Kemampuan Bersaing Dalam Pasar Global
Ada tiga sudut pandang cara memahami kemampuan perusahaan bersaing pada pasar global dan memasuki pasar asing. Cara pertama didasarkan atas teori keunggulan komparatif (comparative advantage). Penganut teori ini mendasarkan argumennya berdasarkan keunggulan komparatif suatu negara dan prinsip spesialisasi. Negara tertentu memiliki keunggulan untuk memproduksi barang atau jasa tertentu karena mampu menyediakannya sampai ke tangan konsumen dengan biaya yang lebih rendah, yang berarti juga dengan harga jual yang lebih murah.
Kemampuan memproduksi barang dan
jasa dengan murah karena adanya kekayaan (endowment) yang telah tersedia di
negara tersebut, misalnya sumber daya alam, tenaga kerja yang murah, dan
sebagainya. Bisa juga murahnya ongkos produksi disebabkan oleh tersedianya
bahan masukan hasil ciptaan, misalnya teknologi yang maju, akumulasi modal,
kekayaan informasi, dan sebagainya. Kemampuan menggunakan kekayaan tersebut
dengan baik meningkatkan daya saing secara komparatif dibandingkan negara lain.
Spesialisasi menyebabkan terjadi
overproduction untuk barang dan jasa tertentu dan underproduction untuk barang
dan jasa lainnya. Itulah sebabnya konsep keunggulan komparatif membantu kita
memahami mengapa terjadi transaksi ekspor-impor.
Keunggulan kedua, stabilitas, juga
sudah hilang dan belum kembali. Karena stabilitas terkait dengan tingkat
risiko, semakin bergejolak Indonesia menyebabkan semakin besar tingkat diskonto
investasi di Indonesia. Artinya, aset-aset Indonesia mengalami penurunan nilai
yang semakin besar. Perusahaan dibeli dengan harga murah, barang dan jasapun
ditawar dengan harga rendah.
Dengan demikian kemampuan bersaing
berdasarkan konsep keunggulan komparatif perusahaan-perusahaan Indonesia dapat
diperoleh lagi bila secara nasional kita mampu meningkatkan produktivitas
tenaga kerja dan sekaligus menciptakan stabilitas secara makro.
Perusahaan-perusahaan tentu saja dapat berkontribusi terhadap kedua faktor
tersebut melalui pemilihan strategi usaha yang tepat. Namun peran penyelenggara
negara jauh lebih penting karena produktivitas nasional dan stabilitas merupakan
hasil kebijakan nasional dan perilaku para penyelenggara negara.
Bila konsep keunggulan komparatif
membantu kita mengevaluasi dan memahami pengembangan usaha ekspor-impor. Konsep
yang kedua, ketidak sempurnaan pasar (imperfect market concept)
membantu kita memahami mengapa suatu perusahaan asing ada di negara lain.
Konsep ketidaksepurnaan pasar menyatakan, oleh karena pasar tidak sempurna maka
harga-harga bahan baku dan masukan industri berbeda-beda di lokasi yang
berbeda.
Berdasarkan kondisi saat ini,
keunggulan perusahaan Indonesia masih mengandalkan pada endoment berupa
kekayaan alam. Oleh karena itu perusahaan-perusahaan ekstraksi/pertambangan
banyak dibanjiri oleh perusahaan asing. Dalam hal kerjasama (partnership),
pengusaha lokal lebih banyak mengandalkan akses lisensi pengusahaan areal,
termasuk HPH, ke pemerintah.
Dari beberapa kasus yang pernah saya
temui, banyak terjadi keluhan partner domestik karena mereka merasakan
ketidakseimbangan pembagian hasil. Akumulasi tunai yang diterima oleh partner
asing lebih besar dibandingkan dengan akumulasi tunai yang diterima partner
domestik. Sekalipun proporsional dalam pembagian dividen, banyak komponen
penerimaan yang dinikmati asing tetapi tidak oleh partner domestik. Penerimaan
non-dividen tersebut terdiri dari dua kategori, penerimaan langsung dan
penerimaan konsesi. Penerimaan langsung antara lain mencakup biaya manajemen
(management fee) dan lisensi. Sedangkan penerimaan konsesi berasal dari hak
pembelian produk perusahaan hasil aliansi oleh partner asing dengan harga di
bawah harga pasar dunia. Selisih tersebut menjadi penerimaan parner asing.
