menurut kalangan pajak itu zakat ..??

Dalam konsep Islam, pajak tidak bisa dipisahkan dari zakat. Pajak pada hakikatnya adalah zakat yang wajib dibayarkan oleh umat yang mampu kepada negara untuk mengatasi problem-problem sosial seperti kemiskinan (masakin), fakir-cacad (faqir), pengungsi (ibnu sabil), pendidikan dan perjuangan (sabilillah) dan sebagainya. Dalam hal ini, negara (dalam segala bentuknya) punya esensi fungsi sebagai amil yang juga punya hak untuk mendapatkan bagian zakat (pajak) tersebut, tetapi dalam batas yang tidak boleh berlebihan.

Lebih lanjut, menurut Pak Kyai, konsekuensi dari konsep ini adalah bahwa substansi terbentuknya sebuah negara adalah sebagai ‘amil zakat (penitia zakat) yang tidak punya hak untuk menyelenggarakan bisnis apapun. Inilah konsep negara Islam sesungguhnya. Islam tidak pernah menentukan sebuah bentuk negara apakah itu kerajaan, kebangsaan, persemakmuran, atapun lainnya; akan tetapi Islam memberikan tekanan pada peran negara sebagai institusi penyelenggara sosial. Negara tidak boleh menyelenggarakan bisnis, karena pasti akan selalu menang. Yang berhak berbisnis adalah rakyat, dan negara adalah yang mengatur rakyat yang melakukan aktifitas ekonomi tersebut.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

ZAKAT apakah PAJAK .. ???

Pajak dan zakat merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan sosial, zakat untuk kepentingan yang diatur agama atau Allah SWT sedangkan Pajak digunakan untuk kepentingan yang diatur Negara melalui proses demokrasi yang sah. Istilah pajak lahir dari konsep negara sedangkan zakat lahir dari konsep Islam. Perbedaan penerapan kedua pungutan ini menjadi problematik ketika dalam hal tertentu terdapat persamaan, yaitu keduanya mempunyai kedudukan sama-sama wajib ditunaikan oleh masyarakat. Pajak dipaksa hukum Negara, Zakat dipaksa hukum Tuhan dan bisa juga dikuatkan dengan hukuman Negara jika dilegislasi (UU atau Perda).

Muncul pertanyaan Apakah kedudukan pajak itu sama dengan zakat? Atau apa perbedaan keduanya? Atau bagaimanakah seorang warga negara muslim dalam menyikapinya kedua pungutan ini. Tulisan ini mencoba melihat perbedaan keduanya.

Zakat memiliki banyak arti dan hikmah sebagaimana dijelaskan sbb Kesatu Zakat adalah ibadah menyangkut kekayaan yang mempunyaifungsi sosial dan ekonomi.

Zakat merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang kaya miskin. Kedua Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki daridiri orang-orang miskin di sekitar mereka yang mewah. Ketiga Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan,Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip persatuan, Persamaan Derajat, dan Tanggungjawab bersama. fempat Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikanjiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhi/sta serakah.


Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT.
Sesuai ketentuan Islam, mereka yang berhak mendapatkan zakat hanya tujuh yaitu (1) Fakir, (2) Miskin, (3) Orang kafir yang tertarik dengan Islam, (4) Mereka yang sedang dalam perjalanan, (5) orang yang berjuang fisabilillah, (6) Mereka yang sedang dililit utang, (7) Amil atau pengurus Zakat.

Pengeluaran untuk diluar kelompok ini sebaiknya tidak menggunakan zakat tetapi bisa menggunakan sumberdana lain seperti infaq, shadaqah atau wakaf.



Pajak adalah menyangkut kewajiban warga negara terhadap negara yang menjadi institusi publik yang diuentuk dan diberi wewenang untuk mengelola kepentingan negara atau kepentingan publik. Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui UU yang harus disetujui parlemen atau DPR. Setiap pungutan pajak yang tidak didasarkan UU maka batal demi hukum dan rakyat tidak wajibmematuhinya.Tetapi untuk pajakyang ditetapkan UU maka pemerintah atau negara memiliki hak paksa untuk menagihnya melalui apa rat negara yang berwenang. Pajak khususnya di negara sekuler tidak didasarkan pada kewajiban kepada Tuhan Penggunaan pajak tidak hanya terbatas kepada kepentingan golongan tertentu seperti Zakat hanya untuk 7 kelompok yang mustahik sedangkan Pajak dapat digunakan untuk semua kebutuhan dalam kartan dengan pengelolaan keuangan negara, termasuk yang tidak sesuai dengan tuntunan agama asal mendapat persetujuan DPR.

Pajak dan Zakat

Tidak seperti pengeluaran berupa hibah, pemberian bantuan, sumbangan dan warisan, khusus zakat atas penghasilan di Indonesia sesuai UU No. 36 tahun 2008 {BNNo. 7723hal. 15B-26B dst) sudah boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak atau bisa dianggap sebagai biaya. Tetapi harus ada syaratnya. Zakat atas penghasilan yang dapat dikurangkan (dianggap sebagai biaya) tersebut harus nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemelukagama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang secara resmi sudah diakui, diakreditasi pemerintah dalam hal ini Departemen Agama. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b dijelaskan bahwa zakat dapat dikurangkan dari penghasilan yaitu ;"zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah".

Besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari jumlah penghasilan. Pemotongan zakatnya adalah sebelum penghasilan dihitung dengan tarif progressif. Atau dengan kata lain, zakat dikenakan pada penghasilan bruto.

Apakah zakat bisa menjadi bukan sekedar diakui sebagai biaya tetapi menjadi bagian dari pembayaran pajak masih merupakan tuntutan dari ummat Islam. Dengan keluarnya UU No 38 pengelolaan zakat tahun 1999 (BNNo. 6408 hal. 11B-143) dan UU Pajak Penghasilan ini maka jalan menuju pengakuan itu semakin melebar. Menurut pengalaman di Malaysia, dengan perlakuan zakat sebagai bagian dari setoran pajak ternyata jumlah penerimaan pajak meningkat dan penerimaan zakat juga. Fakta ini merupakan bukti bahwa ketentuan agama Islam itu adalah rahmatan lil alamiin, yang kadang tidak mengikuti rasionalitas manusia yang terbatas. Menurut pemikiran rasional dengan diakuinya zakat sebagai pajak maka penerimaan pajak akan semakin sedikit dan zakat semakin besar. Jika ini terjadi maka negara akan bangkrut dan negara Islam akan lahir. Suatu hasil angan angan yang tidak memercayai kebesaran dan kekayaan Tuhan atau ketakutan kepada Islam yang sesungguhnya damai itu. (SH)

»»  baca lanjutannya sob .. ..

Akuntansi Syari'ah adalah SOLUSI perbankan

Akuntansi Syariah sebagai Alternatif dan Solusi
Akuntansi Syariah didasarkan pada filosofi Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadist dan telah berhasil diimplementasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam era kepemimpinannya dan berhasil menciptakan masyarakat sejahtera berbahagia dunia dan akhirat. Perbedaan antara akuntansi Islam dan Konvensional pasti ada karena keduanya memiliki dasar filosofi yang berbeda. Islam memiliki wordview yang dibimbing Allah SWT sedangkan Kapitalis membawa worldview yang didasarkan pada pemikiran manusia yang dikomandoi oleh rasio, nafsu yang biasanya dikendalikan oleh syetan atau bahasa al-Qur’an-nya “thoghut”.


Akuntansi syariah merupakan elemen yang harus dapat mewujudkan system ekonomi Islam yang harus adil, jujur, dan kekayaan tidak menumpuk pada satu pihak saja, tidak merusak alam, akidah dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT. Akuntansi harus bisa menciptakan ekonomi yang adil dan Islam yang rahmatan lil alamin.


Akuntansi Syariah harus menopang dan menfasilitasi berjalannya system ekonomi Islam dan ekonomi Syariah harus dapat menopang dan menciptakan masyarakat islam yang diridloi Allah SWT. Ketiga elemen ini (tentunya banyak lagi elemen lain) harus merupakan suatu integrasi yang saling mendukung dan berjalan secara interaktif, interrelated dan berevolusi menuju system yang lebih baik. Ada prosedur “learning” yang ditopang oleh Research dan Development yang intens dan SDM yang berkualitas (Choudhury, 2000).


Alhasil, Akuntansi Syariah itu ada dan berbeda dari Akuntansi konvensional. Perbedaan keduanya ada yang mendasar dan ada yang hanya dari segi tekniknya. Sehingga nanti bisa saja berbeda tujuan laporan keuangan, prinsipnya dan juga bentuk laporan keuangannya. Bisa berbeda dari pengakuan (recognition), pengukuran (measurenment), penyajian (disclosure) dan sebagainya. Namun untuk sampai pada struktur dan bangun teori yang lengkap masih panjang jalan yang akan dilalui. Tugas kita semua untuk ikut meneliti dan mempelajarinya. Wallau a’lam.

»»  baca lanjutannya sob .. ..

FIQIH INDONESIA

FIQH, adalah istilah yang lazim sering kita dengar.[1] Karena fiqh sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari karena meliputi : Ibadah ;muamalah;jinayah dan telah banyak mengahasilkan kitab fiqh.[2] Kitab-kitab fiqih ini adlah hasil dari pemikiran seorang mujtahid di suatu kawasan yang merupakan respon mujtahid tersebut di daerah tersebut. Karenanya Kitab Fiqih bukanlah kitab undang-undang yang mesti di taati, ia hanya merupakan konspilasi pendapat ulama tertentu. Sebab “ the earlier jurist used personal opinion ( ra’yu) and, there fore, did not have a determined methodology for deviration of the law.[3] Jadi nilai kebenarannya sangat relatif dan temporer. Kecuali itu, tidak ada laporan yang menyebutkan seorang ulama pun yang mengatakan bahwa pendapatnyalah yang paling benar dan harus di ikuti.

Pada zaman setelah Ulama pengarang kitab wafat, para muridnya mensyarah kitab-kitab guru mereka untuk di adikan referensi utama. Pada gilirannya, kitab-kitab “syarah” ini di jadikan sebagai kitab ‘mutlak” bagi suatau kerajaan.[4] Pada masa inilah mulai terjadi kemandegan pemikiran fiqh, dimana Fiqh menjadi bahan pesanan penguasa. Dan hanya Fiqh yang di restui penguasalah yang boleh berlaku di kerajaan tersebut.Jadi,Fiqh tidak pernah menjadikan “dirinya” sebagai penghambat terwujudnya masyarakat madani, tetapi jestru penguasa yang menjadikan fiqh sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaannya.

Bahkan, ada yang berpendapat bahwa otoritas ulama-lah yang menyebabkan tidak terwujudnya masyarakat madani maka hal ini sangat bertolak belakang dengan sejarah yang memperlihatkan bahwa imam-imam mazhab dalam mempertahankan idealisme mereka harus berhadapan dengan penguaa. Dan anehnya mereka yang katanya mempunyai “otoritas””, jestru ketika berhadapan dengan pengauasa mendapatkan perlakuan yang sangat tidak manusiawi dari pengauasa. Gambaran ini di jelaskan oleh Akbar S. Ahmed sebagai berikut:

Imam Hanifah meninggal di penjara; Imam Malik di lucuti dan di cambuk: Imam Syafi’I tidak luput dari penjara; dan Imam Hanbali di pukul dan di penjarakan. Namun tidak seorangpun dari mereka yang mengalah. Sepanjang hidup mereka dihormati sebagai orang suci dan memberikan pengaruh yang luas , misalnya hampir sejuta orang menghadiri pemakamam Imam hambali di Baghdad. Sekarang ide-ide mereka mendominasi pemikiran intetelektual dari keagamaan jutaan orang, sementara para penyiksa mereka terlupakan dalam buku-buku sejarah,[5]

Dengan demikian, Ulama fiqh selalu menjawab persoalan umat yang diajukan kepada mereka sesuai dengan konteks masyarakt di daerah tersebut. Para ulama (Mujtahid) dalam berijtihad tidak bias melepaskan realitas masyarakat sebagai objek di mana hukum itu di terapkan. Dalam konteks Indonesia, MUI adalah satu institusi yang memberikan fatwa hukum islam. Fatwa-Fatwa MUI ini merupakan respon terhadap pertanyaan dari para peminta fatwa.[6]

Selain MUI, Organisasi keagamaan juga mempunyai dewan yang membidangi hukum islam . Dalam kajian ini, akan di contohkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Yakni NU dan Muhammadiyah. Dalam NU mempunyai Dewan bahtsul Masail al-diniyah . Komisi ini memepunyai tugas sebagai foum pengkajian hukum yang membahas berbagai masalah keagamaan.Keputusan komisi ini berbentuk fatwa, nantinya di harapkan bisa menjadi bimbingan bagi warga NU dalam mengamalkan agama sesuai dengan paham ahlussunnah wal jamaah.

Sedangkan Muhammadiyah, Mempunyai Majelis tarjih yang berfungsi tidak hanya memilih dan menguatkan salah satu pendapat yang ada dalam fiqih, tetapi juga secara khusus mengkaji bebrbaga hukum islam yang dihadapi umat islam, dari Mulai persoalan klasik sampai persoalan kontomporer.[7]

Dengan demikian, peran hukum Islam dalam membangun masyarakat madani cukup signifikan. Persoalan-persoalan kontomporer yang muncul ditengah-tengah masyarakat, selalu membutuhkan jawaban secepat mungkin. Jika respon tidak di berikan , maka tidak akan menutup mayarakat akan membuat hukum islam sendiri.

Pertanyaan yang akan di kemukakan selanjutnya adlah hukum islam bagaimana yang bagaimana yang mesti di berlakukan di Indonesia untuk mencapai masyarakat madani?

Menjawab pertanyaan di atas, tampaknya harus ada pendifinisisan mengenai hukum Islam yang sesuai dengan konteks Indonesia. Ada dua tokoh yang mencoba merumuskan bagaimana hukum islam dalam konteks keindonesiaan dan bersih dari kebudayaan arab, yaitu : Pertama, Hasbi Ash-shiddiqiey yang memeperkenalkan “ fiqh Indonesia”. Ia mendifinisikan “Fiqh Indonesia” sebagai fiqh yang di aplikasikan sejalan dengan karakter Indonesia.[8] Menurut beliau, untuk menuju fiqh islam yang berwawasan keindonesiaan, ada tiga bentuk ijtihad yang perlu di galakkan: (1) Ijtihad dengan mengklasifikasikan hukum-hukum produk ulama mazhab masa lalu. Ini di maksudkan agar dapat di pilih pendapat yang masih cocok untuk di terapkan dalam msyarakat kita:(2) Ijtihad dengan mengklasifikasikan hukum-hukum yang semata-mata di dasarkan pada adat dan kebiasaan dan suasana masyarakat di mana hukum itu berkembang;(3) ijtihad dengan mencari hukum-hukum terhadap masalah kontomporer yang timbul sebagai akibat kmajuan teknologi. Dengan demikian, ide” Fiqh Indonesia” yang di lontarkan oleh hasbi Ash-Shiddieqy adalah mencoba menelurkan hukum islam yang sesuai dengan adat dan perubahan yang berkembang di Indonesia.

Pikiran di atas kemudian di terjemahkan oleh Yudian W. Asmin dengan menyebutkan bahwa ada dua tema besar reformasi Hukum Islam di Indonesia, yaitu: (1) kembali ke al-Qur’an; dan (2) keindonesiaan. Langkah pertama, tegas yudian di tandai dengan langkah-langkah yang bertujuan untuk membersihkan Praktik-praktik umat islam dari pengaruh non-islam:membuka ijtihad yang selama ini di anggap telah tertutup; mengganyang taqlid; memperbolehkan talfiq dengan cara memeperkenalkan studi perbandingan mazhab. Tema kedua, lanjut Yudian ada dua tema besar lagi, yaitu: cita untuk membangun hukum Islam yang berciri khas Indonesia dengan membebaskan budaya Indonesia dari Budaya arab dan menjadikan adap Indonesia sebagai salah satu sumber hukum Islam di Indonesia,; keindonesiaan berorientasi konstitusiaonal yang di motori oleh sarjana umum yang menguasai system hukum Indonesia, akan tetapi kurang mendalami prinsip-prinsip “ kembali pada Al-Qur’an dan sunnah.”.keindonesiaan berorientasi konstitusional yang di motori oleh para sarjana umum yang menguasai sisitem hukum Indonesia, akan tetapi kurang mendalami prinsip-prinsip “kembalipada al-qur’an dan sunnah.”[9]

Kedua, Hazairin Gelar Pangeran Alamsyah yang memperkenalkan” Mazhab Nasional Indonesia”. Mazhab ini di bangun semata-mata lewat upaya pembaharuan terhadap mazhab Syafi’i sesuai dengan kondisi lokal masyarakat Indonesia .[10] hasil pemikirannya dapat kita lihat dalam UU No.7/ 1989 tentang Peradilan Agama dan di sepakatinya kompilasi Hukum Islam. Setidaknya ada tiga hal relevansi pemikirannya dalam UU No. 7/ 1989, yaitu (1) Membuat wewenang pengadilan agama seragam di seluruhindonesia;(2) mensejajarkan seluruh pengadilan agama dalam satu system kesatuan yang semuanya mempunyai wewenang sama atas perkara perkawinan, kewarisan, dan wakaf; dan (3) menghapus perlunya pengukuhan pengadilan negeri atas keputusan yang dihasilkan pengadilan agama.[11]

Demikianlah pemikiran Hasbi ash-Shididieqy dan haairin, dan kedua tokoh ini telah meletakkan dasar-dasar bahwa di perlukannya hukum Islam yang berkepribadian Indonesia dengan membuka kembali pintu Ijtihad.

Dari paparan di atas, Penulis menggagas satu bentuk kajian hukum, yakni fiqh lokal dalm konteks keindonesiaan. Fiqh lokal adalah suatu bentuk pemikiran hukum Islam yang muncul di setiap daerah di Indonesia yang sesuai dengan kondisi dan situasi daerah tersebut sepanjang pemikiran tersebut membawa maslahat. Jika hukum tersebut sejauh pemahaman fiqh tidak membawa maslahat, maka hukum islam tersebut tidak perlu di ikuti. Karena, pemahaman manusia nilai kebenarannya relatif. Jadi, Hukum Islam lebih merupakan hasil dinamika pikiran mujtahid.

Dalam konteks masyarakat madani, perbedaan hukum Islam ‘lokal” tidaklah bertentangan dengan Syariah Islam. Hukum islam yang berkembang dalam intasan sejarah islam misalnya bermacam-macam. Ada hukum Islam Hijaz, Kufah, Syria dan India. Semua hukum islam yang berkembang di daerah tersebut adalah hasil pemikiran ulama daerah setempat yang merupakan jawaban atas persoalan daerah tersebut. Di harapkan ulama Indonesia yang mengerti seluk beluk hukum islam dan paham betul mengenai budaya Indonesia mengeluarkan fatwa-fatwa hukum yang sesuai dengan konteks keindonesiaan dan sesuai dengan Budaya / adat istiadat (Urf ) masyarakat Indonesia.



[1] Mengenai kajian istilah fiqh, Lihat buku Imran Ahsan Khan Nyazee, Theories Of Islamic Law: the methodology of ijtihad, (Islamabad: Islamic reseach Institute press, 1994),20-26

[2] mengenai kajian Kitab Klasik yang berlaku di Indonesia , baca MartinVan Bruinessen, Kitab kuning pesantren dan tarekat ( Bandung:Mizan,1999)

[3] Imran Ahsan Khan Nyazee, Theories Of Islamic Law, 275

[4] Nurchalis Madjid, “Tradisi Syarah dan hasyiyah dalam Fiqh dan Masalah Stagnasi pemikiran Hukum islam, (Jakarta: paramadina, 1995),311-317

[5] Akbar S. Ahmed, membedah Islam,(Bandung: Pustaka, 1997)

[6] H.M. Atho Mudzhar, “Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberasi”(Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1998)

[7] Alwi shihab, “Membendung arus: Respon Gerakan muhammadiyah Terhadap penetrasi Misi Kristen di Indonesia”, (Bandung: mizan, 1988)

[8] Hasbi ash-Shiddieqy, Syariah Islam menjawab tantangan zaman, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

[9] Yudian W Asmin,”Reorientasi Fiqh Indonesia

[10] Ratna lukito, “Pergumulan antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia”

[11] Abdul halim, Hazairin dan pemikirannya tentang pemaharuan hukum kekeluargaan dalam Islam,” jurnal penelitian agama,” No.18 Th.VII januari-april (1998)

»»  baca lanjutannya sob .. ..

ASPEK HUKUM (EKONOMI)

Pengertian Hukum mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan .Para ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari berbagai sudut yang berlainan dan titik beratnya, Contohnya:

1. Menurut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

2. Menurut Utrecht
Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.

3. Menurut Wiryono Kusumo
Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.

Hukum memiliki beberapa unsur, yaitu :
a. Adanya peraturan/ketentuan yang memaksa
b. Berbentuk tertulis maupun tidak tertulis
c. Mengatur kehidupan masyarakat
d. Mempunyai sanksi.

Peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat mempunyai dua bentuk yaitu tertulis dan tidak tertulis. Peraturan yang tertulis sering disebut perundang undangan tertulis atau hukum tertulis dan kebiasan-kebiasaan yang terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Sedang Peraturan yang tidak tertulis sering disebut hukum kebiasaan atau hukum adat.


SUMBER-SUMBER HUKUM

Beberapa pakar secara umum membedakan sumber-sumber hukum yang ada ke dalam (kriteria) sumber hukum materiil dan sumber hukum formal, namun terdapat pula beberapa pakar yang membedakan sumber-sumber hukum dalam kriteria yang lain, seperti :

a. Menurut Edward Jenk , bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa ia sebut dengan istilah “forms of law” yaitu :
1. Statutory
2. Judiciary
3. Literaty

b. Menurut G.W. Keeton , sumber hukum terbagi atas :
1. Binding sources (formal), yang terdiri :
- Custom
- Legislation;
- Judicial precedents.
2. Persuasive sources (materiil), yang terdiri :
- Principles of morality or equity
- Professional opinion.

Ditinjau dari segi bentuknya,hukum dapat dibedakan atas :

1. Hukum tertulis ( statute law, written law )
2. Hukum tak tertulis ( unstatutery law, unwritten law )

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.

Sumber-sumber Hukum Bisnis pada Aspek Hukum dalam Ekonomi
Setidaknya ada empat sumber hukum bisnis pada aspek hukum dalam ekonomi, yaitu perundang-undangan, kontrak perusahaan, yurisprudensi, dan kebiasaan. Berikut masing-masing penjelasannya.
1. 1. Perundang-undangan
Perundang-undangan dalam hal ini meliputi undang-undang peninggalan Hindia Belanda di Indonesia pada masa lampau, namun masih dianggap berlaku dan sah hingga saat ini berdasarkan atas peralihan UUD 1945, misalya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Selain itu juga perundang-undangan yang termaktub mengenai perusahaan di Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang terus dilaksanakan dan dikembangkan hingga saat ini.
1. 2. Kontrak Perusahaan
Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui perdamaian, arbitase, atau pengadilan umum sekali pun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas. Tentunya kontrak perusahaan ini yang akan memberikan pertimbangan tertentu sekaligus secara jelas akan mempengaruhi putusan. Karena secara jelas semua menyangkut kontak dan ketentuannya telah tercantum dalam kontrak tersebut.
1. 3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban. Secara otomatis, yurisprudensi ini akan memberikan jaminan perlindungan atas kepentingan pihak-pihak, terutama bagi mereka yang berusaha di Indonesia.
1. 4. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal. Kebiasaan sebagai sumber hukum dapat diikuti pengusaha tatkala peraturan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban tidak tercantum dalam undang-undang dan perjanjian. Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang di kalangan pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai tujuan sesuai kesepakatan. Kebiasaan yang biasanya dapat menjadi acuan bagi perusahaan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perbuatan yang bersifat perdata.
2. Mengenai hak serta kewajiban yang seharusnya dipenuhi.
3. Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatuhan yang ada.
4. Diterima oleh pihak-pihak secara sukarela karena telah dianggap sebagai hal yang logis dan patuh.
5. Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak.
»»  baca lanjutannya sob .. ..

FRIES ERMESSEN dan PEMERINTAH

A. Prolog Umum
Birokrasi sebenarnya merupakan instrumen kekuasaan yang didesain oleh penguasa untuk menjalankan keputusan-keputusan politiknya dalam arti formil. Namun dalam praktiknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum.

Begitu luasnya cakupan tugas-tugas administrasi negara dan pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Patut disadari, bahwa problem kekuasaan, dan perihal kewenangan serta fenomena konflik struktural merupakan hal yang sukar untuk dipisahkan satu sama lain, terlebih bila berbicara mengenai tata kelola pemerintahan itu sendiri. Kekuasaan merupakan sumber kewenangan dan konflik merupakan konsekuensi yang ditimbulkan dari pelaksanaan kewenangan yang tidak jelas.

Hal ini sepenuhnya telah lama disadari oleh Weber sebagai bapak reformasi birokrasi, bahwa konflik merupakan konsekuensi dari tuntutan struktur birokratis terhadap adanya otoritas kewenangan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Pemberian dan penggunaan kewenangan secara tidak terkontrol oleh hukum dan pengawasan masyarakat dapat menjerumuskan para penguasa birokrasi dan pejabat pemerintahan kepada perbuatan yang sewenang-wenang.

Hukum Administrasi Negara dapat diartikan sebagai perangkat hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan administrasi negara. Administrasi negara di sini mencakup keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh administrasi negara di dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, baik tugas yang berkaitan dengan layanan masyarakat (public service), pelaksanaan pembangunan, kegiatan perekonomian, peningkatan kesejahteraan, dan lain sebagainya.

Termasuk di sini adalah tugas yang dijalankan oleh administrasi negara untuk melaksanakan berbagai tugas yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan administrasi pemerintahan adalah tatalaksana dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual oleh badan atau pejabat pemerintahan (unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan berdasarkan wewenang diluar kekuasaan legislatif dan yudisiil yang diperoleh melalui atribusi, delegasi dan mandat.

B. Good Governance Principals

Upaya menghindari segala bentuk KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya dan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat, melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela, melaksanakan tugas tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dan perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam prakteknya, secara yuridis mengikat penyelenggara negara untuk dilaksanakan dalam tugas dan fungsinya. Dalam perspektif tata kelola pemerintahan, setiap badan atau pejabat pemerintahan dalam menjalankan tanggung jawabnya wajib melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Asas kepastian hukum menghendaki keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. Asas keseimbangan mewajibkan Badan atau Pejabat Pemerintahan untuk menjaga, menjamin, paling tidak mengupayakan keseimbangan, antara kepentingan antar individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; keseimbangan antar individu dengan masyarakat; antar kepentingan warga negara dan masyarakat asing; antar kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; keseimbangan kepentingan antara pemerintah dengan warga negara; keseimbangan antara generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang termasuk keseimbangan antara manusia dan ekosistemnya. Asas ketidakberpihakan menghendaki badan atau pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.

Asas kecermatan mengandung arti, bahwa suatu keputusan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas pengambilan keputusan sehingga keputusan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum keputusan tersebut diambil atau diucapkan.
Asas tidak menyalahgunakan kewenangan mengharuskan setiap badan atau pejabat pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut.

Asas keterbukaan lebih cenderung pada aspek public service yang baik dan bagaimana masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Asas profesionalitas mengutamakan keahlian yang sesuai dengan tugas dan kode etik yang berlaku bagi badan atau pejabat pemerintahan yang mengeluarkan keputusan pemerintahan yang bersangkutan. Asas kepentingan umum lebih menekankan dimensi kebijakan pemerintah yang berdampak pada kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.

C. Fries Ermessen; Mengapa Perlu?

Salah satu aspek penting yang terkait dengan prinsip akuntabilitas dalam reformasi birokrasi Indoensia saat ini adalah perihal kewenangan diskresi. Sebagaimana diketahui, diskresi ataupun yang lazim dikenal dalam bahasa Jerman sebagai Freies Ermessen merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian wet matigheid van bestuur.

Prinsip ini merupakan unsure exception dari asas legalitas itu sendiri. Diskresi dapat dikatakan sebagai bentuk wewenang Badan atau Pejabat Pemerintahan yang memungkinkan untuk melakukan pilihan-pilihan dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup administrasi atau tata kelola suatu pemerintahan.

Lebih jauh, dalam pasal 1 ayat (5) Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) ditegaskan, diskresi merupakan kewenangan Pejabat Administrasi Pemerintahan yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah dengan memperhatikan batas-batas hukum yang berlaku, asas-asas umum pemerintahan yang baik dan norma-norma yang berkembang di masyarakat. Dengan kata lain Diskresi merupakan keputusan pejabat administrasi pemerintahan yang bersifat khusus, bertanggungjawab dan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik demi

Bertolak dari defenisi diatas, maka badan atau pejabat pemerintahan yang diberikan kewenangan diskresi dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi, dan senantiasa memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dipaparka diatas.

Diantara asas-asas umum pemerintahan yang baik yang paling mendasar adalah larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang. badan atau pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi.

Dengan demikian diskresi muncul karena adanya tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai, tujuan bernegara dari paham negara welfare state adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia-pun merupakan bentuk negara kesejahteraan modern yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Dalam paragraf keempat dari pembukaan UUD 1945 tersebut tergambarkan secara tegas tujuan bernegara yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.

Hal tersebut mengakibatkan pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi negara tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih terjadi kekososngan hukum (rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk adanya keleluasaan bergerak, diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) suatu kebebasan bertindak (pouvoir discretionnaire/freies ermessen).

D. Plus Minus Fries Ermesen

Ada beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan prinsip Freies Ermessen atau kebebasan bertindak oleh pejabat pemerintah yaitu diantaranya; pertama; kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali; kedua; badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas; ketiga; sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan kesejahtraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinmais seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.

Namun begitu, disisi lain kebebasan bertindak okleh apartur pemerintahan yang berwenang sudah tentu juga menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya yang menyimpangi asas legalitas dalam arti yuridis (unsur exception).

Memang harus diakui apabila tidak digunakan secara cermat dan hati-hati maka penerapa asas freis ermessen ini rawan menjadi konflik struktural yang berkepanjangan antara penguasa versus masayarakat. Ada beberapa kerugian yang bisa saja terjadi jika tidak diantisipasi secara baik yakni diantaranya;

pertama; aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat dipertanggujawabkan kepada masyarakat;

kedua; sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin buruk akibat kebijakan yang tidak popoluer dan non-responsif diambil oleh pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenang;

ketiga; sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat sejumlah kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontraproduktif dengan keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnya.

Keempat; aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak pro-masyarakat dan terakhir adalah terjadi krisis kepecayaan publik terhadap penguasa dan menurunya wibawa pemernitah dimata masyarakat sebagai akibat kebijakan-kebijakannya yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat.

E. Tolak Ukur Yang Jelas

Terdapat beberapa parameter dalam hal batasan toleransi bagi Badan atau Pejabat pemerintahan dalam menggunakan asas diskresi ini yaitu; (a) adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri; (b) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya untuk itu; (c) tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral. Bila berbicara mengenai pertanggungjawaban maka diskresi akan terkait dengan permasalahan subyek yang memiliki kewenangan membuat diskresi.

Menurut Prof. Muchsan, subyek yang berwenang untuk membuat suatu diskresi adalah administrasi negara dalam pengertian sempit, yaitu eksekutif. Adapun basis argumentasi yuridisnya ialah bahwa pihak eksekutif yang lebih banyak bersentuhan dengan masalah pelayanan publik oleh karena itu diskresi hanya ada dipraktekan dan dikenal dalam tata kelola pemerintahan.

Bentuk-bentuk sederhana dari keputusan administrasi di luar peraturan perundang-undangan yang dapat dilihat dalam contoh kehidupan sehari-hari adalah memo yang dikeluarkan oleh pejabat, pengumuman, surat keputusan (SK) dan sejumlah bentuk lainnya.

Dalam rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) pun memperjelas penyelesaian sengketa yang ditimbulkan oleh diskresi yang sebelumnya belum terakomodir dalam UU PTUN. Mekanisme pertanggungjawaban menurut RUU AP ini adalah mekanisme pertanggungjawaban administrasi terkait dengan keputusan ataupun tindakan yang telah diambil oleh pejabat administrasi pemerintahan.

Menurut RUU AP Pasal 25 ayat (3) dinyatakan; pejabat administrasi pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi.

Sedangkan pertanggungjawaban kepada masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan. Keputusan dan/atau tindakan diskresi pejabat administrasi pemerintahan dapat diuji melalui Upaya Administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara.

Epilog

Disadari atau tidak, fakta emperik menunjukkan, bahwa banyaknya diskresi yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan berpotensi menimbulkan permasalahan hukum dan administratif, sehingga perlu diawasi oleh masyarakat beserta organisasi-organisasi NGO yang concern terhadap good governance. Melihat rawannya potensi kekacauan hukum dan administrasi yang ditimbulkan, maka diskresi harus dapat dipertanggungjawabkan (responsibility) sekaligus dipertanggunggugatkan (accountability).

Oleh karena itu, penggunaan diskresi secara tepat sesuai dengan ketentuaan yang ada, yakni dengan senantiasa bersandar kepada asas-asas umum pemerintahan yang baik tentunya akan membawa manfaat bagi masyarakat. Dalam perspektif ini, perlu ditekankan bahwa seorang pejabat adminisatrasi pemerintahan dituntut harus dapat mempertanggungjawabkan tindakan diskresi yang dibuat olehnya kepada masyarakat tanpa perlu menunggu adanya gugatan secara legalisitik. Mengingat hal tersebut merupakan suatu kewajiban yang sifatnya melekat pada kewenangan yang menjadi dasar akan adanya tindakan diskresi itu sendiri. (*)
»»  baca lanjutannya sob .. ..

Pengertian Freies Ermessen

Pengertian Freies Ermessen

Sebelum membahas lebih jauh mengenai diskresi, terlebih dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan Freies Ermessenitu sendiri. Banyak pakar hukum yang memberikan definisi asas diskresi, menurut Saut P. Panjaitan, Freies Ermessen(pouvoir discretionnaire, Perancis) ataupun Freies Ermessen (Jerman) merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian wet matigheid van bestuur, jadi merupakan ”kekecualian” dari asas legalitas. Menurut Prof. Benyamin, Freies Ermessen didefinisikan sebagai kebebasan pejabat mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Dengan demikian, menurutnya setiap pejabat publik memiliki kewenangan diskresi. Selanjutnya Gayus T. Lumbuun mendefinisikan Freies Ermessen sebagai berikut:
“Freies Ermessen adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan undang-undang, dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).”
Mengenai definisi tersebut diatas, selanjutnya Gayus T. Lumbuun menjelaskan bahwa secara hukum mungkin orang yang menggunakan asas Freies Ermessentersebut melanggar, tetapi secara azas ia tidak melanggar kepentingan umum dan itu merupkan instant decision (tanpa rencana) dan itu bukan pelanggaran tindak pidana. Sedangkan definisi Freies Ermessenmenurut Sjachran Basah seperti dikutip oleh Patuan Sinaga, adalah:
”…, tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai…, melibatkan administrasi negara di dalam melaksanakan tugas-tugas servis publiknya yang sangat kompleks, luas lingkupnya, dan memasuki semua sektor kehidupan. Dalam hal administrasi negara memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun hukum”.

Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Syachran Basah tersebut, tersimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu Freies Ermessenadalah:
1. Ada karena adanya tugas-tugas public service yang diemban oleh administratur negara;
2. Dalam menjalankan tugas tersebut, para administratur negara diberikan keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan;
3. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun hukum.
Dengan demikian Freies Ermessen muncul karena adanya tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai, tujuan bernegara dari faham negara kesejahteraan adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia-pun merupakan bentuk negara kesejahteraan modern yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Dalam paragraf keempat dari pembukaan UUD 1945 tersebut tergambarkan secara tegas tujuan bernegara yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiaban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.
Hal tersebut mengakibatkan pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi negara tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih ketiadaan peraturan perundang-undangan (rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk adanya keleluasaan bergerak, diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) suatu kebebasan bertindak yang seringkali disebut fries ermessen (Jerman) ataupun pouvoir discretionnaire (Perancis).
2. Batas Toleransi freis ermessen
Kebebasan bertindak sudah tentu akan menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya menyimpangi asas legalitas dalam arti sifat ”pengecualian” jenis ini berpeluang lebih besar untuk menimbulkan kerugian kepada warga masyarakat. Oleh karena itu terhadap Freies Ermessenperlu ditetapkan adanya batas toleransi.
Batasan toleransi dari Freies Ermessenini dapat disimpulkan dari pemahaman yang diberikan oleh Sjahran Basah sebelumnya, yaitu adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri; untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya untuk itu; tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.
Jika kita berbicara mengenai pertanggungjawaban, maka Freies Ermessenakan terkait dengan permasalahan subyek yang memiliki kewenangan membuat diskresi, maka subyek yang berwenang untuk membuat suatu Freies Ermessenadalah administrasi negara dalam pengertian sempit, yaitu eksekutif. Argumentum yang dikedepankan sehubungan dengan hal ini adalah bahwa eksekutiflah yang lebih banyak bersentuhan dengan masalah pelayanan publik oleh karena itu Freies Ermessenhanya ada di lingkungan pemerintahan (eksekutif).
Bentuk-bentuk sederhana dari keputusan administrasi di luar peraturan perundang-undangan yang dapat dilihat dalam contoh kehidupan sehari-hari adalah memo yang dikeluarkan oleh pejabat, pengumuman, surat keputusan (SK), surat penetapan, dan lain-lain.
Menurut Prof. Muchsan, pelaksanaan Freies Ermessenoleh aparat pemerintah (eksekutif) dibatasi oleh 4 (empat) hal, yaitu:
1. Apabila terjadi kekosongan hukum;
2. Adanya kebebasan interprestasi;
3. Adanya delegasi perundang-undangan;
4. Demi pemenuhan kepentingan umum.
Selanjutnya mengenai apakah Freies Ermessenperlu diatur atau dibatasi Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Prof. Bintan R. Saragih berpendapat bahwa Freies Ermessentidak perlu diatur atau dibatasi karena sudah ada pertanggungjawabannya sendiri baik secara moral maupun hukum. Ditambahkan lagi oleh Prof. Bintan R. Saragih, bahwa pengaturan mengenai Freies Ermessenpejabat hanya lazim digunakan pada sistem parlementer, sementara sistem presidensial lebih menggunakan kebiasaan.
Penerapan Asas Freies ErmessenDalam Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara, disamping keputusan pelaksanaan (ececutive dececion atau gebonden beschikking) juga ada yang disebut dengan keputusan bebas (discretionary decision atau Vrije beschikking). Keputusan bebas ini biasa kita kenal dengan istilah asas Freies Ermessenatau freis ermessen. Aparat pemerintah (eksekutif) dalam pelaksanaan fungsinya (struktural maupun fungsional) dapat melakukan suatu tindakan berupa membuat suatu keputusan (beschikking) meskipun hal tersebut belum diatur secara tegas atau bertentangan dengan undang-undang.
Menurut Prof. Muchsan, asas Freies Ermessenharus berlandaskan pada 2 (dua) hal:
1. Landasan Yuridis.
2. Kebijakan.
Kebijakan disini dibagi menjadi dua kategori, pertama kebijakan yang bersifat mutlak (absolut) yang kedua yaitu kebijakan yang bersifat tidak mutlak (relatif), hal ini dapat terjadi karena hukumnya tidak jelas.
Berikut ini penulis memberikan contoh Freies Ermessenpositif yang dilakukan oleh aparat pemerintah:
“Di sebuah perempatan, kondisi jalanan macet, arus dari arah A terlalu padat sementara arah sebaliknya (arus B) lengang. Polisi kemudian memberi instruksi kepada pengendara dari arus A untuk terus berjalan walaupun lampu lalu lintas berwarna merah.”
Jika kita melihat contoh diatas, maka Freies Ermessentetap dapat digunakan dengan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiaban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.
Hal tersebut mengakibatkan pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi negara tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih ketiadaan peraturan perundang-undangan (rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk adanya keleluasaan bergerak, diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) suatu kebebasan bertindak yang seringkali disebut fries ermessen (Jerman) ataupun pouvoir discretionnaire (Perancis).
Kewenangan freies ermessen diberikan oleh pemerintah atas dasar fungsi pemerintah, yaitu untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, dan kewenangan ini merupakan konsekuensi logis dari konsep Negara hukum modern (welfare state). Namun, tentu saja kewenangan ini (freies ermessen) tidak dapat digunakan tanpa batas dan haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk mengoptimalkan pelayanan public
b. Merupakan tindakan aktif dari administrasi Negara
c. Dimungkinkan oleh hokum
d. Atas inisiatif sendiri
e. Bertujuan untuk penyelesaian masalah-masalah penting yang timbul secara mendadak.
f. Dapat dipertanggungjawabkan

Dalam prakteknya, freies ermessen, dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
a) Belum ada peraturan perundangan yang mengatur tentang penyelesaian secara konkrit terhadap suatu masalah tertentu, dimana masalah tersebut harus segera diselesaikan.
b) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya.
c) Adanya delegasi perundang-undangan, yang artinya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri sebuah urusan, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, pemerintah daerah bebas untuk mengelola sumber-sumber keuangan daerah asalkan merupakan sumber yang sah.

Dalam ilmu Hukum Administrasi, freies ermessen ini diberikan hanya kepada pemerintah, dan ketika freies ermessen ini diwujudkan menjadi instrument yuridis yang tertulis, maka jadilah ia sebagai peraturan kebijaksanaan.
Diskresi (freies ermessen) adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan pada pejabat publik yang berwenang berdasarkan pendapat sendiri. Diskresi diperlukan sebagai pelengkap asas legalitas, yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap tindak atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan undang-undang, akan tetapi tidak mungkin bagi undang-undang untuk mengatur segala macam hal dalam praktek kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu diperlukan adanya kebebasan atau diskresi pada pejabat publik dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewajiban yang dibebankan kepadanya.


Pustaka
1. Hardjon, Philipus M, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997.
2. Marbun, SF. ed, Pokok-pokok Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001.
3. Freies ErmessenPejabat Sulit Dicari Batasannya, http://www.hukumonline.com,
4. Gayus T. Lumbuun, Pro Kontra Rencana Pembuatan Peraturan untuk Melindungi Pejabat Publik, http://www.hukumonline.com,.
5. www.google.com,pengertian freiss ermessen,
6.W.Riawan Tjandra, instrument yuridis pemerintah, Hukum Administrasi Negara, UAJ ,Yogyakarta 2008

»»  baca lanjutannya sob .. ..