PAJAK PENGHASILAN [contoh pasal 21 perpajakan]


Pajak Penghasilan Pasal 21


Pengertian Pajak Penghasilan 21
          PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa  gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri  sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan

Wajib Pajak Pph Pasal 21
          Pejabat negara, NPS, Pegawai
          Pegawai Tetap
          Pegawai dengan status WP luar negeri
          Pegawai Lepas
          Penerima Pensiun
          Penerima Honorarium
          Penerima Upah


Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21
          Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing
          Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam keputusan Mentri Keuangan No. 611/KMK.04/1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau pekerjaan lain

Pemotong Pajak Pph 21
          Pemberi kerja baik orang pribadi, badan, BUT baik induk maupun cabang
          Bendaharawan pemerintah pusat/daerah, Instansi, Departemen, KBRI, dll
          Dana Pensiun, PT. TASPEN, ASTEK, JAMSOSTEK,THT
          BUMN/ BUMD
          Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, organisasi

Bukan  Pemotong PPh 21/26
          Perwakilan Diplomatik seperti kedutaan besar negara sahabat
          Badan / Organisasi Internasional seperti organisasi PBB

Objek Pajak PPh 21/26
          Penghasilan Teratur
          Penghasilan Tidak Teratur berupa jasa produksi, tantiem,THR, bonus dll
          Upah harian, mingguan, satuan & borongan
          Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
          Uang tebusan pensiun, Pesangon THT, dll
          Honorarium dengan nama dan bentuk apapun
          Imbalan dengan nama dan bentuk apapun
          Penghasilan natura yang diberikan oleh bukan wajib pajak

Tidak Termasuk Penghasilan
          Pembayaran oleh perusahaan asuransi
          Penerimaan dalam bentuk Natura
          Iuran pensiun & THT yang dibayar pemberi kerja
          Natura yang diberikan oleh pemerintah
          Kenikmatan Pajak yang ditanggung pemberi kerja

Pengurang Penghasilan yg diperbolehkan
1. Biaya Jabatan , khusus untuk Pegawai Tetap:
    -  Tanpa melihat memiliki jabatan atau tidak
    - Besarnya 5% dari Penghasilan Bruto  maksimum              Rp 6.000.000 setahun atau  Rp 500.000 sebulan

2. Iuran Pensiun dan THT
-   Yang dibayar pegawai
-   Yayasan dana pensiun yang di  setujui menteri keuangan
-   Jumlahnya tidak dibatasi

3.  Biaya Pensiun
Khusus untuk  penerima pensiun berkala atau bulanan     Besarnya 5% dari uang pensiun maksimum Rp 2.400.000 setahun atau  Rp 200.000 sebulan

4. Penghasilan Tidak kena Pajak ( PTKP)
-     Menurut  keadaan  wajib  pajak   tanggal  1 januari /awal tahun, khusunya WPDN
-     Keadaan pada saat datang ke Indonesia khusus WNA


TARIF PAJAK
·         WP Pribadi
·         WP Badan

TariF Pasal 17 UU PPh dikenakan atas:

          Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari :
1. Pegawai tetap
2. Penerima pensiun berkala
3. Pegawai tidak tetap
4. Pemagang, calon pegawai
5. Kegiatan Multilevel marketing

PPh psl 21 = PKP x Tarif pasal 17 UU PPh
          Penghasilan Bruto dari :
1.   Honorarium, Bea siswa,  uang saku, hadiah penghargaan, komisi, dll.
2.   Honorarium anggota dewan komisaris/ pengawas tidak merangkap peg. Tetap
3. Jasa produksi, tantiem, bonus yang diterima mantan pegawai
4.   Penarikan dana pensiun iuran pasti
5.   Pembayaran lain : pemain musik, olahragawan dll

PPh psl 21 = Penghasilan bruto  x Tarif pasal 17 UU PPh

          Tarif 15%  dikenakan atas Tenaga Ahli  Dengan Norma Perhitungan 50%
Penghasilan bruto yang dibayarkan kpd  :
1.   Pengacara
2.   Akuntan
3.   Arsitek
4.   Dokter
5.   Konsultan, notaris
6.   Penilai, aktuaris

PPh psl 21 = (Penghasilan brutox50%) x 15%

          Tarif 5 % dikenakan atas
1.    Upah harian
2.    Upah mingguan
3.    Upah satuan
4.    Upah borongan
Jika upah yg diterima sehari diatas   Rp 150.000 sehari  dan tidak lebih dari  Rp 1.320.000 sebulan dan tidak dibayarkan secara bulanan
PPh psl 21 = (Penghasilan bruto sehari – Rp 150.000) x 5%
Tarif PPh psl 21 yang bersifat FINAL
1.   Atas uang pesangon, uang tebusan pensiun, THT yang dibayar sekaligus. Dengan ketentuan :

Penghasilan bruto
Tarif
< Rp 25.000.000
Tidak dipotong pajak
Rp 25 juta s/d Rp 50 juta
5 %
Rp 50 juta s/d Rp 100 juta
10%
Rp 100 juta s/d Rp 200 juta
15%
> Rp 200 juta
25%

2.   Atas komisi yang diterima atau diperoleh petugas dinas luar asuransi & petugas penjaja barang dagangan, sepanjang petugas tersebut bukan pegawai tetap
      PPh psl 21 = penghasilan bruto x 10 %

3.   Atas penghasilan bruto berupa honorarium yang diterima oleh pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri yang sumber dananya berasal dari keuntungan negara/daerah kecuali yang dibayarkan kepada PNS gol Iid ke bawah dan anggota TNI/Polri yang berpangkat Lettu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat satu kebawah
      PPh psl 21 = penghasilan bruto x 15 %


Menghitung PKP (WNI)
1.  Bekerja sejak awal tahun ( Jan - Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX

2.   Bekerja pada tahun berjalan ( Sep - Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 4
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX
     Menghitung penghasilan neto tidak perlu disetahunkan

3.   Berhenti bekerja karena Pensiun
Perhitungan sama dengan poin 2

4.   Berhenti karena meninggal sebelum tahun pajak berakhir                 ( misal meninggal  Agustus )
Penghasilan bruto /bulan              Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX



Menghitung PKP  ( WNA ) tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia

1.  Bekerja Sejaka awal tahun ( Jan -  Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX



2.  Bekerja tidak setahun penuh ( Sep-Des )
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX


3.  Berhenti bekerja karena meninggalkan Indonesia
Penghasilan bruto /bulan  Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan     Rp XXX  -
Penghasilan Neto                                     Rp XXX  x 12
PTKP                                                                    Rp XXX  -
PKP                                                                      Rp XXX


Menghitung PPh Pasal 21 (WNA)
Untuk WNA yang tinggal kurang dari 183 hari diperkenanakan PPh Pasal 26, tarif 20% dari penghasilan bruto



CONTOH MENGHITUNG PPh PASAL 21

PPh 21 untuk pegawai tetap
1.         Hasan bekerja pada perusahaan PT ABC dengan gaji sebulan Rp 3.500.000. PT ABC masuk program jamsostek, premi asuransi kecelakan kerja dan premi asuransi kematian ditanggung oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing 0.24% dan 1%. Disamping itu pemberikerja juga menanggung iuran pensiun yang dibayarkan ke yayasan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu dan iuran JHT masing-masing sebesar 5% dan 3% sedangkan ditanggung Hasan masing-masing 5% dan 2%, semua dihitung dari gaji. Hasan menikah dan mempunyai 1 anak

PPh 21 untuk pegawai tetap karyawati
2.         Yolanda status menikah blm mempunyai anak adalah karyawati PT Mustika dengan gaji Rp 5.500.000,- sebulan. PT Mustika setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mustika membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Yolanda membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Suami Yolanda bekerja di PT. Aman

3.    Dina status menikah mempunyai 3 anak adalah karyawati PT Maju dengan gaji Rp 3.000.000,- sebulan. PT Maju setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mustika membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Yolanda membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda setempat, suami Dina tidak mempunyai penghasilan dan masih mempunyai tanggungan seorang ibu yang sudah tua serta tidak berpenghasilan.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh uang lembur
4.         Tn Yunus status menikah mempunyai 3 anak adalah karyawati          PT Jaya dengan gaji Rp 3.000.000,- sebulan. PT Jaya setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mustika membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Tn Yunus menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Untuk bulan Mei 2006 di saping gaji juga memperoleh uang lembur sebesar Rp 500.000,-

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang gajinya dibayar mingguan dan harian
5.         Mulyana status menikah dan mempunyai 2 orang anak, Mulyana karyawan CV. Anugrah dengan gaji mingguan sebesar Rp 2.500.000,-. setiap bulan CV. Anugrah membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu CV. Anugrah membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Mulyana menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

6.         Fina status belum menikah, karyawati PT. Makmur dengan gaji harian sebesar Rp 200.000,-. setiap bulan PT. Makmur membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Makmur membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Fina menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.
Pegawai Tetap yang PPh 21nya ditanggung pemberi kerja
7.         Iwan  status menikah dan mempunyai 3 orang anak, Iwan karyawan PT Lestari dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,-. PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Setiap bulan PT. Lestari membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Lestari membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Iwan menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh tunjangan pajak dan tunjangan lainnya
8.         Raka  status menikah dan mempunyai 1 orang anak, Raka karyawan PT Husada dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,-. Dan tunjangan PPh 21 sebesar 2.5% dari gaji. Setiap bulan PT. Husada membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Husada membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan raka  menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

9.         Gono  status menikah dan mempunyai 2 orang anak, Gono karyawan PT Karya dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,- Disamping itu juga menerima tunjangan beras Rp 250.000,- dan tunjangan transportasi Rp 350.000,-. Setiap bulan PT. Karya membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Karya membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Gono menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.


PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh penghasilan natura atau kenikmatan lainnya
10.      Dono  status belum menikah karyawan PT Bahari dengan gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,-. Disamping itu juga menerima beras 10 kg (harga pasar Rp 3.500,-/kg) dan kendaraan dinas (setara dengan Rp 650.000,-). Setiap bulan PT. Bahari membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Bahari membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Dono menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh penghasilan natura atau kenikmatan lainnya dari Bukan Wajib Pajak
11.      Roy status menikah dan mempunyai 1 orang anak, Roy adalah WNI yang bekerja pada kedutaan Australia di Indonesia dengan gaji sebulan sebesar Rp 9.000.000,-. Disamping itu juga menerima beras 45 kg dan gula 20 kg. Untuk menentukan nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu untuk beras Rp 4.500,-/kg dan 5.500,-/kg.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh uang rapel
12.      Danar status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Adiguna dengan gaji Rp 4.000.000,- sebulan. PT Adiguna setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Adiguna membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Danar membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Pada tanggal 1 Mei  2006 Danar menerima kenaikan gaji menjadi Rp 5.000.000,- sebulan berlaku surut sejak Januari 2006. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut Danar menerima uang rapel Rp 5.000.000,- yang merupakan pembayaran gaji untuk bulan Januari – April 2006.

PPh 21 untuk Pegawai  yang kewajiban subjektifnya sbg subjek pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun takwim tetapi baru bekerja pada pertengah tahun
13.      Husni status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Arta sejak 1 September 2006 dengan gaji Rp 5.500.000,- sebulan. PT Arta setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Arta membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Husni membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk Pegawai  yang kewajiban subjektifnya sbg subjek pajak dalam negeri dimulai seteleh permulaan tahun pajak atau berakhir dalam tahun pajak
14.      William status menikah dan mempunyai 3 orang anak, William adalah warga negara Amerika yang datang dan mulai bekerja pada 1 Mei 2005, berdasarkan kontrak dengan PT. Tirta ia bekerja di Indonesia sampai April 2006. Selama tahun 2005 ia menerima gaji perbulan Rp 9.000.000,-

PPh 21 terhadap pernghasilan berupa : jasa produksi, tentiem, gratifikasi, THR, Bonus, Premi dan sejenisnya yang sifatnya tidak tetap
15.  Bowo status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Mahameru dengan gaji Rp 5.000.000,- sebulan. PT Mahameru setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Mahameru membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Bowo membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Dalam tahun 2005 Bowo menerima bonus sebesar Rp 10.000.000,-

16.      Nn. Silvi status adalah karyawan PT Abadi dengan gaji Rp 5.000.000,- sebulan. PT Abadi setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Abadi membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Nn. Silvi membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Pada bulan November 2006 Silvi menerima THR sebesar Rp 10.000.000,-

PPh 21 atas penghasilan yang diperoleh dalam mata uang asing
17.      Christin status menikah mempunyai 1 anak adalah karyawati PT. Angkasa memperoleh Gaji sebesar US $ 6.000 sebulan. Kurs yang berlaku saat itu berdasarkan keputusan Menkeu adalah Rp 10.000,-/ US $

PPh 21 terhadap penghasilan pegawai yang dipindahkan tugasnya dalam tahun pajak berjalan
18.      Arya status menikah blm mempunyai anak adalah karyawan PT Adi Buana. Sejak 1 April 2006 dipindahkan tugaskan darikantor Pusat Surabaya ke kantor cabang di Malang. Untuk itu gaji yang diperoleh juga naik dari Rp 4.000.000 menjadi Rp 5.000.000,- sebulan. PT Adi Buana setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Adi Buana membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Arya membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk pegawai tidak tetap, calon pegawai atau pemagang
19.      Jodi status menikah belum mempunyai anak bekerja pada PT. Mulia sebagai calon pegawai. Gaji sebulan adalah Rp 3.000.000,-

PPh 21 untuk penerima pensiun
20.      Gilang status menikah dan mempunyai 4 orang anak (2 diantaranya telah lulus sarjana dan telah bekerja) adalah karyawan PT Karya. Sejak 1 April 2005 memasuki masa pensiun dan menerima uang pensiun Rp 4.000.000,- sebulan. Sebelumnya ia memperoleh gaji Rp 8.000.000,- sebulan. Disamping itu juga menerima tunjangan beras Rp 250.000,- Setiap bulan PT. Karya membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT. Karya membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 10% untuk karyawannya sedangkan Gilang menanggung iuran pensiun 5% dan JHT 0%, semua dihitung dari gaji.

PPh 21 untuk pengambilan dana pensiun oleh peserta pensiun
21.      Anton status menikah mempunyai 1 anak adalah karyawan PT Budi Luhur dengan gaji Rp 6.000.000,- sebulan. PT Budi Luhur setiap bulan membayar JKK 0.24% dan JKM 1% untuk karyawannya. Disamping itu PT Budi Luhur membayar Iuran pensiun 5% dan iuran JHT 3% untuk karyawannya sedangkan Anton membayar iuran pensiun 5% dan JHT 2%, semua dihitung dari gaji. Bulan Mei 2006 Anton memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah sibayar sendiri sebesar Rp 25.000.000,- Kemudian bulan September 2006 untuk biaya sekolah anaknya ia menarik lagi dana sebesar Rp 20.000.000,-. Kemudia bulan nopember 2006 untuk keperluan lain ia menarik lagi dana sebesar Rp 35.000.000,-

PPh 21 untuk upah harian, mingguan dan borongan
22.      Tio status menikah dan belum mempunyai anak pada bulan maret  2006 bekerja selama 10 hari pada PT. Mentari, menerima upah sebesar Rp 200.000,- per hari

23.      Candra status belum menikah adalah seorang perakit komputer pada suatu perusahaan elektronik. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 60.000,- per unit komputer dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (5 hari kerja) dihasilkan sebanyak 15 komputer dengan upah total Rp 900.000,-

24.      Arya mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp 1.000.000 pekerja diselesaikan dalam 2 hari. Arya menikah dan mempunyai 1 anak.

25.      Santo menikah mempunyai 1 anak bekerja pada perusahaan tekstil dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Nopember 2006 Santo hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 200.000,-

PPh 21 atas penghasilan lainnya yg menjadi objek PPh 21
26.      Drs. Wayan adalah seorang konsultan pajak yang memberikan jasanya kepada PT. Mulia dengan honor Rp 60.000.000,-
27.      Rusman, MSc adalah seorang komisaris di PT Rajasa yang bukan pegawai tetap. Dalam bulan Desember 2006 ia menerima honorarium sebesar Rp 150.000.000

28.      Ir Rusdi adalah seorang arsitek pada bulan Januari 2006 menerima honorarium sebesar Rp 30.000.000 dari PT Waskita sebagai imbalan jasa teknik yang dilakukan. (norma penghitungan penghasilan neto untuk arsitek adalah 40%)

29.      Irwan adalah seorang petugas dinas luar asuransi yang bukan pegawai tetap dari PT Asuransi Jiwa Damai. Pada bulan Januari 2005 menerima komisi sebesar Rp 4.000.000

30.      Bayu SH, bekerja pada PT Mangga. Pada 1 Januari 2006 telah berhenti bekerja dari PT Mangga karena pensiun. Pada bulan Maret 2005 ia menerima jasa produksi tahun 2004 dari PT mangga sebesar Rp 80.000.000

31.      Angelique Wijaya adalah seorang petenis profesional yang bertempat tinggal di Indonesia, ia menjuarai turnamen tenis Indonesia Open & memperoleh hadiah sebesar  Rp 60.000.000