Dalam kondisi tidak ada partner
domestik yang mumpuni, pengusaha asing dapat secara langsung mendirikan
perusahaan di Indonesia. Selama tidak ada persyaratan kewajiban harus
berpartner dengan pengusaha lokal, hal tersebut sangat mungkin terjadi.
Konsep ketidaksempurnaan pasar juga
sekaligus mampu menjelaskan mengapa perusahaan Indonesia tidak mampu masuk ke
negara asing melalui pendirian aliansi maupun anak perusahaan. Kelemahan SDM,
teknologi, dan pemasaran menjadi titik utama sulitnya bermitra dengan mitra
asing di negara lain.
Untuk menciptakan kondisi yang lebih
baik bagi pengusaha Indonesia, diperlukan bukan saja keunggulan dalam hal akses
lisensi tetapi juga dalam bidang lain. Misalnya, kualitas SDM, keunggulan
teknologi tepat guna, dan akses pasar. Lagi-lagi, pencapaian ini bukan saja
pekerjaan pengusaha tetapi diperlukan campur tangan aktif pemerintah untuk
menciptakan kebijakan dan sistem yang kondusif.
Konsep ketiga, yaitu siklus hidup
produk, mampu
menjelaskan mengapa suatu perusahaan mampu melakukan ekspor, mendirikan cabang,
sampai mendirikan anak perusahaan di negara lain. Konsep ini sering
diaplikasikan untuk produk-produk teknologi tinggi atau memiliki tingkat
keunikan yang tinggi. Pemasaran suatu produk dimulai dari pasar domestik.
Setelah muncul permintaan dari negara lain tetapi pada skala yangf relatif
kecil, mulailah dengan ekspor. Pada saat permintaan meningkat, diperlukanlah
pengawasan yang lebih baik dan perwakilan di pasar lokal untuk penyelesaian
transaksi dan administrasi. Berdirilah kantor cabang di pasar lokal. Pada saat
permintaan terus meningkat dan melewati batas minimum (critical mass) maka
diperlukan pendirian anak perusahaan (subsidiary) di pasar lokal. Pendirian
anak perusahaan tersebut bisa melalui akuisisi perusahaan domestik yang sudah
ada, bisa juga dengan cara pendirian perusahaan dari awal.
Oleh karena konsep siklus hidup
produk cocok untuk produk teknologi tinggi atau yang memiliki tingkat keunikan
tinggi, konsep inipun dapat menjelaskan mengapa sulit mencari perusahaan
Indonesia yang mampu mendirikan anak perusahaan di negara lain. Berdasarkan
analisis di atas, bila kita ingin mengembangkan dan mendorong perusahaan Indonesia
untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, kita musti melacak
keunggulan-keunggulan dengan pendekatan dua konsep, keunggulan komparatif dan
ketidaksempurnaan pasar.
Untuk mencapainya, ada beberapa hal
yang perlu dibenahi secara makro. Pertama, teknologi perlu diperbaharui
khususnya dalam rangka peningkatan produktivitas. Harapannya, biaya produksi
turun. Kedua, SDM musti diperkuat. Tanpa kekuatan ini, sulit untuk meningkatkan
kemampuan berkompetisi dan inovasi sebagai syarat penting dalam meningkatkan
daya tawar dalam membentu aliansi strategis. Ketiga, stabilitas makro perlu
dipulihkan secepatnya untuk menurunkan tingkat risiko dan otomatis tingkat
diskonto.
Dengan mengejar ketertinggalan
faktor-faktor tersebut melalui kebijakan yang tepat, perusahaan Indonesia tidak
saja mengandalkan ekspor tetapi juga bebagai bentuk usaha lain dalam persaingan
global.*
*editor nessyams erzal dan telah dipresentasikan prodi KUI-UIN SUKA
*editor nessyams erzal dan telah dipresentasikan prodi KUI-UIN SUKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar