandaan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhannya. Maka dikenallah objek yang dikaji dalam fiqh muamalat,[1] walau para fuqaha (ahli fiqih) klasik maupun kontemporer berbeda-beda, namun secara umum fiqh muamalah membahas hal berikut : teori hak-kewajiban, konsep harta, konsep kepemilikan, teori akad, bentuk-bentuk akad yang terdiri dari jual-beli, sewa-menyewa, sayembara, akad kerjasama perdagangan, kerjasama bidang pertanian, pemberian, titipan, pinjam-meminjam, perwakilan, hutang-piutang, garansi, pengalihan hutang-piutang, jaminan, perdamaian, akad-akad yang terkait dengan kepemilikan: menggarap tanah tak bertuan, ghasab (meminjam barang tanpa izin – edt), merusak, barang temuan, dan syuf’ah (memindahkan hak kepada rekan sekongsi dengan mendapat ganti yang jelas).

Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada prinsip dasar yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, lebih dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.[2]

1. Maisir

Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an (2:219 dan 5:90)

2. Gharar

Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau keraguan.[3] Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut :

- Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak;

- Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak;

- Transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya tidak jelas, baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.

Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Atau kegiatan para spekulan jual beli valas.

3. Haram

Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya mnejadi tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.

4. Riba

Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara keras.

Tahapan turunnya ayat mengenai riba dijelaskan sebagai berikut :

    Pertama, menolak anggapan bahwa riba tidak menambah harta justru mengurangi harta. Sesungguhnya zakatlah yang menambah harta. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar Rum : 39 .

    “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”

    Kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Allah berfiman dalam QS. An Nisa : 160-161 .

    “Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

    Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130.

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

    Keempat, merupakan tahapan yang menunjukkan betapa kerasnya Allah mengharamkan riba. QS. Al Baqarah : 278-279 berikut ini menjelaskan konsep final tentang riba dan konsekuensi bagi siapa yang memakan riba.

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

5. Bathil

Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. Maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurangi timbangan tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti menggunakan barang tanpa izin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus sangat diperhatikan dalam bermuamalat.

[1] Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (ciputat : UIN jakarta Press, 2005), cet.1, h. 5

[2] http://khairilmuslim.wordpress.com/2011/04/04/208

[3] http://mahir-al-hujjah.blogspot.com/2009/08/gharar-riba-dan-maisir-di-dalam.html
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Pengelompokan Riba

Beberapa klasifikasi riba
 1.Riba Dain (Riba dalam Hutang Piutang)
Riba ini disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang terjadi pada jaman jahiliyah.

Riba ini ada dua bentuk:

a. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar hutangnya atau tambah nominalnya dengan mundurnya tempo).

Misal: Si A hutang Rp 1 juta kepada si B dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si B berkata: “Bayar hutangmu.” Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan hutang saya menjadi Rp 1.100.000.” Demikian seterusnya.

Sistem ini disebut dengan riba mudha’afah (melipatgandakan uang). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)

b. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad
Misalnya: Si A hendak berhutang kepada si B. Maka si B berkata di awal akad: “Saya hutangi kamu Rp 1 juta dengan tempo satu bulan, dengan pembayaran Rp 1.100.000.”

Riba jahiliyah jenis ini adalah riba yang paling besar dosanya dan sangat tampak kerusakannya. Riba jenis ini yang sering terjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan masyarakat dengan istilah “menganakkan uang.” Wallahul musta’an.


2.
Riba Fadhl
riba ini  adalah adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya.

Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba khafi (samar), sebab riba ini merupakan pintu menuju riba nasi`ah.

Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Yang rajih tanpa keraguan lagi adalah pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adalah haram dengan dalil yang sangat banyak. Di antaranya:
1. Hadits ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim:
لاَ تَبِيْعُوا الدِّيْنَارَ بِالدِّيْنَارَيْنِ وَلاَ الدِّرْهَمَ بِالدِّرْهَمَيْنِ

“Jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar, jangan pula satu dirham dengan dua dirham.”

Juga hadits-hadits yang semakna dengan itu, di antaranya:

a. Hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yang muttafaq ‘alaih.

b. Hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim.

Juga hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Sa’d bin Abi Waqqash, Abu Bakrah, Ma’mar bin Abdillah dan lain-lain, yang menjelaskan tentang keharaman riba fadhl, tersebut dalam Ash-Shahihain atau salah satunya.

Adapun dalil pihak yang membolehkan adalah hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu:


إِنَّمَا الرِّبَا فِي النَّسِيْئَةِ

“Sesungguhnya riba itu hanya pada nasi`ah (tempo).”

Maka ada beberapa jawaban, di antaranya:

a. Makna hadits ini adalah tidak ada riba yang lebih keras keharamannya dan diancam dengan hukuman keras kecuali riba nasi`ah. Sehingga yang ditiadakan adalah kesempurnaan, bukan wujud asal riba.

b. Hadits tersebut dibawa kepada pengertian: Bila jenisnya berbeda, maka diperbolehkan tafadhul (selisih timbangan) dan diharamkan adanya nasi`ah.

Ini adalah jawaban Al-Imam Asy-Syafi’i, disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari gurunya, Sulaiman bin Harb. Jawaban ini pula yang dirajihkan oleh Al-Imam Ath-Thabari, Al-Imam Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Qudamah, dan sejumlah ulama besar lainnya.

Jawaban inilah yang mengompromikan antara hadits yang dzahirnya bertentangan. Wallahul muwaffiq.


3.
Riba Nasi`ah (Tempo)
Yaitu adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat).

Riba ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba jali (jelas) dan para ulama sepakat tentang keharaman riba jenis ini dengan dasar hadits Usamah bin Zaid di atas. Banyak ulama yang membawakan adanya kesepakatan akan haramnya riba jenis ini.

Riba fadhl dan riba nasi`ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan riba bai’ (riba jual beli).

4.Riba Al-Yadd
ialah Riba yang disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barang-barang. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan pertukaran uang atau barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima. Larangan riba yadd ditetapkan berdasarkan hadits berikut ini;
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاء
َ“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma denga dibayarkan kontan;kismai dengan kismis riba,kecuali dengan di bayarkan kontan(HR al-Bukhari dari umarbin khatab ra.)
»»  baca lanjutannya sob .. ..

4 PRINSIP MUAMALAH

Prinsip-prinsip Muamalah berbeda dengan prinsip-prinsip akidah ataupun ibadah. Dr. Muhammad 'Utsman Syabir dalam al-Mu'amalah al-Maliyah al-Mu'ashirah fil Fiqhil Islamiy menyebutkan prinsip-prinsip itu, yaitu:

1. Fiqh mu'amalat dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh beberapa nash berikut:

a. Firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil; kecuali dengan cara perdagangan atas dasar kerelaan di antara kalian." (QS. An-Nisa`: 29)

"Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil dan janganlah kalian menyuap dengan harta itu, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188)

b. Firman Allah,
"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

c. Ibnu 'Umar ra menyatakan bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli gharar (mengandung ketidakjelasan). (HR. Muslim, 10/157 dan al-Baihaqiy di dalam as-Sunanul Kubra, 5/338)

2. Pada asalnya, hukum segala jenis muamalah adalah boleh. Tidak ada satu model/jenis muamalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika didapati adanya nash shahih yang melarangnya, atau model/jenis muamalah itu bertentangan dengan prinsip muamalah Islam. Dasarnya adalah firman Allah,
"Katakanlah, 'Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.' Katakanlah, 'Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah.'." (QS. Yunus: 59)

3. Fiqh mu'amalah mengompromikan karakter tsabat dan murunah. Tsubut artinya tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah. Maknanya, prinsip-prinsip Islam baik dalam hal akidah, ibadah, maupun muamalah, bersifat tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah sampai kapan pun.
Namun demikian, dalam tataran praktis, Islam—khususnya dalam muamalah—bersifat murunah. Murunah artinya lentur, menerima perubahan dan adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tsubut.

4. Fiqh muamalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah (alasan disyariatkannya suatu hukum). Tujuan dari disyariatkannya muamalah adalah menjaga dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Prinsip-prinsip muamalah kembali kepada hifzhulmaal (penjagaan terhadap harta), dan itu salah satu dharuriyatul khamsah (dharurat yang lima). Sedangkan berbagai akad—seperti jual beli, sewa menyewa, dlsb.—disyariatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyingkirkan kesulitan dari mereka.

Bertolak dari sini, banyak hukum muamalah yang berjalan seiring dengan maslahat yang dikehendaki Syari' ada padanya. Maknanya, jika maslahatnya berubah, atau maslahatnya hilang, maka hukum muamalah itu pun berubah. Al-'Izz bin 'Abdussalam menyatakan, "Setiap aktivitas
yang tujuan disyariatkannya tidak terwujud, aktivitas itu hukumnya batal."

Dengan bahasa yang berbeda, asy-Syathibiy sependapat dengan al-'Izz..
Asy-Syathibiy berkata, "Memperhatikan hasil akhir dari berbagai perbuatan adalah sesuatu yang mu'tabar (diakui) menurut syariat."

Wallahu a'lam.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Transaksi yang dilarang dalam muamalah

Dalam Majmu' Fatawa 28/385, Ibnu Tamiyah mengisyaratkan bahwa pengharaman semua muamalah di dalam al-Qur`an dan as-Sunnah lantaran di dalam muamalah itu ada kezhaliman, riba, perjudian, dan ketidakjelasan (gharar).

Secara lebih terperinci Dr. Rafiq Yunus al-Mishriy menginventarisir perkara-perkara yang diharamkan dalam muamalah Islam, di antaranya:

1. Riba. Riba adalah tambahan yang diberikan karena pertambahan waktu.
Misalnya, seseorang meminjam uang senilai 100 gram emas selama satu tahun; disepakati dia harus mengembalikannya pada waktunya dengan uang senilai 110 gram emas. Ini jenis riba yang hari ini banyak dipraktikkan oleh perbankan konvensional-kapitalis.

2. Perjudian. Perjudian adalah upaya saling merugikan, hal mana pihak-pihak yang terlibat tidak mengetahui siapa yang akan mendapatkan harta mereka. Di dalam perjudian ada berbagai mudharat, yaitu: membiasakan orang untuk malas, membuat kecanduan, mendorong bobroknya
rumah tangga, dan sejatinya perjudian bukanlah aktivitas ekonomi.

3. Gharar/jahalah. Gharar (spekulasi) didefinisikan oleh para fuqaha kemungkinan, keraguan, ketidakjelasan, dan ketidakpastian; apakah akan mendapatkan suatu hasil ataukah tidak. Para fuqaha memerinci gharar menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Gharar fil wujud, yakni spekulasi keberadaan, seperti menjual sesuatu anak kambing, padahal induk kambing belum lagi bunting.
b. Gharar fil hushul, yakni spekulasi hasil, seperti menjual sesuatu yang sedang dalam perjalanan, belum sampai ke tangan penjual.
c. Gharar fil miqdar, yakni spekulasi kadar, seperti menjual ikan yang terjaring dengan sekali jaring sebelum dilakukannya penjaringan.
d. Gharar fil jinsi, yakni spekulasi jenis, seperti menjual barang yang tidak jelas jenisnya.
e. Gharar fish shifah, spekulasi sifat, seperti menjual barang yang spesifikasinya tidak jelas.
f. Gharar fiz zaman, spekulasi waktu, seperti menjual barang yang masa penyerahannya tidak jelas.
g. Gharar fil makan, spekulasi tempat, seperti menjual barang yang tempat penyerahannya tidak jelas.
h. Gharar fit ta'yin, spekulasi penentuan barang, seperti menjual salah satu baju dari dua baju, tanpa dijelaskan mana yang hendak dijual.

Terkait dengan gharar ini, para fuqaha menyatakan, gharar yang diharamkan adalah gharar yang terang dan banyak—seperti menjual ikan di dalam kolam, sedangkan gharar yang sedikit—seperti menjual jeruk tanpa dikupas terlebih dahulu—dimaafkan.
Perlu dicatat bahwa mudharat gharar berada di bawah mudharat riba, spt dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa 29/25.

4. Ihtikar. Yakni membeli barang dengan tujuan menimbunnya untuk dijual ketika harganya tinggi. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang menimbun, dia telah berbuat salah." (HR. Muslim, 11/43)

5. Ghubn. Yakni menaikkan harga barang melebihi harga umum (mark up). Ghubn ada dua: ghubn fahisy (jelas/besar) dan ghubn yasir (kecil).

Meskipun para ulama berbeda pendapat mengenai kadar maksimal ghubn yasir, naum mereka sepakat bahwa mark up lebih dari 33% termasuk ghubn fahisy. Ghubn fahisy hukumnya haram bagi penjual, karena adanya unsur penipuan, sedangkan bagi pembeli, menurut sebagian fuqaha dia tidak berhak mengembalikan barang yang telah dibelinya, lantaran dia tidak menanyakan terlebih dahulu kepada orang-orang yang lebih tahu/berpengalaman. Sedangkan menurut sebagian yang lain, dia berhak mengembalikan barang yang telah dibelinya.

6. Najasy. Yakni menaikkan harga barang supaya calon pembeli tertarik lantaran menduga barang yang mahal adalah barang yang baik/berkualitas. Najasy haram, tetapi jual belinya tetap sah, menurut para fuqaha. Pelaku najasy berdosa, sedangkan pembeli keliru karena tidak berhati-hati dan bertanya kepada berbagai pihak yang mengetahui harga dan kualitas barang.

7. Israf. Israf yakni melampaui batas/ berlebih-lebihan di dalam membelanjakan harta melebihi batas kebutuhan. Setiap muslim diperintahkan untuk menjauhi sikap israf dan membuang-buang harta.
Allah berfirman, "Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan!"

8. Zhulm. Zhulm atau berbuat zhalim dilarang Islam dalam seluruh aspek kehidupan; termasuk dalam muamalah. Selain ayat-ayat yang telah disebutkan di depan, Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh mendatangkan mudharat untuk diri sendiri maupun untuk orang lain."
(HR. Ibnu Majah).

9. Ghashab. Ghashab adalah mengambil hak orang lain secara terang-terangan, berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hukum ghashab haram, meskipun harta yang diambil tidak mencapai nishab pencurian.

Wallahu a'lam.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

prinsip dasar mu'amalah

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar fiqh muamalah adalah sebagai berikut;

Hukum Asal dalam Muamalah adalah Mubah (diperbolehkan).

Ulama fiqh sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang sepanjang belum/ tidak ditemukan nash yang secara sharih melarangnya. Berbeda dengan ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya, ibadah kepada Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dari-Nya.

Allah berfirman: “Katakanlah, Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. Katakanlah, Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (QS.Yunus:59). Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah memberikan kebebasan dan kelenturan dalam kegiatan muamalah, selain itu syariah juga mampu mengakomodir transaksi modern yang berkembang.

Konsen Fiqh Muamalah untuk Mewujudkan Kemaslahatan

Fiqh muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mereduksi permusuhan dan perselisihan di antara manusia. Allah tidak menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia. Ibnu Taimiyah berkata: “Syariah diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, mengeliminasi dan mereduksi kerusakan, memberikan alternatif pilihan terbaik di antara beberapa pilihan, memberikan nilai maslahat yang maksimal di antara beberapa maslahat, dan menghilangkan nilai kerusakan yang lebih besar dengan menanggung kerusakan yang lebih kecil” .

Menetapkan Harga yang Kompetitif

Masyarakat sangat membutuhkan barang produksi, tidak peduli ia seorang yang kaya atau miskin, mereka menginginkan konsumsi barang kebutuhan dengan harga yang lebih rendah. Harga yang lebih rendah (kompetitif) tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dengan menurunkan biaya produksi. Untuk itu, harus dilakukan pemangkasan biaya produksi yang tidak begitu krusial, serta biaya-biaya overhead lainnya.

Islam melaknat praktik penimbunan (ikhtikar), karena hal ini berpotensi menimbulkan kenaikan harga barang yang ditanggung oleh konsumen. Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang men-supply barang akan diberi rizki, dan orang yang menimbunnya akan mendapat laknat” dalam hadits lain Rasul bersabda: “Sejelek-jelek hamba adalah seorang penimbun, yakni jika Allah (mekanisme pasar) menurunkan harga, maka ia akan bersedih, dan jika menaikkannya, maka ia akan bahagia” .

Di samping itu, Islam juga tidak begitu suka (makruh) dengan praktik makelar (simsar), dan lebih mengutamakan transaksi jual beli (pertukaran) secara langsung antara produsen dan konsumen, tanpa menggunakan jasa perantara. Karena upah untuk makelar, pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen. Untuk itu Rasulullah melarang transaksi jual beli hadir lilbad , yakni transaksi yang menggunakan jasa makelar.

Imam Bukhari memberikan komentar bahwa praktik ini akan dapat memicu kenaikan harga yang hanya akan memberatkan konsumen. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian melakukan jual beli talaqqi rukban ” yakni, janganlah kalian menjemput produsen yang sedang berjalan ke pasar di pinggiran kota, kalian membeli barang mereka dan menjualnya kembali di pasaran dengan harga yang lebih tinggi.

Meninggalkan Intervensi yang Dilarang

Islam memberikan tuntunan kepada kaum muslimin untuk mengimani konsepsi qadla’ dan qadar Allah (segala ketentuan dan takdir). Apa yang telah Allah tetapkan untuk seorang hamba tidak akan pernah tertukar dengan bagian hamba lain, dan rizki seorang hamba tidak akan pernah berpindah tangan kepada orang lain. Perlu disadari bahwa nilai-nilai solidaritas sosial ataupun ikatan persaudaraan dengan orang lain lebih penting daripada sekedar nilai materi. Untuk itu, Rasulullah melarang untuk menumpangi transaksi yang sedang dilakukan orang lain, kita tidak diperbolehkan untuk intervensi terhadap akad atau pun jual beli yang sedang dilakukan oleh orang lain. Rasulullah bersabda: “Seseorang tidak boleh melakukan jual beli atas jual beli yang sedang dilakukan oleh saudaranya” .

Menghindari Eksploitasi

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, dimana Rasulullah bersabda: “Sesama orang muslim adalah saudara, tidak mendzalimi satu sama lainnya…, barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya, dan barang siapa membantu mengurangi beban sesama saudaranya, maka Allah akan menghilangkan bebannya di hari kiamat nanti” .

Semangat hadits ini memberikan tuntunan untuk tidak mengeksploitasi sesama saudara muslim yang sedang membutuhkan sesuatu, dengan cara menaikkan harga atau syarat tambahan yang memberatkan. Kita tidak boleh memanfaatkan keadaan orang lain demi kepentingan pribadi. Untuk itu, Rasulullah melarang melakukan transaksi dengan orang yang sedang sangat membutuhkan (darurat) , Allah berfirman: “dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangan” (QS. Al A’raf:85).

Memberikan Kelenturan dan Toleransi

Toleransi merupakan karakteristik dari ajaran Islam yang ingin direalisasikan dalam setiap dimensi kehidupan. Nilai toleransi ini bisa dipraktikkan dalam kehidupan politik, ekonomi atau hubungan kemasyarakatan lainnya. Khusus dalam transaksi finansial, nilai ini bisa diwujudkan dengan memper-mudah transaksi bisnis tanpa harus memberatkan pihak yang terkait. Karena, Allah akan memberikan rahmat bagi orang yang mempermudah dalam transaksi jual beli.

Selain itu, kelenturan dan toleransi itu bisa diberikan kepada debitur yang sedang mengalami kesulitan finansial, karena bisnis yang dijalankan sedang mengalami resesi. Melakukan re-scheduling piutang yang telah jatuh tempo, disesuaikan dengan kemapanan finansial yang diproyeksikan. Di samping itu, tetap membuka peluang bagi para pembeli yang ingin membatalkan transaksi jual beli, karena terdapat indikasi ke-tidak-butuh-annya terhadap obyek transaksi (inferior product).

Jujur dan Amanah

Kejujuran merupakan bekal utama untuk meraih keberkahan. Namun, kata jujur tidak semudah mengucapkannya, sangat berat memegang prinsip ini dalam kehidupan. Seseorang bisa meraup keuntungan berlimpah dengan lipstick kebohongan dalam bertransaksi. Sementara, orang yang jujur harus menahan dorongan materialisme dari cara-cara yang tidak semestinya. Perlu perjuangan keras untuk membumikan kejujuran dalam setiap langkah kehidupan.

Kejujuran tidak akan pernah melekat pada diri orang yang tidak memiliki nilai keimanan yang kuat. Seseorang yang tidak pernah merasa bahwa ia selalu dalam kontrol dan pengawasan Allah SWT. Dengan kata lain, hanyalah orang-orang beriman yang akan memiliki nilai kejujuran. Untuk itu, Rasulullah memberikan apresiasi khusus bagi orang yang jujur, “Seorang pedagang yang amanah dan jujur akan disertakan bersama para Nabi, siddiqin (orang jujur) dan syuhada” .

Satu hal yang bisa menafikan semangat kejujuran dan amanah adalah penipuan (ghisy). Dalam konteks bisnis, bentuk penipuan ini bisa diwujudkan dengan melakukan manipulasi harga, memasang harga tidak sesuai dengan kriteria yang sebenarnya. Menyembunyikan cacat yang bisa mengurangi nilai obyek transaksi. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda, “Tidak dihalalkan bagi pribadi muslim menjual barang yang diketahui terdapat cacatnya, tanpa ia memberikan informasinya” .

Sebenarnya, masih terdapat beberapa prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam kehidupan muamalah. Di antaranya, menjauhi adanya gharar dalam transaksi, ketidakjelasan (uncertainty) yang dapat memicu perselisihan dan pertengkaran dalam kontrak bisnis. Semua kesepakatan yang tertuang dalam kontrak bisnis harus dijelaskan secara detil, terutama yang terkait dengan hak dan kewajiban, karena hal ini berpotensi menimbulkan konflik.

Ketika kontrak bisnis telah disepakati, masing-masing pihak terkait harus melakukan kewajiban yang merupakan hak bagi pihak lain, dan sebaliknya. Sebisa mungkin dihindari terjadinya wan prestasi. Memiliki komitmen untuk menjalankan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak bisnis. Allah berfirman dalam QS al-Maidah ayat 1. Dan yang terpenting, dalam menjalankan kontrak bisnis harus dilakukan secara profesional. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai seorang hamba yang profesional dalam menjalankan pekerjaannya” .
»»  baca lanjutannya sob .. ..

PAJAK PENGHASILAN [contoh pasal 21 perpajakan]


Pajak Penghasilan Pasal 21


Pengertian Pajak Penghasilan 21
          PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa  gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri  sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan

Wajib Pajak Pph Pasal 21
          Pejabat negara, NPS, Pegawai
          Pegawai Tetap
          Pegawai dengan status WP luar negeri
          Pegawai Lepas
          Penerima Pensiun
          Penerima Honorarium
          Penerima Upah


Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21
          Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing
          Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam keputusan Mentri Keuangan No. 611/KMK.04/1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau pekerjaan lain

Pemotong Pajak Pph 21
          Pemberi kerja baik orang pribadi, badan, BUT baik induk maupun cabang
          Bendaharawan pemerintah pusat/daerah, Instansi, Departemen, KBRI, dll
          Dana Pensiun, PT. TASPEN, ASTEK, JAMSOSTEK,THT
          BUMN/ BUMD
          Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, organisasi

Bukan  Pemotong PPh 21/26
          Perwakilan Diplomatik seperti kedutaan besar negara sahabat
          Badan / Organisasi Internasional seperti organisasi PBB

Objek Pajak PPh 21/26
          Penghasilan Teratur
          Penghasilan Tidak Teratur berupa jasa produksi, tantiem,THR, bonus dll
          Upah harian, mingguan, satuan & borongan
          Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
          Uang tebusan pensiun, Pesangon THT, dll
          Honorarium dengan nama dan bentuk apapun
          Imbalan dengan nama dan bentuk apapun
          Penghasilan natura yang diberikan oleh bukan wajib pajak

Tidak Termasuk Penghasilan
          Pembayaran oleh perusahaan asuransi
          Penerimaan dalam bentuk Natura
          Iuran pensiun & THT yang dibayar pemberi kerja
          Natura yang diberikan oleh pemerintah
          Kenikmatan Pajak yang ditanggung pemberi kerja

Pengurang Penghasilan yg diperbolehkan
1. Biaya Jabatan , khusus untuk Pegawai Tetap:
    -  Tanpa melihat memiliki jabatan atau tidak
    - Besarnya 5% dari Penghasilan Bruto  maksimum              Rp 6.000.000 setahun atau  Rp 500.000 sebulan

2. Iuran Pensiun dan THT
-   Yang dibayar pegawai
-   Yayasan dana pensiun yang di  setujui menteri keuangan
-   Jumlahnya tidak dibatasi

3.  Biaya Pensiun
Khusus untuk  penerima pensiun berkala atau bulanan     Besarnya 5% dari uang pensiun maksimum Rp 2.400.000 setahun atau  Rp 200.000 sebulan

4. Penghasilan Tidak kena Pajak ( PTKP)
-     Menurut  keadaan  wajib  pajak   tanggal  1 januari /awal tahun, khusunya WPDN
-     Keadaan pada saat datang ke Indonesia khusus WNA


TARIF PAJAK
·         WP Pribadi
·         WP Badan

TariF Pasal 17 UU PPh dikenakan atas:

          Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari :
1. Pegawai tetap
2. Penerima pensiun berkala
3. Pegawai tidak tetap
4. Pemagang, calon pegawai
5. Kegiatan Multilevel marketing

PPh psl 21 = PKP x Tarif pasal 17 UU PPh
          Penghasilan Bruto dari :
1.   Honorarium, Bea siswa,  uang saku, hadiah penghargaan, komisi, dll.
2.   Honorarium anggota dewan komisaris/ pengawas tidak merangkap peg. Tetap
3. Jasa produksi, tantiem, bonus yang diterima mantan pegawai
4.   Penarikan dana pensiun iuran pasti
5.   Pembayaran lain : pemain musik, olahragawan dll

PPh psl 21 = Penghasilan bruto  x Tarif pasal 17 UU PPh

          Tarif 15%  dikenakan atas Tenaga Ahli  Dengan Norma Perhitungan 50%
Penghasilan bruto yang dibayarkan kpd  :
1.   Pengacara
2.   Akuntan
3.   Arsitek
4.   Dokter
5.   Konsultan, notaris
6.   Penilai, aktuaris

PPh psl 21 = (Penghasilan brutox50%) x 15%

          Tarif 5 % dikenakan atas
1.    Upah harian
2.    Upah mingguan
3.    Upah satuan
4.    Upah borongan
Jika upah yg diterima sehari diatas   Rp 150.000 sehari  dan tidak lebih dari  Rp 1.320.000 sebulan dan tidak dibayarkan secara bulanan
PPh psl 21 = (Penghasilan bruto sehari – Rp 150.000) x 5%
Tarif PPh psl 21 yang bersifat FINAL
1.   Atas uang pesangon, uang tebusan pensiun, THT yang dibayar sekaligus. Dengan ketentuan :

Penghasilan bruto
Tarif
< Rp 25.000.000
Tidak dipotong pajak
Rp 25 juta s/d Rp 50 juta
5 %
Rp 50 juta s/d Rp 100 juta
10%
Rp 100 juta s/d Rp 200 juta
15%
> Rp 200 juta
25%

2.   Atas komisi yang diterima atau diperoleh petugas dinas luar asuransi & petugas penjaja barang dagangan, sepanjang petugas tersebut bukan pegawai tetap
      PPh psl 21 = penghasilan bruto x 10 %

3.   Atas penghasilan bruto berupa honorarium yang diterima oleh pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri yang sumber dananya berasal dari keuntungan negara/daerah kecuali yang dibayarkan kepada PNS gol Iid ke bawah dan anggota TNI/Polri yang berpangkat Lettu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat satu kebawah
      PPh psl 21 = penghasilan bruto x 15 %


Menghitung PKP (WNI)
1.  Bekerja sejak awal tahun ( Jan - Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX

2.   Bekerja pada tahun berjalan ( Sep - Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 4
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX
     Menghitung penghasilan neto tidak perlu disetahunkan

3.   Berhenti bekerja karena Pensiun
Perhitungan sama dengan poin 2

4.   Berhenti karena meninggal sebelum tahun pajak berakhir                 ( misal meninggal  Agustus )
Penghasilan bruto /bulan              Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX



Menghitung PKP  ( WNA ) tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia

1.  Bekerja Sejaka awal tahun ( Jan -  Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX



2.  Bekerja tidak setahun penuh ( Sep-Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX


3.  Berhenti bekerja karena meninggalkan Indonesia
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX


Menghitung PPh Pasal 21 (WNA)
Untuk WNA yang tinggal kurang dari 183 hari diperkenanakan PPh Pasal 26, tarif 20% dari penghasilan bruto



CONTOH MENGHITUNG PPh PASAL 21

PPh 21 untuk pegawai tetap
1.         Hasan bekerja pada perusahaan PT ABC dengan gaji sebulan Rp 3.500.000. PT ABC masuk program jamsostek, premi asuransi kecelakan kerja dan premi asuransi kematian ditanggung oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing 0.24% dan 1%. Disamping itu pemberikerja juga menanggung iuran pensiun yang dibayarkan ke yayasan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu dan iuran JHT masing-masing sebesar 5% dan 3% sedangkan ditanggung Hasan masing-masing 5% dan 2%, semua dihitung dari gaji. Hasan menikah dan mempunyai 1 anak

PPh 21 untuk pegawai tetap karyawati
2.         Yolanda status menikah blm mempunyai anak adalah karyawati PT Mustika dengan gaji Rp 5.500.000,- sebulan. PT Mustika setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mustika membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Yolanda membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Suami Yolanda bekerja di PT. Aman

3.    Dina status menikah mempunyai 3 anak adalah karyawati PT Maju dengan gaji Rp 3.000.000,- sebulan. PT Maju setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mustika membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Yolanda membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda setempat, suami Dina tidak mempunyai penghasilan dan masih mempunyai tanggungan seorang ibu yang sudah tua serta tidak berpenghasilan.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh uang lembur
4.         Tn Yunus status menikah mempunyai 3 anak adalah karyawati          PT Jaya dengan gaji Rp 3.000.000,- sebulan. PT Jaya setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mustika membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Tn Yunus menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Untuk bulan Mei 2006 di saping gaji juga memperoleh uang lembur sebesar Rp 500.000,-

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang gajinya dibayar mingguan dan harian
5.         Mulyana status menikah dan mempunyai 2 orang anak, Mulyana karyawan CV. Anugrah dengan gaji mingguan sebesar Rp 2.500.000,-. setiap bulan CV. Anugrah membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu CV. Anugrah membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Mulyana menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

6.         Fina status belum menikah, karyawati PT. Makmur dengan gaji harian sebesar Rp 200.000,-. setiap bulan PT. Makmur membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Makmur membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Fina menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.
Pegawai Tetap yang PPh 21nya ditanggung pemberi kerja
7.         Iwan  status menikah dan mempunyai 3 orang anak, Iwan karyawan PT Lestari dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,-. PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Setiap bulan PT. Lestari membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Lestari membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Iwan menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh tunjangan pajak dan tunjangan lainnya
8.         Raka  status menikah dan mempunyai 1 orang anak, Raka karyawan PT Husada dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,-. Dan tunjangan PPh 21 sebesar 2.5% dari gaji. Setiap bulan PT. Husada membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Husada membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan raka  menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

9.         Gono  status menikah dan mempunyai 2 orang anak, Gono karyawan PT Karya dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,- Disamping itu juga menerima tunjangan beras Rp 250.000,- dan tunjangan transportasi Rp 350.000,-. Setiap bulan PT. Karya membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Karya membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Gono menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.


PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh penghasilan natura atau kenikmatan lainnya
10.      Dono  status belum menikah karyawan PT Bahari dengan gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,-. Disamping itu juga menerima beras 10 kg (harga pasar Rp 3.500,-/kg) dan kendaraan dinas (setara dengan Rp 650.000,-). Setiap bulan PT. Bahari membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Bahari membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Dono menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh penghasilan natura atau kenikmatan lainnya dari Bukan Wajib Pajak
11.      Roy status menikah dan mempunyai 1 orang anak, Roy adalah WNI yang bekerja pada kedutaan Australia di Indonesia dengan gaji sebulan sebesar Rp 9.000.000,-. Disamping itu juga menerima beras 45 kg dan gula 20 kg. Untuk menentukan nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu untuk beras Rp 4.500,-/kg dan 5.500,-/kg.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh uang rapel
12.      Danar status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Adiguna dengan gaji Rp 4.000.000,- sebulan. PT Adiguna setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Adiguna membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Danar membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Pada tanggal 1 Mei  2006 Danar menerima kenaikan gaji menjadi Rp 5.000.000,- sebulan berlaku surut sejak Januari 2006. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut Danar menerima uang rapel Rp 5.000.000,- yang merupakan pembayaran gaji untuk bulan Januari – April 2006.

PPh 21 untuk Pegawai  yang kewajiban subjektifnya sbg subjek pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun takwim tetapi baru bekerja pada pertengah tahun
13.      Husni status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Arta sejak 1 September 2006 dengan gaji Rp 5.500.000,- sebulan. PT Arta setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Arta membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Husni membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk Pegawai  yang kewajiban subjektifnya sbg subjek pajak dalam negeri dimulai seteleh permulaan tahun pajak atau berakhir dalam tahun pajak
14.      William status menikah dan mempunyai 3 orang anak, William adalah warga negara Amerika yang datang dan mulai bekerja pada 1 Mei 2005, berdasarkan kontrak dengan PT. Tirta ia bekerja di Indonesia sampai April 2006. Selama tahun 2005 ia menerima gaji perbulan Rp 9.000.000,-

PPh 21 terhadap pernghasilan berupa : jasa produksi, tentiem, gratifikasi, THR, Bonus, Premi dan sejenisnya yang sifatnya tidak tetap
15.  Bowo status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Mahameru dengan gaji Rp 5.000.000,- sebulan. PT Mahameru setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mahameru membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Bowo membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Dalam tahun 2005 Bowo menerima bonus sebesar Rp 10.000.000,-

16.      Nn. Silvi status adalah karyawan PT Abadi dengan gaji Rp 5.000.000,- sebulan. PT Abadi setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Abadi membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Nn. Silvi membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Pada bulan November 2006 Silvi menerima THR sebesar Rp 10.000.000,-

PPh 21 atas penghasilan yang diperoleh dalam mata uang asing
17.      Christin status menikah mempunyai 1 anak adalah karyawati PT. Angkasa memperoleh Gaji sebesar US $ 6.000 sebulan. Kurs yang berlaku saat itu berdasarkan keputusan Menkeu adalah Rp 10.000,-/ US $

PPh 21 terhadap penghasilan pegawai yang dipindahkan tugasnya dalam tahun pajak berjalan
18.      Arya status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Adi Buana. Sejak 1 April 2006 dipindahkan tugaskan darikantor Pusat Surabaya ke kantor cabang di Malang. Untuk itu gaji yang diperoleh juga naik dari Rp 4.000.000 menjadi Rp 5.000.000,- sebulan. PT Adi Buana setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Adi Buana membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Arya membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk pegawai tidak tetap, calon pegawai atau pemagang
19.      Jodi status menikah belum mempunyai anak bekerja pada PT. Mulia sebagai calon pegawai. Gaji sebulan adalah Rp 3.000.000,-

PPh 21 untuk penerima pensiun
20.      Gilang status menikah dan mempunyai 4 orang anak (2 diantaranya telah lulus sarjana dan telah bekerja) adalah karyawan PT Karya. Sejak 1 April 2005 memasuki masa pensiun dan menerima uang pensiun Rp 4.000.000,- sebulan. Sebelumnya ia memperoleh gaji Rp 8.000.000,- sebulan. Disamping itu juga menerima tunjangan beras Rp 250.000,- Setiap bulan PT. Karya membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Karya membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 10% untuk karyawannya sedangkan Gilang menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 0%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk pengambilan dana pensiun oleh peserta pensiun
21.      Anton status menikah mempunyai 1 anak adalah karyawan PT Budi Luhur dengan gaji Rp 6.000.000,- sebulan. PT Budi Luhur setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Budi Luhur membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Anton membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Bulan Mei 2006 Anton memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah sibayar sendiri sebesar Rp 25.000.000,- Kemudian bulan September 2006 untuk biaya sekolah anaknya ia menarik lagi dana sebesar Rp 20.000.000,-. Kemudia bulan nopember 2006 untuk keperluan lain ia menarik lagi dana sebesar Rp 35.000.000,-

PPh 21 untuk upah harian, mingguan dan borongan
22.      Tio status menikah dan belum mempunyai anak pada bulan maret  2006 bekerja selama 10 hari pada PT. Mentari, menerima upah sebesar Rp 200.000,- per hari

23.      Candra status belum menikah adalah seorang perakit komputer pada suatu perusahaan elektronik. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 60.000,- per unit komputer dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (5 hari kerja) dihasilkan sebanyak 15 komputer dengan upah total Rp 900.000,-

24.      Arya mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp 1.000.000 pekerja diselesaikan dalam 2 hari. Arya menikah dan mempunyai 1 anak.

25.      Santo menikah mempunyai 1 anak bekerja pada perusahaan tekstil dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Nopember 2006 Santo hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 200.000,-

PPh 21 atas penghasilan lainnya yg menjadi objek PPh 21
26.      Drs. Wayan adalah seorang konsultan pajak yang memberikan jasanya kepada PT. Mulia dengan honor Rp 60.000.000,-
27.      Rusman, MSc adalah seorang komisaris di PT Rajasa yang bukan pegawai tetap. Dalam bulan Desember 2006 ia menerima honorarium sebesar Rp 150.000.000

28.      Ir Rusdi adalah seorang arsitek pada bulan Januari 2006 menerima honorarium sebesar Rp 30.000.000 dari PT Waskita sebagai imbalan jasa teknik yang dilakukan. (norma penghitungan penghasilan neto untuk arsitek adalah 40%)

29.      Irwan adalah seorang petugas dinas luar asuransi yang bukan pegawai tetap dari PT Asuransi Jiwa Damai. Pada bulan Januari 2005 menerima komisi sebesar Rp 4.000.000

30.      Bayu SH, bekerja pada PT Mangga. Pada 1 Januari 2006 telah berhenti bekerja dari PT Mangga karena pensiun. Pada bulan Maret 2005 ia menerima jasa produksi tahun 2004 dari PT mangga sebesar Rp 80.000.000

31.      Angelique Wijaya adalah seorang petenis profesional yang bertempat tinggal di Indonesia, ia menjuarai turnamen tenis Indonesia Open & memperoleh hadiah sebesar  Rp 60.000.000

32.      Radityo seorang dosen UG, status menikah dan mempunyai 3 anak. Mulai Pebruari 2006 mendapat tugas belajar S2 dari pihak kampus dengan beasiswa sebesar Rp 6.000.000,- sebulan

33.      Dewi pegawai baru PT. Maju. Sebelum diangkat sebagai pegawai tetap Dewi harus melewati tahap sebagai karyawan magang dan memperoleh uang saku harian sebesar Rp 200.000,-

34.          Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak. Ia mempunyai kegiatan multilevel marketing dari produk yang dikeluarkan oleh CNI. Pada bulan Pebruari 2006 ia memperoleh penghasilan sebesar Rp 6.000.000,-
»»  baca lanjutannya sob .. ..