32.      Radityo seorang dosen UG, status menikah dan mempunyai 3 anak. Mulai Pebruari 2006 mendapat tugas belajar S2 dari pihak kampus dengan beasiswa sebesar Rp 6.000.000,- sebulan

33.      Dewi pegawai baru PT. Maju. Sebelum diangkat sebagai pegawai tetap Dewi harus melewati tahap sebagai karyawan magang dan memperoleh uang saku harian sebesar Rp 200.000,-

34.          Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak. Ia mempunyai kegiatan multilevel marketing dari produk yang dikeluarkan oleh CNI. Pada bulan Pebruari 2006 ia memperoleh penghasilan sebesar Rp 6.000.000,-
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Perbedaan Akad dan Produk [perbankan syari'ah]

Perbedaan antara produk dengan akad syari’ah
sebelumnya kita harus membedakan terlebih dahulu apa itu produk dan apa itu akad. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah. Contohnya akad murabahah, mudharabah, ijarah dan lain sebagainya. Sementara yang dimaksud dengan produk adalah berbagai macam fasilitas yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan nasabah seperti misalnya Tabungan Qurban iB, Tabungan rencana iB, KPR iB, Pembiayaan Koperasi iB, Transfer iB, pembiayaan konstruksi iB, dll.
Termasuk pula produk pembiayaan multijas yang merupakan pola  dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Sepertimana yang tercantum dalam Fatwa DSN-MUI No. 44/DSN MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa, Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah juga menggunakan Fatwa DSN No: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah.
Produk pembiayaan ini dapat digunakan untuk biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya naik haji atau umrah, termasuk pula untuk biaya pernikahan. Dalam pembiayaan dimaksud, bank syariah memperoleh fee dari imbalan jasa (ujrah) sesuai dengan kesepakatan awal, yang dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
Dalam pembiayaan multijasa ini bank syariah atas permintaan nasabah akan membeli jasa manfaat jasa dari penyedia jasa kemudian nasabah membayar biaya ujrah atau fee sebagai kompensasi atas manfaat yang diperolehnya secara angsuran atau sekaligus sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian.
Penetapan ujrah keuntungan bagi bank ini dilakukan secara negosiasi antara bank dengan nasabah sehingga lebih kompetitif. Angsuran yang disepakati pada awal pembiayaan ini tidak akan berubah selama jangka waktu pembiayaan. Meskipun terjadi fluktuasi suku bunga di pasar konvensional, angsuran pembiayaan multijasa ini tidak berubah. Sehingga nasabah akan merasa tenang karena tidak ada risiko naiknya angsuran bulanan.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Pengertian AKAD

TEORI AKAD DALAM FIKIH MU'AMALAH
Akad (al-‘Aqd), yang dalam pengertian bahasa Indonesia disebut kontrak, merupakan konsekuensi logis dari hubungan sosial dalam kehidupan manusia. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah ketika Ia menciptakan makhluk yang bernama manusia. Karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa.
1. Pengertian Akad (Kontrak)
Akad (al-‘Aqd) dalam bahasa Arab berarti: pengikatan antara ujung-ujung sesuatu. Ikatan di sini tidak dibedakan apakah ia berbentuk fisik atau kiasan. Sedangkan menurut pengertian istilah, akad berarti ikatan antara ijab dan qabul yang diselenggarakan menurut ketentuan syariah di mana terjadi konsekuensi hukum atas sesuatu yang karenanya akad diselenggarakan . Pengertian ini bersifat lebih khusus karena terdapat pengertian akad secara istilah yang lebih luas dari pengertian ini. Namun ketika berbicara mengenai akad, pada umumnya pengertian inilah yang paling luas dipakai oleh fuqahâ’ (para pakar fikih).
Adapun pengertian akad yang bersifat lebih umum mencakup segala diinginkan orang untuk dilakukan baik itu yang muncul karena kehendak sendiri (irâdah munfaridah), seperti: wakaf, perceraian dan sumpah atau yang memerlukan dua kehendak (irâdatain) untuk mewujudkannya, seperti: buyû’ (jual-beli), sewa-menyewa, wakâlah (perwakilan) dan rahn (gadai).
Dari pengertian akad yang lebih umum ini muncul sedikit perbedaan dengan akad yang dimengerti oleh fuqahâ’ dan hukum-hukum perdata konvensional. Perbedaannya adalah bahwa dalam pengertian yang lebih luas mencakup kehendak tunggal dapat melazimkan suatu transaksi, sementara menurut undang-undang hukum perdata konvensional akad mesti melibatkan dua kehendak. Karena itu wilayah akad dalam pengertian umum jauh lebih luas dibandingkan dengan akad dalam pengertian khusus.
2. Rukun Akad
Dalam pengertian fuqahâ’ rukun adalah: asas, sendi atau tiang. Yaitu Sesuatu yang menentukan sah (apabila dilakukan) dan tidaknya (apabila ditinggalkan) suatu pekerjaan tertentu dan sesuatu itu termasuk di dalam pekerjaan itu.. Seperti ruku' dan sujud merupakan sesuatu yang menentukan sah atau tidaknya shalat; keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perbuatan “shalat”. Dalam mu’amalah, seperti: ijab dan qabul dan orang yang menyelenggarakan akad tersebut. Menurut Jumhur ulama rukun akad ada tiga; yaitu âqid (orang yang menyelenggarakan akad seperti penjual dan pembeli), harga dan barang yang ditransaksikan (ma'qûd alaih) dan shighatul ‘aqd (bentuk [ucapan] akad) .
Ijab adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang memiliki barang. Qabul adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang tersebut kepadanya. Jika transaksi itu jual-beli, maka ucapan si penjual kepada pembeli : "Saya jual buku ini kepada anda" adalah ijab sekalipun hal itu diucapkan belakangan. Dalam transaksi jual-beli di sini, qabul adalah ucapan si pembeli kepada si penjual: "Saya beli buku ini" sekalipun ucapan itu dikeluarkan di depan. Jika ijab dan qabul ini sudah diikat satu sama lain sementara keduanya diucapkan oleh orang yang sehat akalnya maka akan terjadi perubahan status hukum ke atas barang yang diselenggarakan akad atasnya (dalam hal ini adalah buku yang dijual).
Perubahan status hukum di sini adalah perpindahan kepemilikan; yaitu sebelum akad, buku tersebut milik si penjual dan setelah akad status kepemilikannya berpindah kepada si pembeli setelah membayar sejumlah uang sebagai harga dari buku itu.
Ijab dan qabul ini sangat penting karena menjadi indikator kerelaan mereka yang melakukan akad. Dalam fikih mu’amalah, ijab dan qabul ini adalah komponen dari shighatul ‘aqd yaitu ekspresi dari dua pihak yang menyelenggarakan akad atau âqidain (pemilik barang dan orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang kepadanya) yang mencerminkan kerelaan hatinya untuk memindahkan kepemilikan dan menerima kepemilikan.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam setiap akad, shighat akad harus selalu diekspresikan karena merupakan indikator kerelaan dari âqidain. Pertanyaan yang kemudian muncul, “bagaimanakah kedudukan hukum jual-beli saat ini yang tidak melibatkan shighat akad dari kedua belah pihak? Pihak pembeli hanya membayar harga dan penjual memberikan barang tanpa mengucapkan lafal atau ungkapan apa-apa. Pada umumnya para ulama memperbolehkan jual-beli atau akad semacam ini dan mereka menyebutnya ‘aqd bit ta'athi karena tradisi dan kebiasaan hidup manusia ('urf) menginginkan hal-hal yang praktis dan tidak bertele-tele dalam bisnis. Di samping itu kebiasaan yang sudah menjadi fenomena biasa ini juga menjadi standar dan ukuran bahwa praktik demikian telah diterima oleh semua pihak dan tak seorangpun dari mereka yang merasa keberatan. Bahkan sebagian fuqahâ’ (madzhab Hanafi) membolehkan tidak saja dalam jual-beli yang remeh seperti telur, roti dan lain-lain tetapi juga membolehkannya pada semua transaksi besar seperti rumah dan mobil. Sementara itu madzhab Maliki tidak mensyaratkan 'urf sebagai patokan indikator kerelaan pihak yang melakukan akad. Baginya akad adalah sah apabila terselenggara secara suka rela. Tentu pendapat ini lebih luas dan lebih mudah dari pendapat Hanafi.
Sekalipun pada umumnya para fuqahâ’ menyepakati akad bit ta'athi dalam semua lapangan muamalah tetapi mereka menyepakati bahwa untuk kawin (zawâj) dikecualikan. Hal ini disebabkan karena kawin merupakan hal yang agung dan sakral dan memiliki konsekuensi abadi pada pihak wanita. Karena itu diperlukan kehatia-hatian dan kesempurnaan dengan menjadikan ucapan sebagai bukti terkuat untuk mengekspresikan kehendak.
3. Orang yang menyelenggarakan akad (âqidain)
Pihak yang menyelenggarakan akad ini dapat sebagai pembeli atau penjual atau orang yang memiliki hak dan yang akan diberi hak. Keduanya mempunyai syarat yang sama yaitu, pertama, berakal atau mumayyiz . Berakal di sini adalah tidak gila sehingga mampu memahami ucapan orang-orang normal. Mumayyiz artinya mampu membedakan antara baik dan buruk; antara yang berbahaya dan tidak berbahaya; dan antara merugikan dan menguntungkan. Kedua, orang yang menyelenggarakan akad haruslah bebas dari tekanan sehingga mampu mengekspresikan pilihan bebasnya.
Dalam keadaan tertentu banyak dijumpai hambatan-hambatan psikis atau fisik yang membuat orang tidak dapat melakukan transaksi atau mengurangi kapabilitasnya untuk menjalankan transaksi. Dalam fikih muamalah hambatan-hambatan demikian disebut ‘awâridh ahliyyah. Ada dua jenis ‘awâridh ahliyyah yaitu samawiyyah dan muktasibah.
Samawiyyah adalah jenis hambatan yang tidak disebabkan oleh kehendak orang yang terkena hambatan tersebut, tetapi terjadi di luar kehendak manusia dan bukan merupakan pilihannya seperti gila, pingsan dan tidur. Muktasibah adalah hambatan yang terjadi karena ulah orang itu sendiri seperti mabuk dan utang. Dalam mu,amalah hambatan samawiyah memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan dengan hambatan muktasibah dan ini tentunya kembali kepada kenyataan bahwa dalam hal tersebut orang tidak memiliki pilihan karena itu transaksi yang dilakukan oleh orang yang terkena hambatan ini menjadi batal.
4. Barang dan Harganya (al-Ma'qûd ‘Alaih)
Barang dan harga dalam akad jual-beli disyaratkan sebagai berikut: Pertama, barang atau harga harus suci dan tidak najis atau terkena barang najis yang tidak dapat dipisahkan. Ini berlaku bagi barang yang dijual-belikan maupun harga yang dijadikan ukuran jual-beli. Kedua, barang dan harga tersebut harus benar-benar dapat dimanfaatkan secara syar'i. Ketiga, barang yang dijual harus menjadi milik dari penjual saat transaksi tersebut diselenggarakan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak dimiliki kecuali dalam akad salam. Barang yang dijual harus dipastikan dapat diserahkan kepada pembeli. Jual-beli yang tidak dapat mengantarkan barang kepada pembeli dianggap sebagai suatu transaksi yang tidak sah. Keempat, barang tersebut harus diketahui karakteristik dan seluk beluknya. Begitu juga harga harus diketahui secara pasti untuk menghapuskan kemungkinan persengketaan yang diakibatkan oleh ketidaktahuan harga. Kelima, dalam akad ini tidak diperbolehkan menambahkan persyaratan bahwa transaksi bersifat sementara. Misalnya si penjual mengatakan bahwa ia menjual mobilnya dengan harga sekian untuk jangka waktu sekian.
Persyaratan ini batal karena pemindahan kepemilikian yang dicapai lewat akad bersifat langgeng dan tidak mengenal batas waktu. Begitu perpindahan kepemilikan terjadi, maka hak penggunaan dan pemanfaatan atas barang itu juga berpindah sepenuhnya dari penjual kepada si pembeli dan penjual tidak lagi memiliki hak apapun atas barang yang telah dijualnya.
5. Jenis-jebis Akad
Ada banyak jenis akad yang umum dikenal dalam fikih muamalah dengan memandang kepada apakah akad itu diperbolehkan oleh syara' atau tidak; dengan memandang apakah akad itu bernama atau tidak; dengan memandang kepada tujuan diselenggarakannya akad dan lain-lain.
a. Akad Sah dan Tidak Sah
Dengan memandang apakah akad itu memenuhi syarat dan rukunnya atau tidak, dapat dibagi menjadi dua yaitu akad sah dan akad tidak sah. Akad sah adalah akad yang diselenggarakan dengan memenuhi segala syarat dan rukunnya. Hukumnya adalah akad ini berdampak pada tercapainya realisasi yang dituju oleh akad tersebut yaitu perpindahan hak milik.
Sedangkan akad yang tidak sah adalah akad yang salah satu rukun atau syarat pokoknya tidak dipenuhi. Hukumnya adalah bahwa akad tersebut tidak memiliki dampak apapun, tidak terjadi pemindahan kepemilikan dan akad dianggap batal seperti jual-beli bangkai, darah atau daging babi. Dengan kata lain dihukumi tidak terjadi transaksi.
Ada perbedaan pendapat antara jumhur ulama dan madzhab Hanafi mengenai sah dan batalnya suatu akad. Jumhur melihat bahwa batal dan rusak (fâsid) artinya sama. Kalau suatu akad itu rusak, maka ia juga batal. Sedangkan madzhab Hanafi membedakan antara rusak (fâsid) dengan batal sehingga mereka membagi akad berdasarkan sah atau tidaknya menjadi tiga macam yaitu akad sah, fâsid dan batal.
Dalam pandangan madzhab Hanafi, akad yang tidak sah secara syar'i terbagi menjadi dua yaitu batal dan fâsid (rusak) di mana dalam pandangan jumhur hanya menjadi dua yaitu sah atau tidak sah dan tidak sah berarti batal dan berarti fâsid. Yang batal adalah akad yang rukunnya tidak dipenuhi atau akad yang pada prinsipnya atau sifatnya tidak dibenarkan secara syar'i. Misalnya salah satu pihak kehilangan kapabilitas seperti gila; atau shighat akad tidak memenuhi syarat, atau barang yang ditransaksikan tidak diakui oleh syara' seperti jual-beli miras, daging babi dan lain sebagainya. Hukum akad yang batal ini sama dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan madzhab-madzhab yang ada yaitu dianggap tidak terjadi.
Adapun akad fâsid, pada prinsipnya dibenarkan secara syar'i tetapi sifatnya tidak dibenarkan. Misalnya akad tersebut dilakukan oleh orang yang memiliki kapabilitas, barang yang ditransaksikan dibenarkan oleh syara' namun ada sifat yang dilarang oleh syara' seperti menjual suatu barang yang belum jelas kondisinya sehingga akan dapat menimbulkan persengketaan ketika akad tersebut dilakukan. Akad fâsid memiliki dampak syar'i dalam transaksi artinya terjadi perpindahan kepemilikan. Namun akad ini dapat dibatalkan (fasakh) oleh salah satu pihak yang melakukan transaksi atau dari hakim yang mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.


b. Dengan Melihat Penamaan
Dari segi penamaan maka akad dapat dibagi menjadi dua juga yaitu akad musamma dan ghairu musamma. Akad musamma adalah akad yang sudah diberi nama tertentu oleh syara' seperti jual-beli (buyû'), ijârah , syirkah , hibah, kafâlah , hawâlah , wakâlah , rahn (gadai) dan lain-lain. Sedangkan akad ghairu musamma akad yang belum diberi nama tertentu dalam syara' demikian pula hukum-hukum yang mengaturnya. Akad-akad ini terjadi karena perkembangan kemajuan peradaban manusia yang dinamik. Jumlahnya pun sangat banyak dan tidak terbatas seperti istishnâ' , baiul wafâ' dan bermacam-macam jenis syirkah (musyârakah) lain-lain.
c. Akad ‘Aini dan Ghairu ‘Aini
Dilihat dari diserahkannya barang kepada pihak yang diberikan hak sebagai kesempurnaan sahnya suatu akad, maka akad dapat digolongkan menjadi ‘aini dan ghairu ‘aini. Akad ‘Aini adalah akad yang pelaksanaannya secara tuntas hanya mungkin terjadi bila barang yang ditransaksikan benar-benar diserahkan kepada yang berhak untuk misalnya hibah , i’arah , wadiah , rahn dan qardh . Dalam akad-akad ini barang yang diakadkan harus diserahkan kepada pihak yang berhak untuk menuntaskan bahwa akad benar-benar terjadi. Kalau tidak diserahkan kepada yang berhak, maka akad tidak terjadi atau batal.
Sedangkan ghairu aini adalah akad yang terlaksana secara sah dengan mengucapkan shighat akad secara sempurna tanpa harus menyerahkan barang kepada yang berhak. Umumnya akad-akad selain yang lima di atas dapat digolongkan ke dalam akad ghairu ‘aini.
»»  baca lanjutannya sob .. ..